Langsung ke konten utama

Dilema di Era Damai

 Hidup di era damai siapa yang tidak menginginkannya, semua orang pasti menginginkan hal tersebut apalagi mereka yang hidup di zaman perang. Kedamaian mungkin adalah sebuah impian yang diinginkan oleh banyak orang meski caranya dengan hal yang tidak manusiawi. Contohnya seperti perang yang mana perang itu ada untuk demin kedamaian negaranya tentu. Hal ini tentu dilakukan untuk memperoleh sumber daya alam dan penyatuan sebuah wilayah. Memang sulit rasanya menciptakan kedamaian dengan cara baik-baik, apa-apa harus dilakukan dengan kekerasan. 

Memang saat ini tindakan kekerasan itu sudah dikurangi baik dari segi hukum maupun tindakan masyarakat meskipun masih ada manusia yang menggunakan tindakan kekerasan untuk demi kedamaian. Kedamaian yang dilakukan itu pasti untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya. Memang sulit menciptakan sebuah kedamaian bagi seluruh manusia, pasti akan selalu muncul ketimpangan yang terjadi. 

Meski kita memang berada di era damai namun memang tetaplah kedamaian itu hanya ad pada sebagian saja sedangkan yang lainnya belum. Maka dari itu misi kita bagi kita yang sudah damai bisa membawa kedamaian ke wilayah lain.

Mengenai makna perdamaian sendiri mungkin setiap orang memiliki pandangannya masing-masing. Bagi pandangan pribadi saya sendiri mengenai kriteria damai sendiri memang tidak ada tindak kekerasan baik verbal, psikologis, maupun fisik, serta merasa cukup untuk makan tiga kali dan memiliki tempat tinggal yang tetap. Mungkin kita gambarkan kedamaian secara cukup dan sederhana karena memang jika bicara damai akan sulit jika dipahami secara batin. 

Hidup di era damai ini tentu memiliki karakteristik dan mental berbeda dengan masyarakat di era damai. Jika di era perang atau krisis masyarakat cenderung pekerja keras dan bermental kuat yang mana hidupnya dihabiskan untuk bekerja. Berbeda dengan masyarakat yang hidup di era damai yang mana masyarakat cenderung santai dan banyak menghabiskan waktunya untuk bersenang-senang. 

Memang agak menyebalkan jika kita melihat masyarakat yang hidup di era damai yang mana mereka terlalu dimanja dengan keadaan hingga akhirnya ia tidak mampu menghadapi tantangan yang lebih keras. Terkadang mereka merasa sombong dengan apa yang dimiliki atau yang ia lakukan. Sepeti tawuran yang merek lakukan seakan itu hal-hal yang dianggap keren padahal jika mereka dijatuhkan ke medan prang belum tentu bisa bertahan. 

Hidup di era damai menjadi sebuah tantangan yang mana manusia semakin individualistik. Jika dulu orang bersatu bekerja sama untuk melawan sesuatu atau mencapai sesuatu namun sekarang ini memang sulit karena bersatu pun untuk apa. Karena saat ini manusia memiliki keberagaman dalam memilih hidupnya, berbeda dengan masyarakat dulu yang tujuan hidupnya untuk kedamaian. 

Memang akan menjadi sebuah kebingungan hidup di era sekarang, karena setelah kita hidup di era damai lantas apa tujuan yang harus di capai. Setelah hidup di era damai memang kita akan masuk ke era kreatifitas dan kebebasan yang mana manusia bebas mengekspresikan dirinya. Dari dampak kebebasan ini memang sisi buruknya manusia justru berkelakuan aneh, karena tidak ada larangan maupun teguran sehingga manusia bebas melakukan sesuatu semaunya. 

Dan memang wajar jika saat ini banyak yang menyukai sesama jenis, menikah dengan barang-barang senang di dunia ilusi, tergila-gila dengan idola dan lain semacamnya. Hidup di era damai itu tandanya kita menuju era kegilaan dunia yang mana dunia didominasi orang-orang yang tak bermoral. Memang manusia itu jika di beri kekerasan dan kekangan menjadi gila dan diberi kebebasanan kebahagiaan pun juga menjadi gila juga.

Oleh karen itu memang perlu adanya sebuah kontrol atau kebijakan. Meski dunia sudah damai, ekonomi stabil, hilangnya kekerasan bukan berarti manusia lepas dari aturan. Manusia itu tidak seperti hewan yang mana hewan tanpa diatur memiliki peraturannya tersendiri la. git bumi dan benda-benda lain semuanya memiliki aturannya tersendiri. Manusia tentu tidak demikian, manusia itu dalam hidupnya tidak memiliki aturan baku dalam hidupnya. Ia bisa melakukan sesuatu semaunya bahkan melawan kodrat yang sudah ditetapkan. Ada aturan pun manusia masih banyak yang membangkang, bagaimana jika tanpa aturan pasti manusia akan liar bahkan melebihi binatang buas.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...