Langsung ke konten utama

Sebenarnya Apa Itu Bakat

 Mengenai sebuah bakat, sebenarnya apa itu bakat. Sering mendengar kalimat ini dan sebagian malas mendengar kata tersebut. Alasannya karena mungkin ada sebagian orang yang tidak memiliki bakat sama sekali. Emang ada sebuah narasi yang menyatakan bahwa setiap manusia itu memiliki bakat. Namun saya pribadi sebenarnya manusia yang memiliki bakat itu tidak semua orang memiliki bakat.

Alasannya karena jika semua orang memiliki bakat maka itu tidak menjadi bakat. Seandainya manusia ada orang yang bisa terbang maka orang tersebut dianggap berbakat bahkan sakti, namun bagaimana jika semua orang itu bisa terbang lantas apakah itu bisa dikatakan berbakat. Tentu ini akan merubah hukum sosial itu sendiri yang mana orang yang tidak bisa terbang maka akan dianggap orang yang cacat.

Baik bakat maupun catatan sebenarnya itu bukanlah kelebihan atau kekurangan hal tersebut bisa menjadi kelebihan atau kekurangan jika ada sesuatu yang mendominasi. Seperti tadi dikatakan bahwa jika semua orang bisa terbang maka orang yang tidak bisa terbang dianggap cacat sedangkan jika hanya beberapa orang yang bisa terbang berarti ia dianggap hebat dan yang lain hanyalah normal. Jadi bisa dikatakan bahwa hukum kenormalan yang mana sesuatu dianggap normal oleh masyarakat bisa menentukan apakah itu bisa disebut bakat atau kecacatan.

Jadi bisa dikatakan bahwa tidak semua manusia itu memiliki bakat ada sebagian besar malah hidupnya hanya biasa-biasa saja seperti makan tidur main dan lain semacamnya yang mana ia mengikuti kehidupan sosial sekitarnya. Jadi seseorang yang hidupnya mengikuti kebiasaan umum adalah orang-orang yang tidak berbakat. Orang-orang yang berbakat tentu ia berbeda dengan keumuman di masyarakat, bakat tidak harus sesuatu yang diimpikan oleh banyak orang yang terpenting memang berani tampil berbeda.

Setiap orang mungkin berbakat namun tidak setiap orang mengetahui potensi bakatnya jadi hanya sedikit yang memiliki bakat. Ibarat sebuah tumbuhan yang mana setiap bibit itu bisa tumbuh namun pada kenyataannya hanya sebagian saja yang bisa tumbuh. Bagi yang merasa tidak berbakat maka tidak mesti berkecil hati. Kemunculan sebuah bakat itu berawal pada sebuah perenungan dan mempertanyakan pada diri. Tidak mungkin sebuah bakat itu tumbuh dari diri orang yang tak paham dirinya, mereka yang paham dirinya pasti tahu kekurangan dan kelebihannya, dan ketika mengetahui kelebihannya maka disitulah potensi tersebut akan tumbuh.

Tumbuhnya sebuah bakat tentu harus didukung pula dengan lingkungan yang memadai baik itu dari cara pandang masyarakatnya maupun fasilitas yang ada. Mungkin orang yang tak berbakat bukan karena ia tak berbakat akan tetapi anggapan masyarakat yang salah dalam memahami potensi dalam dirinya. Atau bisa saja karena belum adanya sebuah pemicu dalam dirinya. Terkadang sebuah bakat itu muncul karena sebuah tekanan atau sesuatu yang mendorong dirinya untuk melakukan sesuatu.

Namun yang lebih penting dalam sebuah bakat adalah semangat untuk mencari sebuah bakat dan mencegahnya agar lebih baik lagi. Karena seseorang yang berbakat akan kalah oleh orang yang berusaha dan terus berusaha. Orang yang sudah memiliki bakat sedari dulu mungkin akan menganggap bahwa dirinya tidak perlu untuk mengasah kemampuannya dan ini menjadi sebuah kesempatan bagi yang tak berbakat untuk menunjukkan kemampuannya kepada orang yang berbakat itu. Sebenarnya orang yang tak berbakat namun berusaha itu bukan berarti tak berbakat akan tetapi ia adalah seseorang yang melawan takdir itu sendiri yang menganggap bahwa dirinya itu tidak berbakat. Seperti dijelaskan tadi bahwa orang yang berbakat itu selalu tampil berbeda dari kebiasaan umum ia tidak terpengaruh oleh suasana sosial ia merasa harus berbeda dari orang sekelilingnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...