Langsung ke konten utama

Kebutuhan Palsu Di Kalangan Anak Muda

Fenomena kebutuhan palsu atau yang lebih dikenal dengan istilah "fake needs" saat ini menjadi isu yang semakin berkembang di kalangan anak muda. Fake needs dapat diartikan sebagai kebutuhan yang sebenarnya tidak terlalu penting, namun dipaksa untuk dipenuhi oleh pengaruh dari lingkungan sekitar, media sosial, dan iklan yang mempengaruhi pandangan hidup anak muda saat ini.

Anak muda seringkali terjerumus dalam konsumsi barang-barang yang sebenarnya tidak penting, hanya karena dipengaruhi oleh tren atau gaya hidup yang sedang populer di lingkungan sekitar mereka. Hal ini terjadi karena anak muda seringkali merasa perlu untuk menunjukkan status sosial atau image yang
mereka miliki melalui barang-barang mahal atau mewah.

Fenomena kebutuhan palsu di kalangan anak muda menjadi semakin menonjol seiring dengan perkembangan zaman. Anak muda seringkali merasa perlu untuk membeli barang-barang tertentu hanya karena melihat banyak orang yang memilikinya di media sosial. Hal ini disebabkan oleh kecenderungan untuk membandingkan diri dengan orang lain, dan merasa terpinggirkan jika tidak memiliki barang yang sama dengan teman-temannya.

Media sosial memainkan peran penting dalam fenomena ini. Anak muda terus-menerus terpapar dengan gambar dan video dari orang-orang yang mereka ikuti di media sosial. Banyak dari gambar dan video ini menampilkan barang-barang mewah atau mahal yang seolah-olah menjadi simbol status sosial.
Anak muda kemudian merasa tertarik untuk memiliki barang-barang tersebut agar mereka juga bisa memperlihatkan status sosial yang sama.

Tidak hanya media sosial, iklan juga menjadi faktor penting dalam mempengaruhi anak muda untuk membeli barang-barang yang sebenarnya tidak terlalu penting. Iklan seringkali menampilkan gambar atau video yang menarik perhatian dan membuat anak muda tertarik untuk membeli barang tersebut,
meskipun sebenarnya mereka tidak benar-benar membutuhkannya.

Selain itu, gaya hidup konsumeris juga menjadi faktor lain yang mempengaruhi fenomena kebutuhan palsu di kalangan anak muda. Gaya hidup konsumeris ini mendorong anak muda untuk selalu membeli barang-barang baru dan terbaru. Anak muda merasa perlu untuk selalu terlihat up-to-date dengan tren
terbaru, dan seringkali mengorbankan tabungan mereka untuk membeli barang-barang yang sebenarnya tidak terlalu penting.

Beberapa contoh kebutuhan palsu yang sering dilakukan oleh anak muda adalah:

  1. Beli gadget terbaru: Anak muda sering merasa perlu untuk memiliki gadget terbaru, bahkan jika gadget yang mereka miliki saat ini masih berfungsi dengan baik. Mereka merasa perlu menunjukkan bahwa mereka up-to-date dengan teknologi terbaru.
  2. Beli produk fashion branded: Anak muda seringkali merasa perlu untuk membeli produk fashion branded seperti tas, sepatu, pakaian, dan aksesoris. Mereka ingin menunjukkan status sosial mereka dan terlihat keren di mata teman-teman mereka.
  3. Berlangganan aplikasi streaming: Anak muda seringkali merasa perlu untuk berlangganan aplikasi streaming seperti Netflix, Spotify, atau Apple Music. Meskipun mereka mungkin tidak memiliki waktu untuk menonton atau mendengarkan semua konten yang tersedia, mereka merasa perlu untuk memiliki akses ke konten tersebut.
  4. Traveling ke tempat-tempat eksotis: Anak muda seringkali merasa perlu untuk traveling ke tempat-tempat eksotis dan mengunggah foto-foto liburan mereka di media sosial. Mereka ingin menunjukkan bahwa mereka memiliki gaya hidup yang serba bisa dan terlihat keren di mata teman-teman mereka.
  5. Beli makanan dan minuman mahal: Anak muda seringkali merasa perlu untuk membeli makanan dan minuman mahal seperti kopi gourmet atau makanan organik. Mereka ingin menunjukkan bahwa mereka peduli dengan kesehatan dan gaya hidup yang sehat, dan terlihat keren di mata teman-teman mereka.

Namun, perlu diingat bahwa kebutuhan palsu ini bersifat relatif, dan dapat berbeda-beda tergantung pada masing-masing individu dan lingkungan sosial mereka. Yang penting adalah untuk mempertimbangkan dengan baik apakah sebuah kebutuhan benar-benar penting atau hanya didorong oleh tekanan sosial atau iklan yang menyesatkan.

Fenomena kebutuhan palsu pada anak muda dapat berdampak pada keuangan mereka di masa depan. Anak muda yang terjerumus dalam konsumsi barang-barang yang tidak penting seringkali mengalami kesulitan dalam mengatur keuangan mereka di kemudian hari. Selain itu, hal ini juga dapat mempengaruhi pola konsumsi di masyarakat secara umum, yang pada akhirnya berdampak pada keberlangsungan ekonomi suatu negara.

Oleh karena itu, penting bagi anak muda untuk lebih bijak dalam mengelola keuangan dan tidak terjerumus dalam fenomena kebutuhan palsu ini. Mereka perlu memahami bahwa tidak semua barang yang terlihat mewah atau populer di lingkungan sekitar harus mereka miliki. Mereka harus lebih fokus pada memenuhi kebutuhan dasar mereka dan membangun keuangan yang sehat di masa depan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...