Langsung ke konten utama

Agraria dan pandangan filsafat sosial

A. Agraria dan pandangan filsafat sosial

Pandangan filsafat sosial terhadap agraria juga bervariasi, tergantung pada pandangan sosial yang dipegang oleh masing-masing aliran. Namun, secara umum, pandangan filsafat sosial terhadap agraria cenderung lebih berfokus pada aspek keadilan sosial dan pemerataan kekayaan.

Aliran sosialisme, yang menekankan pada penghapusan kepemilikan pribadi dan redistribusi sumber daya alam, cenderung memiliki pandangan bahwa tanah harus dimiliki secara kolektif dan dikelola untuk kesejahteraan bersama. Dalam pandangan ini, agraria menjadi bagian penting dari sistem sosial yang adil dan memperjuangkan hak-hak para petani dan pekerja agraris.

Aliran komunisme, yang menekankan pada penghapusan kelas dan pembentukan masyarakat sosialis, juga memiliki pandangan yang serupa dengan sosialisme dalam hal kepemilikan tanah dan pengelolaannya.

Aliran liberalisme sosial, yang menekankan pada kebebasan individu namun juga memperhatikan aspek kesejahteraan sosial, memiliki pandangan bahwa pengelolaan tanah harus berorientasi pada kepentingan masyarakat secara keseluruhan, bukan hanya untuk keuntungan individu atau kelompok tertentu.

Selain itu, aliran-an lain seperti feminisme, ekologisme, dan multiculturalisme, juga memperhatikan aspek agraria dalam pandangannya. Feminisme, misalnya, memperjuangkan hak-hak perempuan dalam kepemilikan tanah dan pengelolaannya. Ekologisme, memperjuangkan pengelolaan tanah yang
berkelanjutan dan ramah lingkungan. Multikulturalisme, memperjuangkan hak-hak kelompok-kelompok minoritas dalam kepemilikan dan pengelolaan tanah.

Secara umum, pandangan filsafat sosial terhadap agraria menekankan pada aspek keadilan sosial dan kesejahteraan bersama dalam pengelolaan tanah, dan memperjuangkan hak-hak para petani dan pekerja agraris serta kesetaraan akses terhadap sumber daya alam. Pandangan ini dapat mempengaruhi kebijakan dan tindakan dalam pengelolaan tanah.

1. Hubungan agraria dengan masyarakat

Agraria memiliki hubungan yang erat dengan masyarakat karena tanah adalah sumber daya alam yang penting dan menjadi dasar bagi kehidupan manusia. Tanah digunakan untuk bercocok tanam, pemukiman, dan berbagai kegiatan lain yang mendukung kehidupan manusia.

Dalam masyarakat agraris tradisional, tanah adalah simbol kekayaan dan kekuasaan, serta merupakan sumber kehidupan dan identitas sosial. Penggunaan tanah dipengaruhi oleh tradisi dan kebiasaan masyarakat setempat, serta aturan adat yang mengatur penggunaan dan kepemilikan tanah.

Agraria juga berdampak pada pembangunan ekonomi masyarakat. Pemanfaatan tanah secara tepat dapat menghasilkan produk pertanian yang bernilai tinggi dan memberikan penghasilan bagi masyarakat. Selain itu, investasi pada sektor agraria dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja, khususnya bagi masyarakat pedesaan.

Namun, dengan adanya industrialisasi dan perkembangan ekonomi, hubungan agraria dengan masyarakat menjadi semakin kompleks. Tanah bukan hanya menjadi sumber kehidupan, tetapi juga menjadi objek investasi dan perdagangan. Masyarakat kini tidak hanya bergantung pada penggunaan tanah untuk memenuhi kebutuhan hidup, tetapi juga harus bersaing dengan kepentingan ekonomi dan politik yang memanfaatkan tanah sebagai sumber keuntungan.

Pengelolaan tanah yang buruk dapat memperburuk kondisi masyarakat. Salah satu contohnya adalah konflik agraria yang terjadi ketika terjadi perselisihan antara pemilik tanah dengan masyarakat yang mengelola atau mengklaim hak atas tanah tersebut. Konflik ini dapat memicu kekerasan dan ketidakstabilan sosial yang merugikan masyarakat.

Pada akhirnya, hubungan agraria dengan masyarakat sangat dipengaruhi oleh pandangan dan kebijakan politik, serta kepentingan ekonomi yang berlaku. Bagaimana tanah dikelola dan dimanfaatkan dapat berdampak pada kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat dan pemerintah untuk memperhatikan pengelolaan dan pemanfaatan tanah yang berkelanjutan dan berkeadilan, sehingga dapat menghasilkan manfaat bagi seluruh anggota masyarakat.

Pengelolaan agraria juga dapat mempengaruhi lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat. Pemanfaatan tanah secara tidak terkendali dapat menyebabkan kerusakan lingkungan seperti erosi tanah, kekeringan, dan pencemaran air dan udara. Dampak ini dapat berdampak buruk pada kesehatan masyarakat dan lingkungan sekitar.

Oleh karena itu, pengelolaan agraria harus memperhatikan kepentingan masyarakat secara luas dan tidak hanya berorientasi pada profit semata. Perlindungan hak-hak masyarakat atas tanah dan partisipasi mereka dalam pengambilan keputusan tentang pengelolaan tanah sangat penting untuk menciptakan keadilan sosial dan kesejahteraan bersama.

2. Pemikiran filosofis tentang kepemilikan tanah dan redistribusi agraria

Pemikiran filosofis tentang kepemilikan tanah dan redistribusi agraria bervariasi tergantung pada pandangan politik dan ekonomi yang dipegang oleh masing-masing aliran. Namun, secara umum, terdapat beberapa pandangan filosofis tentang kepemilikan tanah dan redistribusi agraria yang populer.

Pandangan pertama adalah pandangan sosialisme, yang menekankan pada penghapusan kepemilikan pribadi dan redistribusi sumber daya alam. Dalam pandangan ini, tanah harus dimiliki secara kolektif dan dikelola untuk kesejahteraan bersama. Pandangan ini didukung oleh sejumlah pemikir sosialis terkemuka seperti Karl Marx dan Friedrich Engels. Marx, misalnya, memandang bahwa tanah harus dimiliki oleh masyarakat secara kolektif dan dikelola untuk kepentingan bersama.

Pandangan kedua adalah pandangan liberalisme, yang menekankan pada kebebasan individu dan pasar bebas. Dalam pandangan ini, kepemilikan tanah harus diatur oleh pasar dan dimanfaatkan secara efisien. Pandangan ini didukung oleh sejumlah pemikir liberal terkemuka seperti John Locke dan Adam Smith. Locke, misalnya, memandang bahwa tanah dapat dimiliki oleh individu melalui pekerjaan dan pengelolaan tanah tersebut.

Pandangan ketiga adalah pandangan anarkisme, yang menolak struktur politik dan ekonomi yang ada dan memperjuangkan tatanan sosial yang lebih demokratis dan egaliter. Dalam pandangan ini, tanah harus dimiliki secara kolektif dan dikelola secara partisipatif oleh masyarakat tanpa campur tangan pemerintah atau kekuatan ekonomi yang dominan. Pandangan ini didukung oleh sejumlah pemikir anarkis terkemuka seperti Pierre-Joseph Proudhon dan Emma Goldman.

Pandangan-pandangan filosofis tentang kepemilikan tanah dan redistribusi agraria tersebut memiliki pengaruh yang signifikan pada tindakan dan kebijakan dalam pengelolaan tanah. Bagi masing-masing aliran, kepemilikan tanah dan redistribusi agraria merupakan isu krusial yang harus diperjuangkan dan diimplementasikan secara konsisten dalam upaya mencapai tujuan politik dan ekonomi yang diharapkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Struktural Keorganisasian Kampus

(Dokumen Pribadi) Jika kamu adalah anak kuliah tentu pasti sudah tahu apa itu organisasi kampus. Mungkin ada sedikit perbedaan antara organisasi kampus dengan organisasi lainnya. Jelasnya organisasi kampus tentunya diisi oleh mahasiswa dan tentunya pola pikir keorganisasian dan tujaunnya berbeda dengan organisasi diluar kampus. Organisasi kampus sendiri terdiri dari dua macam, ada organisasi intra kampus kampus dan organisasi ekstra kampus. Organisasi kampus ini seberulnya hampir mirip dengan sistem kenegaraan kita seperti eksekutif, legislatif dan partai politik. Organisasi kampus ini, bisa disebut juga sebagai miniatur negara, untuk lebih jelasnya saya akan jelaskan dibawah ini:  Organisasi Intra Kampus Definisi organisasi intra kampus sendiri ada di dalam aturan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 155/U/1998 tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi (PUOK). Secara singkatnya organisasi intra kampus ini berada di bawah naungan kampus. Orga...

Antara Alam Pikiran dan Alam Realitas

Pernahkan kamu berfikir? Ya tentunya semua orang di dunia ini melakukan segala aktifitas dengan berfikir kecuali pada saat tidur dan pingsan. Hal yang unik dari manusia adalah manusia berbeda dengan fikirannya hewan. Hewan hanya berfikir berdasarkan insting naluri berfikirnya jika ada hewa-hewan cerdas seperti lumba-lumba dan  simpanse, mereka tentunya harus dilati terlebih dahulu. Tanpa dilatih mereka hanya hewan biasa walaupun di katakan hewan cerdas pun pemikiran mereka tetap saja tidak bisa berkembang. (Pixlab.com) Manusia tentunya memiliki kelebihan dibandingkan dengan hewan lain yakni pikiran, dengan pikiran manusia bisa melakukan hal yang sulit menjadi mudah, membuat hal yang kreatif dan inovatif, berimajinasi, berlogika, mempelajari hal baru dan masih banyak yang lainnya. Sejauh ini peradaban diciptakan oleh manusia dari masa-masa, manusia mempelajari hal baru dan ilmi-ilmu baru. Berbicara tentang pemikiram ini tentunya adalah hal yang unik, karena setiap orang memiliki tin...

Buat Apa Kita Belajar

Pertanyaan ini sebetulnya adalah pertanyaan yang kurang kerjaan, tetapi memang perlu kita pikirkan bersama. Memang sudah jelas tujuan belajar adalah menjadi orang yang pintar. Tetapi menurut saya itu bukan jawaban yang tepat. mengapa itu bukan jawaban yang tepat, karena kita harus lihat dulu tujuan dari belajar itu sendiri. Jujur saya orang yang senang belajar tetapi saya kurang suka pelajaran di sekolah, karena orientasinya hanya sekedar nilai. Mungkin ini tidak sesuai dengan stigma masyarakat. (Pixabay.com) Kita tentunya harus mengubah tujuan dari belajar. Jika kita belajar rajin mengerjakan PR, rangking satu, ujian selalu baik tentunya itu adalah anak yang pintar. Padahal itu bukan orang yang pintar, tetapi dia hanya ingin dipandang baik masyarakat (sekolah) makanya harus rajin agar dipuji oleh banyak orang. Jika kamu merasa puas ketika dipuji karena rangking satu tentunya sangat puas. Tetapi puasnya hanya cukup disitu saja. Setelah ia puas maka ya sudah pelajaran yang telah lalu di...