Langsung ke konten utama

Kaitan antara Struktur Agraria dengan Pembentukan Kelas Sosial

A. Konsep "peasant differentiation" dan pembentukan kelas sosial

Konsep "peasant differentiation" dalam teori Henry Bernstein mengacu pada perbedaan atau pembedaan antara kelompok petani atau "peasant" dalam struktur agraria. Pembedaan ini terjadi akibat dari akses yang tidak merata terhadap sumber daya produktif seperti lahan, modal, dan teknologi pertanian. Akibatnya, kelompok petani terbagi menjadi beberapa kelas sosial yang berbeda, seperti petani kaya, petani sedang, dan petani miskin.

Pembedaan kelas sosial dalam struktur agraria ini memiliki dampak signifikan pada kehidupan sosial dan ekonomi petani serta pembangunan negara secara keseluruhan. Pembedaan kelas sosial dapat mengarah pada ketimpangan sosial dan ketidakadilan agraria, seperti akses yang tidak merata terhadap sumber daya produktif, rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan, serta kurangnya akses ke pasar yang adil.

Penggunaan konsep "peasant differentiation" dan pembentukan kelas sosial dalam teori Henry Bernstein dapat membantu dalam memahami dinamika agraria dan pembangunan sosial di berbagai negara, terutama di negara berkembang yang bergantung pada sektor pertanian. Teori ini juga dapat digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan kebijakan dan strategi pembangunan pertanian yang lebih adil dan berkelanjutan.

B. Hubungan antara struktur agraria dan konsolidasi kekuatan kelas sosial

Teori Henry Bernstein mengemukakan bahwa struktur agraria sebagai dasar pembentukan kelas sosial. Dalam struktur agraria terdapat pembedaan kelas sosial yang ditentukan oleh posisi dan peran masing-masing individu dalam produksi pertanian. Konsep "peasant differentiation" yang diusung oleh Bernstein menjelaskan bagaimana pembedaan kelas sosial dalam struktur agraria terbentuk dan berkembang.

Menurut Bernstein, konsolidasi kekuatan kelas sosial tergantung pada pengakuan dan pemahaman terhadap perbedaan posisi dan peran individu dalam struktur agraria. Kelas sosial yang memiliki peran dan posisi dominan dalam produksi pertanian akan cenderung mengonsolidasikan kekuatannya dan mempertahankan kekuasaannya dalam struktur agraria. Sebaliknya, kelas sosial yang berada pada posisi dan peran yang lebih rendah akan cenderung mengalami fragmentasi dan kesulitan dalam memperjuangkan kepentingannya.

Dalam konteks negara berkembang, struktur agraria seringkali diwarnai oleh ketidakadilan dan ketimpangan sosial. Hal ini memperburuk konsolidasi kekuatan kelas sosial, karena kelompok-kelompok yang berada di bawah dominasi kelas sosial yang kuat sulit untuk mengorganisir diri dan memperjuangkan kepentingannya.

Namun, konsolidasi kekuatan kelas sosial yang kuat juga bisa menjadi sumber ketidakadilan dan penindasan terhadap kelompok-kelompok yang lebih lemah. Oleh karena itu, menurut Bernstein, upaya untuk mencapai keadilan sosial harus melibatkan pemahaman dan pengakuan terhadap perbedaan posisi dan peran individu dalam struktur agraria, serta upaya untuk mengurangi ketimpangan dan ketidakadilan sosial.

C. Implikasi politik dari pembedaan kelas sosial dalam struktur agraria

Implikasi politik dari pembedaan kelas sosial dalam struktur agraria adalah terjadinya ketimpangan kekuatan politik di masyarakat. Pada umumnya, struktur agraria yang tidak merata dan adanya pembedaan kelas sosial dalam struktur tersebut cenderung memunculkan kelas-kelas sosial yang memiliki kepentingan yang berbeda. Kelas-kelas sosial yang lebih kuat cenderung memanfaatkan kekuatannya untuk mempertahankan dan memperkuat posisi dominannya dalam struktur agraria, sementara kelompok yang lebih lemah cenderung sulit untuk bersaing dan bahkan dapat terpinggirkan dari sistem.

Dalam konteks politik, ketimpangan kekuatan kelas sosial dalam struktur agraria dapat mempengaruhi proses pengambilan keputusan politik di tingkat lokal, nasional, bahkan global. Kelas-kelas sosial yang lebih kuat akan memiliki akses yang lebih besar terhadap pengambilan keputusan politik dan mempunyai kemampuan untuk memengaruhi kebijakan politik yang dapat mempengaruhi struktur agraria. Sebaliknya, kelompok yang lebih lemah mungkin tidak memiliki representasi yang cukup dalam proses pengambilan keputusan dan dapat menjadi korban dari kebijakan yang dirancang tanpa mempertimbangkan kepentingan mereka.

Dalam konteks agraria, pembedaan kelas sosial yang terjadi dalam struktur agraria dapat berdampak pada adanya perbedaan hak atas tanah dan sumber daya alam antara kelompok-kelompok sosial. Hal ini dapat memperburuk kesenjangan sosial dan mengakibatkan konflik di antara kelompok-kelompok sosial yang berbeda.

Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya untuk memperhatikan struktur agraria dan pembedaan kelas sosial yang terjadi di dalamnya. Upaya untuk memperkecil kesenjangan sosial antar-kelas sosial dan mendorong partisipasi aktif dari semua kelompok dalam pengambilan keputusan politik harus diupayakan untuk menciptakan kondisi yang lebih adil dan berkelanjutan dalam pengelolaan sumber daya agraria.

Sumber:

  • Bernstein, H. (1977). Notes on theory and peasant agriculture. The Journal of Peasant Studies, 4(2), 115-147.
  • Bernstein, H. (2010). Class dynamics of agrarian change (Vol. 13). Kumarian Press.
  • Ellis, F. (1993). Peasant economics: Farm households and agrarian development. Cambridge University Press.
  • Grindle, M. S., & Thomas, J. W. (1991). Public choices and policy change: The political economy of reform in developing countries. Johns Hopkins University Press.
  • Hartono, B. (2017). Peasant Differentiation in Rural Java: A Study of Land Tenure Change and Social Differentiation. Brill.
  • Moore, B. Jr. (1973). Social origins of dictatorship and democracy: Lord and peasant in the making of the modern world. Beacon Press.
  • Shanin, T. (2013). Late Marx and the Russian road: Marx and the peripheries of capitalism. Routledge.
  • Sultana, F., & Thompson, L. (2017). Theories of development: Contentions, arguments and alternatives. Routledge.
  • White, B., & Jayne, T. (Eds.). (2016). Agricultures and agrarian questions in World-historical perspective. Routledge.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tuhan tidak Menciptakan Kemiskinan

Kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak- hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Lalu apakah kemiskinan itu tuhan sendiri yang menciptakannya atau manusia sendirilah yang menciptakan kemiskinan tersebut. Akan tetapi banyak dari kalangan kita yang sering menyalahkan tuhan, mengenai ketimpangan sosial di dunia ini. Sehingga tuhan dianggap tidak mampu menuntaskan kemiskinan. (Pixabay.com) Jika kita berfikir ulang mengenai kemiskinan yang terjadi dindunia ini. Apakah tuhan memang benar-benar menciptakan sebuah kemiskinan ataukah manusia sendirilah yang sebetulnya menciptakan kemiskinan tersebut. Alangkah lebih baiknya kita semestinya mengevaluasi diri tentang diri kita, apa yang kurang dan apa yang salah karena suatu akibat itu pasti ada sebabnya. Tentunya ada tiga faktor yang menyebabkan kemiskinan itu terjadi, yakni pertama faktor  mindset dan prilaku diri sendiri, dimana yang membuat seseorang...

Pendidikan yang Humanis

Seperti yang kita kenal pendidikan merupakan suatu lembaga atau forum agar manusia menjadi berilmu dan bermanfaat bagi masyarakat. Pendidikan merupakan tolak ukur sebuah kemajuan bangsa. Semakin baik sistem pendidikannya maka semakin baik pula negaranya, semakin buruk sistem pendidikannya semakin buruk pula negara tersebut. Ironisnya di negara ini, pendidikan menjadi sebuah beban bagi para murid. Terlalu banyaknya pelajaran, kurangnya pemerataan, kurangnya fasilitas, dan minimnya tenaga pengajar menjadi PR bagi negara ini. Saat ini pendidikan di negara kita hanyalah sebatas formalitas, yang penting dapat ijazah terus dapat kerja. Seakan-akan kita adalah robot yang di setting dan dibentuk menjadi pekerja pabrik. Selain itu, ilmu-ilmu yang kita pelajari hanya sebatas ilmu hapalan dan logika. Akhlak dan moral dianggap hal yang tebelakang. Memang ada pelajaran agama di sekolah namu hal tersebut tidaklah cukup. Nilai tinggi dianggap orang yang hebat. Persaingan antar sesama pelajar mencipta...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...