Langsung ke konten utama

Pengaruh Globalisasi Atas Struktur Agraria di negara Berkembang

A. Kasus Studi: Aplikasi Teori Henry Bernstein pada Kasus Agraria di Negara Berkembang

Aplikasi Teori Henry Bernstein pada Kasus Agraria di Negara Berkembang dapat diilustrasikan dengan kasus Indonesia. Sejak masa kolonial, struktur agraria Indonesia telah didominasi oleh elite yang memiliki lahan yang luas dan rakyat miskin yang hanya memiliki sedikit atau tidak sama sekali lahan untuk ditanami. Setelah kemerdekaan, struktur agraria Indonesia masih belum berubah secara signifikan. Pemerintah hanya melakukan reforma agraria yang minim sehingga struktur agraria masih tetap didominasi oleh kalangan elit.

Dalam beberapa dekade terakhir, globalisasi dan neoliberalisme juga turut berpengaruh pada struktur agraria di Indonesia. Pemerintah mengadopsi kebijakan liberalisasi ekonomi yang memperbolehkan investor asing untuk memiliki lahan di Indonesia. Hal ini menyebabkan konsolidasi lahan semakin besar pada kalangan elite dan kehilangan lahan yang semakin besar pada rakyat miskin.

Dalam konteks ini, teori Henry Bernstein memberikan pengertian bahwa struktur agraria yang didominasi oleh kalangan elit akan menghasilkan pembedaan kelas sosial. Peasant differentiation yang terjadi akan semakin memperburuk ketimpangan sosial dan ketidakadilan agraria.

B. Pengaruh globalisasi pada struktur agraria dan pembentukan kelas sosial di negara berkembang

Globalisasi memiliki dampak yang signifikan pada struktur agraria dan pembentukan kelas sosial di negara-negara berkembang. Dalam banyak kasus, globalisasi telah memperburuk ketimpangan sosial dan menghambat kemajuan pembangunan ekonomi di negara-negara berkembang.

Salah satu dampak globalisasi pada struktur agraria di negara berkembang adalah meningkatnya penanaman tanaman ekspor dan pengurangan produksi bahan pangan lokal. Negara-negara berkembang yang menjadi produsen komoditas ekspor seperti kopi, teh, dan kelapa sawit, harus mengubah pola tanam mereka untuk memenuhi permintaan pasar global. Hal ini mengakibatkan penurunan produksi bahan pangan lokal dan mendorong impor bahan pangan dari negara-negara maju, sehingga mengancam ketahanan pangan dan keamanan pangan di negara-negara berkembang.

Selain itu, globalisasi juga memperburuk pembedaan kelas sosial di negara-negara berkembang. Pengaruh globalisasi menyebabkan berkembangnya sektor industri dan ekonomi yang dijalankan oleh perusahaan-perusahaan multinasional yang hanya memperkaya diri mereka sendiri dan meningkatkan kesenjangan antara kelas sosial yang berada di sektor urban dan sektor pedesaan. Perusahaan-perusahaan multinasional memperoleh keuntungan dari eksploitasi sumber daya alam dan tenaga kerja murah di negara-negara berkembang, sementara kebanyakan petani dan pekerja di sektor pedesaan mengalami kemiskinan dan keterbelakangan.

Dalam konteks ini, teori Henry Bernstein tentang agraria sebagai mode produksi dan dasar pembentukan kelas sosial sangat relevan untuk memahami dampak globalisasi pada struktur agraria dan pembentukan kelas sosial di negara berkembang. Konsep "peasant differentiation" dan pembedaan kelas sosial dalam struktur agraria menjadi penting untuk dipahami dalam rangka memahami konsolidasi kekuatan kelas sosial dan implikasi politik dari pembentukan kelas sosial dalam struktur agraria.

C. Dampak dari pembedaan kelas sosial pada ketimpangan sosial dan ketidakadilan agraria di negara berkembang

Pembedaan kelas sosial dalam struktur agraria di negara berkembang memiliki dampak yang signifikan terhadap ketimpangan sosial dan ketidakadilan agraria. Negara-negara berkembang cenderung memiliki struktur agraria yang masih tradisional, dimana sebagian besar tanah dimiliki oleh segelintir elite yang mendominasi politik dan ekonomi. Sementara itu, mayoritas petani dan pekerja pertanian hanya memiliki akses terbatas terhadap tanah dan sumber daya lainnya.

Pembedaan kelas sosial ini menghasilkan ketimpangan sosial dan ketidakadilan agraria yang sangat mencolok. Kelompok elit dapat dengan mudah menguasai sumber daya alam, sehingga mendapatkan akses yang lebih baik terhadap pasar global. Di sisi lain, petani dan pekerja pertanian biasanya terjebak dalam kemiskinan dan ketergantungan, karena mereka tidak memiliki kendali atas sumber daya alam dan seringkali dipekerjakan dengan upah yang rendah.

Dampak dari pembedaan kelas sosial ini juga dapat terlihat dalam hal distribusi tanah. Di negara-negara berkembang, terdapat kecenderungan bahwa sebagian besar tanah dikuasai oleh segelintir kelompok, sementara mayoritas petani dan pekerja pertanian hanya memiliki akses terbatas ke tanah. Ketidakadilan agraria ini dapat menghambat kemajuan ekonomi dan sosial di negara-negara tersebut, karena petani dan pekerja pertanian menjadi tidak mampu memanfaatkan sumber daya alam secara efektif.

Untuk mengatasi dampak dari pembedaan kelas sosial pada ketimpangan sosial dan ketidakadilan agraria di negara berkembang, diperlukan kebijakan yang berpihak pada petani dan pekerja pertanian. Kebijakan tersebut harus memperhatikan akses petani ke tanah dan sumber daya lainnya, serta memberikan dukungan yang cukup untuk meningkatkan produktivitas dan kemampuan pemasaran produk pertanian.

Sumber:

Bakker, K. (2009). The limits of "neoliberal natures": Debating green neoliberalism. Progress in Human Geography, 33(6), 715-735.

Bernstein, H. (2010). Class dynamics of agrarian change (Vol. 10). Kumarian Press.

Diao, X., Hazell, P., & Resnick, D. (2007). The role of agriculture in development: implications for Sub-Saharan Africa. Research monograph 156. Intl Food Policy Res Inst.

Djurfeldt, G. (2013). Agriculture and rural development in a globalizing world: Challenges and opportunities. Journal of Peasant Studies, 40(1), 1-22.

Resosudarmo, B. P., & Yusuf, A. A. (2013). Regional development and inequality in Indonesia: Household welfare and poverty impacts of oil palm expansion. Journal of Southeast Asian Economies, 30(2), 183-201.

Wiggins, S., Kirsten, J. F., & Llambí, L. D. (2010). The future of small farms: Trajectories and policy priorities. World Development, 38(10), 1349-1361.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Struktural Keorganisasian Kampus

(Dokumen Pribadi) Jika kamu adalah anak kuliah tentu pasti sudah tahu apa itu organisasi kampus. Mungkin ada sedikit perbedaan antara organisasi kampus dengan organisasi lainnya. Jelasnya organisasi kampus tentunya diisi oleh mahasiswa dan tentunya pola pikir keorganisasian dan tujaunnya berbeda dengan organisasi diluar kampus. Organisasi kampus sendiri terdiri dari dua macam, ada organisasi intra kampus kampus dan organisasi ekstra kampus. Organisasi kampus ini seberulnya hampir mirip dengan sistem kenegaraan kita seperti eksekutif, legislatif dan partai politik. Organisasi kampus ini, bisa disebut juga sebagai miniatur negara, untuk lebih jelasnya saya akan jelaskan dibawah ini:  Organisasi Intra Kampus Definisi organisasi intra kampus sendiri ada di dalam aturan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 155/U/1998 tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi (PUOK). Secara singkatnya organisasi intra kampus ini berada di bawah naungan kampus. Orga...

Antara Alam Pikiran dan Alam Realitas

Pernahkan kamu berfikir? Ya tentunya semua orang di dunia ini melakukan segala aktifitas dengan berfikir kecuali pada saat tidur dan pingsan. Hal yang unik dari manusia adalah manusia berbeda dengan fikirannya hewan. Hewan hanya berfikir berdasarkan insting naluri berfikirnya jika ada hewa-hewan cerdas seperti lumba-lumba dan  simpanse, mereka tentunya harus dilati terlebih dahulu. Tanpa dilatih mereka hanya hewan biasa walaupun di katakan hewan cerdas pun pemikiran mereka tetap saja tidak bisa berkembang. (Pixlab.com) Manusia tentunya memiliki kelebihan dibandingkan dengan hewan lain yakni pikiran, dengan pikiran manusia bisa melakukan hal yang sulit menjadi mudah, membuat hal yang kreatif dan inovatif, berimajinasi, berlogika, mempelajari hal baru dan masih banyak yang lainnya. Sejauh ini peradaban diciptakan oleh manusia dari masa-masa, manusia mempelajari hal baru dan ilmi-ilmu baru. Berbicara tentang pemikiram ini tentunya adalah hal yang unik, karena setiap orang memiliki tin...

Buat Apa Kita Belajar

Pertanyaan ini sebetulnya adalah pertanyaan yang kurang kerjaan, tetapi memang perlu kita pikirkan bersama. Memang sudah jelas tujuan belajar adalah menjadi orang yang pintar. Tetapi menurut saya itu bukan jawaban yang tepat. mengapa itu bukan jawaban yang tepat, karena kita harus lihat dulu tujuan dari belajar itu sendiri. Jujur saya orang yang senang belajar tetapi saya kurang suka pelajaran di sekolah, karena orientasinya hanya sekedar nilai. Mungkin ini tidak sesuai dengan stigma masyarakat. (Pixabay.com) Kita tentunya harus mengubah tujuan dari belajar. Jika kita belajar rajin mengerjakan PR, rangking satu, ujian selalu baik tentunya itu adalah anak yang pintar. Padahal itu bukan orang yang pintar, tetapi dia hanya ingin dipandang baik masyarakat (sekolah) makanya harus rajin agar dipuji oleh banyak orang. Jika kamu merasa puas ketika dipuji karena rangking satu tentunya sangat puas. Tetapi puasnya hanya cukup disitu saja. Setelah ia puas maka ya sudah pelajaran yang telah lalu di...