Langsung ke konten utama

Padahal yang Disampaikan Hanyalah Bias Sosial

Perbincangan mengenai kehidupan sosial memang tidak akan pernah habis-habisnya baik itu dikemas dengan candaan bahkan sampai sindiran, yang mana apa yang disampaikan itu untuk menggambarkan kehidupan sosial yang terjadi. Banyak yang menganggap bahwa pesan yang disampaikan adalah benar apa adanya, padahal itu mungkin hanya sebagian benar saja. Karena memang dunia sosial itu begitu rumit, tidak seperti sains yang memiliki rumus secara baku. 

Ini bisa dikatakan sebuah bias sosial karena memang belum jelas apakah itu adalah suatu fakta atau palsu. Manusia tentu hanya bisa memandang beberapa hal, tidak mungkin ia bisa memahami dunia secara utuh apalagi kehidupan sosial yang selalu berkembang terus menerus. 

Mungkin suatu fakta benar pada satu sisi namun di satu sisi belum tentu benar. Semisal saat ini dimana anak muda saat ini digambarkan sebagai generasi pemalas, manja, lemah dan tidak bermoral. Mungkin sebagian orang menganggap bahwa itu benar, namun tentunya tidak tepat bahwa bila anggapan itu benar secara menyuruh. Karena memang tidak ada satu fakta pun yang menggambarkan satu kebiasaan manusia yang sama dan diakui oleh semua orang, itu tentu hal yang sulit. 

Kita tahu bahwa kebiasaan manusia itu beragam meski ada juga kebiasaan itu sama, hal ini tentu dipengaruhi oleh lingkungan yang sama pula namun meski lingkungan mempengaruhi tidak semua itu dapat merubah manusia secara total. Ada yang hanya sebagian ada yang sepenuhnya ada yang tidak terpengaruh dan bahkan ada uang justru bertolak belakang dengan lingkungan yang ada, semuanya pasti bisa terjadi. 

Jadi memang bisa dikatakan bahwa kehidupan sosial itu tidak bisa di wakili oleh beberapa fakta, akan tetapi harus menciptakan berbagai macam alternatif fakta. Maka bisa dikatakan bahwa semakin banyak alternatif fakta maka bias itu lama kelamaan akan pudar dan begitu sebaliknya jika fakta sosialnya dipersempit maka akan semakin bias.

Bahkan sesuatu yang bias itu tidak hanya berdasarkan fakta atau fenomena yang ada saja. Tentu dalam sebuah penyajian fakta akan ada sudut pandang yang dibawa oleh yang menyampaikannya. Kita sering sekali melihat sebuah tayangan video atau gambar yang sama persis namun dengan penyampaian yang berbeda. Yang satu menjelek-jelekan dan yang satu membagus-baguskan sehingga bisa dikatakan bahwa sebuah fakta juga bisa berubah keasliannya tergantung siapa yang membawanya. Sebuah fakta itu diproses dengan dilihat dipahami lalu disampaikan. Mengenai proses pemahaman ini terjadi sebuah perubahan nilai yang tentu dipengaruhi oleh nilai yang ia anut sebelumnya. 

Apalagi ini adalah sesuatu yang berbuntut panjang yang mana sebuah informasi itu belum tentu yang menyampaikan itu melihat secara langsung. Bisa saja ia hanya sekedar mengambil gambar lalu mengedit semaunya dan nanti jika disampaikan ke yang lainnya maka semakin lama semakin berubah narasinya. 

Sehingga bisa dikatakan bahwa sebuah fakta lama kelamaan semakin membias dan membias. Namun entah mengapa masih banyak yang menganggap bahwa itu adalah sebuah fakta yang sesungguhnya. Apalagi di era modern ini yang mana kita anggap bahwa informasi itu semakin mudah untuk didapat, namun ini juga menjadi sebuah tantangan baru kira-kira yang mana fakta yang sesungguhnya. Tentu mencari sebuah fakta yang benar adalah hal yang sulit, ini seperti mencari jarum di tumpukan jerami, kita harus mencari sebuah kebenaran di antara kebohongan yang banyak beredar. Tentu ini adalah hal yang sulit, sehingga wajar saja saat ini orang bukannya semakin pintar namun justru malah semakin bodoh. Di sisi lain ia malas mencari kebenaran ia pun juga mudah percaya begitu saja tanpa mengecek ulang kembali.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...