Mengenai sebuah kebenaran entah itu muncul dari mana dan dari mana asalnya dan mengapa kebenaran itu tidak bisa disepakati oleh semua orang. Bisa dikatakan bahwa kebenaran itu merupakan bagian dari hidup manusia. Tanpa kebenaran mana manusia tidak akan tahu apa yang dituju dan tidak tahu apa yang mau dilakukan. Intinya manusia tidak akan bisa lepas dari kebenaran. Kebenaran adalah fitrahnya manusia siapapun itu manusia pasti akan mencari kebenaran tersebut.
Sebuah kebenaran tidak harus melulu dengan bukti atau sesuatu yang dipercayai oleh orang banyak. Kebenaran juga bisa bersifat individual bahkan tidak rasional. Lalu apa sebenarnya kebenaran itu, memang sulit menjawab sebenarnya seperti apa kebenaran itu. Ia sebenarnya tak berwujud dan tak berdasar ia ada meski tidak ada yang mengadakan. Kebenaran mungkin hanya bisa dirasa bukan berdasarkan nalar rumus.
Bicara soal kebenaran itu muncul tentunya dari sebuah kebiasaan. Dari satu kebiasaan tentu akan memunculkan kebenaran yang lain, semakin kebiasaan itu berubah maka kebenaran itu juga berubah. Jadi kebenaran itu tergantung dari kebiasaan. Mungkin kita mempelajari ini dan itu, memahami ini dan itu, memiliki banyak pengetahuan dan pengalaman. Namun itu semua tidak merubah seseorang jika memiliki kebiasaan yang sama.
Semisal seseorang yang belajar agama daru kecil, naik haji menjadi guru gaji dan apapun pekerjaannya dalam hal keagaamaan semua diikuti. Namun dibalik itu semua ternyata dia adalah orang yang sombong dan suka memperkosa, hal ini tentu bertolak belakang dengan apa yang dilakukan selama ini.
Bukankah agama harusnya mencegah keburukan lantas mengapa ada orang buruk di dalam jati diri orang yang beragama. Maka bisa dikatakan bahwa kebiasaan yang ia lakukan adalah kebiasaan palsu, ini hanyalah kebenaran manipulatif untuk menutupi kebusukannya. Dirinya sesungguhnya adalah kebiasaan yang tersembunyi, yang mana hanya Tuhan saja yang tahu.
Kebiasaan tentu tidak hanya sesuatu yang sifatnya lahiriah namun juga batiniyah, seperti berfikir, memahami sesuatu, kontrol diri, cara pandang dan lainnya sehingga dari kebiasaan itu membentuk diri pribadi. Kebiasaan buruk itu bisa muncul karena menyepelekan sesuatu dan sesuatu yang disepelekan itu bisa menjadi kebiasaan dan kebiasaan ini akan menjadi sebuah kebenaran.
Tentu dari hal yang tabu menjadi sesuatu yang dibenarkan tentunya memiliki beberapa proses dan waktu mungkin bisa lama bisa tidak tergantung lingkungan dan kontrol diri. Mungkin bisa dikatakan bahwa semua orang itu netral dan ingin berbuat baik. Namun ini tergantung dari ketahanan dirinya dalam menghadapi godaan buruk.
Seorang ustadz mungkin adalah orang yang paham agama namun di suatu kondisi ia bisa saja lupa dan melakukan keburukan. Mungkin pada awalnya ia lupa dan tidak melakukannya lagi, namun memang sayang karena adanya kesempatan sehingga ia melakukan kesalahannya lagi dan akhirnya terus dan terus hingga kehilangan kontrol diri. Dari yang disebutkan tadi yang mana dari ketidaksengajaan menjadi sebuah kebiasaan dan menjadi kebenaran.
Kebenaran itu memang dibentuk bukan dari apa yang dilakukan oleh orang lain. Mungkin saja kita meniru sebuah kebenaran dari orang lain, namun apakah rasanya sama dan dalam pikiran kita sama persis. Bahkan orang-orang yang satu agama pun memiliki kepercayaannya masing-masing. Tentu kita melihat satu agama namun dalam satu kelompok agama tersebut memiliki kebiasaan berbeda ada yang menggunakan ritual tambahan dan ada yang tidak intinya masih ada ritual yang sama.
Bicara tentang kebiasaan yang beragam memang sulit untuk kita pahami dengan logika, karena memang tidak ada logika yang mencakup kebiasaan secara baku. Kebiasaan itu muncul begitu saja dan kebiasaan yang diturunkan kemudian mejadi sebuah budaya. Inilah yang bisa dikatakan bahwa kebiasaan itu bisa menjadi sebuah kebenaran entah seperti apapun logika alasan atau filosofisnya ia memang bisa diakui oleh kelompoknya.
Bahkan yang tadi disebutkan bahwa kebiasaan menjadi sebuah kebenaran dapat berlaku pada setiap individu. Mungkin di satu kelompok itu pasti ada orang yang memiliki kebiasaan yang diluar dari kebiasaan kelompok. Ini bisa mengindikasikan bahwa ia memiliki kebiasaan yang berbeda dari kelompok tersebut.
Meski kita hidup dalam sebuah identitas, namun hal tersebut adalah identitas diri yang sesungguhnya. Identitas diri yang sesungguhnya adalah sebuah kebiasaan yang sering dilakukan. Meski ia adalah seorang ustadz namun kebiasaannya memperkosa, sesungguhnya ia adalah pemerkosa bukanlah seorang ustadz. Kebiasaan yang sesungguhnya manusia adalah kebiasaan yang tersembunyi dari dalam dirinya yang tidak diketahui oleh banyak orang. Dari sini kita bisa mengindikasikan bahwa kebenaran yang sesungguhnya adalah kebiasaan tersembunyi dalam diri.
Komentar
Posting Komentar