Langsung ke konten utama

Kesadaran Palsu Menurut Herbert Marcuse

A. Pengertian kesadaran palsu menurut Herbert Marcuse

Herbert Marcuse adalah seorang filsuf dan teoriwan Frankfurt School yang terkenal dengan konsep "kesadaran palsu" dalam karyanya yang berjudul "One-Dimensional Man" (1964). Konsep ini mengacu pada kondisi di mana manusia terjebak dalam pandangan dunia yang sempit, dangkal, dan terbatas oleh sistem sosial dan politik yang ada.

Menurut Marcuse, kesadaran palsu adalah hasil dari manipulasi yang dilakukan oleh kekuasaan yang dominan dalam masyarakat. Manipulasi ini dapat terjadi melalui media massa, pendidikan, dan budaya populer, yang mempromosikan ideologi dan nilai-nilai yang sesuai dengan kepentingan kekuasaan yang dominan. Manipulasi ini menghasilkan kesadaran yang dangkal, menghalangi orang untuk memikirkan atau bertindak secara kritis terhadap kondisi sosial dan politik yang ada.

Marcuse menganggap kesadaran palsu sebagai bentuk kontrol sosial yang lebih efektif daripada represi terbuka. Kekuasaan yang dominan dapat memanipulasi kesadaran masyarakat, sehingga masyarakat tidak lagi memiliki keinginan untuk melawan atau mengubah kondisi sosial yang ada. Hal ini menimbulkan keterbelakangan sosial dan kebuntuan dalam perkembangan masyarakat.

Untuk mengatasi kesadaran palsu, Marcuse mengusulkan pentingnya "kritik radikal" yang melibatkan pemikiran kritis terhadap kondisi sosial yang ada, termasuk mengkritisi nilai-nilai yang dipromosikan oleh kekuasaan yang dominan. Ia berpendapat bahwa pembebasan dari kesadaran palsu akan membuka ruang untuk menciptakan masyarakat yang lebih bebas dan adil.

B. Perbedaan konsep kesadaran palsu Marx dan Herbert Marcuse

Konsep kesadaran palsu merupakan salah satu konsep penting dalam pemikiran Marx dan terus berkembang dalam pemikiran kritis pada abad ke-20. Meskipun Marx dan Herbert Marcuse berbagi pandangan mengenai pentingnya kesadaran, namun keduanya memiliki perbedaan dalam memahami konsep kesadaran palsu.

Menurut Marx, kesadaran palsu terjadi ketika kelas pekerja mengadopsi pandangan hidup yang dianut oleh kelas borjuis dan merasa nyaman dengan status quo sosial yang ada. Marx menganggap kesadaran palsu sebagai produk ideologi yang ditanamkan oleh kelas dominan pada kelas yang didominasi. Dalam hal ini, kesadaran palsu menyebabkan kelas pekerja tidak menyadari kondisi eksploitasi yang mereka alami dan terus menerus membela kepentingan kelas borjuis.

Di sisi lain, Marcuse melihat kesadaran palsu sebagai hasil dari kesenjangan antara realitas yang terjadi dan cita-cita masyarakat. Ia menganggap bahwa konsumsi benda-benda materi dan hiburan yang berlebihan menyebabkan kesadaran palsu, dimana masyarakat menjadi terasing dan lupa pada tujuan hidup yang sebenarnya. Dalam hal ini, kesadaran palsu menyebabkan masyarakat tidak menyadari bahwa kepuasan yang diperoleh dari konsumsi dan hiburan tersebut hanya sementara dan tidak membawa kebahagiaan yang sejati.

Dalam pandangan Marx, kesadaran palsu dapat diatasi melalui revolusi sosial yang menggulingkan kelas dominan dan memperjuangkan hak kelas pekerja. Sedangkan dalam pandangan Marcuse, kesadaran palsu dapat diatasi dengan mengembangkan kesadaran kritis yang membuka kemungkinan untuk mengembangkan tujuan hidup yang lebih bermakna dan melampaui kepuasan materi.

C. Penerapan konsep kesadaran palsu Herbert Marcuse dalam dunia kontemporer

Herbert Marcuse, seorang filsuf dan sosiolog asal Jerman, mengembangkan konsep kesadaran palsu sebagai suatu kondisi di mana individu dan masyarakat memandang dunia secara keliru, dan pada akhirnya mengambil tindakan yang bertentangan dengan kepentingan mereka sendiri. Konsep kesadaran palsu ini menjadi relevan dalam dunia kontemporer, khususnya dalam konteks konsumenisme dan budaya populer yang terus berkembang.

Penerapan konsep kesadaran palsu Herbert Marcuse dalam dunia kontemporer dapat dilihat dari dua aspek, yaitu:

Dalam Konsumenisme, Marcuse menekankan bahwa kesadaran palsu terutama disebabkan oleh sistem kapitalisme, yang memanipulasi individu melalui media dan iklan untuk membeli barang-barang yang sebenarnya tidak mereka butuhkan. Dalam era kontemporer yang semakin berkembang, konsumenisme menjadi semakin kuat dan konsumen terus diberitahu bahwa kebahagiaan dan status sosial tergantung pada barang-barang konsumsi yang dimiliki. Hal ini mengakibatkan individu merasa puas dengan kemapanan materi dan keadaan sosial yang sebenarnya tidak seimbang dengan kenyataan.

Budaya Populer, Marcuse juga menyoroti bahwa kesadaran palsu dapat dipengaruhi oleh budaya populer. Budaya populer yang dihasilkan oleh industri kreatif semakin menekankan pada hiburan yang instant dan mudah dikonsumsi oleh masyarakat luas. Seiring dengan perkembangan teknologi, media juga terus menerus menampilkan gambaran-gambaran yang ideal tentang kecantikan, kesehatan, dan kebahagiaan, sehingga menghasilkan pemahaman yang keliru tentang realitas yang sebenarnya.

Dalam media sosial, banyak orang terjebak dalam kesadaran palsu akibat informasi yang terus-menerus diberikan oleh media sosial, seperti hoaks, pemikiran sempit, dan bias. Kebanyakan orang tidak menyadari bahwa informasi yang diterima dapat mempengaruhi persepsi mereka terhadap dunia sekitar. Hal ini sesuai dengan pendapat Marcuse bahwa media massa dapat menciptakan kesadaran palsu yang mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap realitas.

Di bidang politik, kesadaran palsu dapat dilihat pada politisi dan pengambil keputusan yang menggunakan retorika yang manipulatif untuk memperoleh dukungan dan kekuasaan. Polarisasi dan konflik yang terjadi dalam masyarakat saat ini juga menjadi bukti penerapan kesadaran palsu dalam politik.

Dalam konteks kontemporer, penerapan konsep kesadaran palsu Herbert Marcuse dapat membantu masyarakat untuk lebih sadar terhadap pengaruh media, politik, dan budaya populer terhadap pandangan mereka terhadap realitas. Dengan mempertanyakan informasi yang diterima dan menggunakan pemikiran kritis, masyarakat dapat membangun kesadaran yang lebih benar dan tidak terjebak dalam kesadaran palsu.

Referensi:

  • Kellner, D. (1984). Herbert Marcuse and the crisis of Marxism. University of California Press.
  • Macey, D. (2000). The Penguin Dictionary of Critical Theory. Penguin Books.
  • Marcuse, Herbert. (1964). One-Dimensional Man: Studies in the Ideology of Advanced Industrial Society. Beacon Press.
  • Marx, K. (1970). The German ideology. International Publishers Co. Inc.
  • Mijares, S. G. (2017). Herbert Marcuse and the New Culture Wars: An Examination of Structural and Ideological Power. The Journal of Educational Thought, 50(2), 200-214.
  • Wodak, R., & Boukala, S. (2020). The Discourse of Populism: From ‘I’ to ‘We’. Journal of Language and Politics, 19(4), 504-522.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Struktural Keorganisasian Kampus

(Dokumen Pribadi) Jika kamu adalah anak kuliah tentu pasti sudah tahu apa itu organisasi kampus. Mungkin ada sedikit perbedaan antara organisasi kampus dengan organisasi lainnya. Jelasnya organisasi kampus tentunya diisi oleh mahasiswa dan tentunya pola pikir keorganisasian dan tujaunnya berbeda dengan organisasi diluar kampus. Organisasi kampus sendiri terdiri dari dua macam, ada organisasi intra kampus kampus dan organisasi ekstra kampus. Organisasi kampus ini seberulnya hampir mirip dengan sistem kenegaraan kita seperti eksekutif, legislatif dan partai politik. Organisasi kampus ini, bisa disebut juga sebagai miniatur negara, untuk lebih jelasnya saya akan jelaskan dibawah ini:  Organisasi Intra Kampus Definisi organisasi intra kampus sendiri ada di dalam aturan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 155/U/1998 tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi (PUOK). Secara singkatnya organisasi intra kampus ini berada di bawah naungan kampus. Orga...

Antara Alam Pikiran dan Alam Realitas

Pernahkan kamu berfikir? Ya tentunya semua orang di dunia ini melakukan segala aktifitas dengan berfikir kecuali pada saat tidur dan pingsan. Hal yang unik dari manusia adalah manusia berbeda dengan fikirannya hewan. Hewan hanya berfikir berdasarkan insting naluri berfikirnya jika ada hewa-hewan cerdas seperti lumba-lumba dan  simpanse, mereka tentunya harus dilati terlebih dahulu. Tanpa dilatih mereka hanya hewan biasa walaupun di katakan hewan cerdas pun pemikiran mereka tetap saja tidak bisa berkembang. (Pixlab.com) Manusia tentunya memiliki kelebihan dibandingkan dengan hewan lain yakni pikiran, dengan pikiran manusia bisa melakukan hal yang sulit menjadi mudah, membuat hal yang kreatif dan inovatif, berimajinasi, berlogika, mempelajari hal baru dan masih banyak yang lainnya. Sejauh ini peradaban diciptakan oleh manusia dari masa-masa, manusia mempelajari hal baru dan ilmi-ilmu baru. Berbicara tentang pemikiram ini tentunya adalah hal yang unik, karena setiap orang memiliki tin...

Buat Apa Kita Belajar

Pertanyaan ini sebetulnya adalah pertanyaan yang kurang kerjaan, tetapi memang perlu kita pikirkan bersama. Memang sudah jelas tujuan belajar adalah menjadi orang yang pintar. Tetapi menurut saya itu bukan jawaban yang tepat. mengapa itu bukan jawaban yang tepat, karena kita harus lihat dulu tujuan dari belajar itu sendiri. Jujur saya orang yang senang belajar tetapi saya kurang suka pelajaran di sekolah, karena orientasinya hanya sekedar nilai. Mungkin ini tidak sesuai dengan stigma masyarakat. (Pixabay.com) Kita tentunya harus mengubah tujuan dari belajar. Jika kita belajar rajin mengerjakan PR, rangking satu, ujian selalu baik tentunya itu adalah anak yang pintar. Padahal itu bukan orang yang pintar, tetapi dia hanya ingin dipandang baik masyarakat (sekolah) makanya harus rajin agar dipuji oleh banyak orang. Jika kamu merasa puas ketika dipuji karena rangking satu tentunya sangat puas. Tetapi puasnya hanya cukup disitu saja. Setelah ia puas maka ya sudah pelajaran yang telah lalu di...