Langsung ke konten utama

Akumulasi Primitif di Indonesia

Pada masa Kerajaan Nusantara, yang mencakup periode yang sangat panjang dan meliputi berbagai kerajaan di Indonesia, konsep akumulasi primitif belum ada dalam bentuk yang sama seperti yang dikembangkan oleh teori Marxis. Namun, ada beberapa praktek ekonomi yang dapat dianggap sebagai bentuk awal dari akumulasi primitif.

Sebelum abad ke-19, terdapat beberapa praktek ekonomi yang dapat dianggap sebagai bentuk awal dari akumulasi primitif di Indonesia. Salah satunya adalah sistem perekonomian yang dilakukan oleh kerajaan-kerajaan di Indonesia pada masa itu, seperti sistem kerajaan Mataram dan Sriwijaya. Praktek perdagangan ini melibatkan pengambilan alih sumber daya alam dan barang-barang lain dari wilayah-wilayah jajahan dan mengirimkannya ke wilayah pusat kerajaan atau ke negara-negara tetangga sebagai bentuk perdagangan. Sistem ini melibatkan pengumpulan pajak dan upeti dari rakyat sebagai sumber pendapatan kerajaan, dan kemudian digunakan untuk membiayai proyek-proyek pembangunan dan ekspansi kekuasaan.

Selain itu, pada masa itu juga terdapat praktik perdagangan dan pengambilan sumber daya alam oleh para pedagang dari luar negeri seperti Arab, Cina, dan India. Praktik perdagangan ini sering melibatkan pembayaran dengan barang, sehingga para pedagang tersebut memperoleh keuntungan yang besar dari perdagangan dengan Indonesia.

Selain itu, pada masa itu juga terdapat bentuk eksploitasi tenaga kerja seperti kerja paksa dan perbudakan. Namun, praktek-praktek ini biasanya tidak terpusat dalam sistem ekonomi yang disengaja, melainkan lebih sering terjadi sebagai akibat dari perang atau praktik-praktik sosial dan budaya tertentu.

Dalam keseluruhan, meskipun ada beberapa praktek ekonomi yang dapat dianggap sebagai bentuk awal dari akumulasi primitif pada masa Kerajaan Nusantara, konsep ini belum sepenuhnya terbentuk dan tidak mengalami perkembangan dalam bentuk yang sama seperti yang terjadi pada masa kolonialisme Belanda.

Meskipun demikian, praktek-praktek ini tidak mencapai level sistematis dan terorganisir seperti yang terjadi pada masa kolonialisme Belanda di abad ke-19 dan awal abad ke-20, sehingga konsep akumulasi primitif tidak dapat diterapkan secara tepat pada masa sebelum abad ke-19 di Indonesia.

Top of Form

Indonesia juga mengalami proses akumulasi primitif selama masa penjajahan oleh Belanda, terutama pada abad ke-19 dan awal abad ke-20. Pada masa itu, Belanda mengambil alih kendali atas produksi dan perdagangan di wilayah-wilayah kolonial Indonesia dan mengeksploitasi sumber daya alam dan tenaga kerja Indonesia secara besar-besaran.

Belanda mengambil alih tanah dan sumber daya alam di Indonesia, dan memperkenalkan sistem monopoli di sektor ekonomi, seperti perkebunan, pertambangan, dan perdagangan. Mereka juga memperkenalkan sistem tanam paksa (cultuurstelsel) di mana penduduk setempat harus menanam tanaman komersial seperti kopi, tebu, dan nilam di atas lahan mereka sendiri sebagai bagian dari pajak tanah.

Sistem tanam paksa ini mengakibatkan kesengsaraan dan penindasan bagi penduduk Indonesia, karena mereka dipaksa bekerja tanpa upah atau dengan upah yang sangat rendah. Banyak orang Indonesia yang mati akibat kerja paksa, kelaparan, dan penyakit yang menyebar di lingkungan kerja.

Akumulasi primitif di Indonesia juga melibatkan praktik perampasan tanah dan pengusiran penduduk asli dari tanah mereka. Banyak petani dan nelayan yang diusir dari tanah mereka untuk memberikan ruang bagi perkebunan dan tambang milik Belanda. Selain itu, Belanda juga mengeksploitasi sumber daya alam Indonesia seperti kayu, karet, dan minyak bumi tanpa memberikan penghargaan atau kompensasi yang layak kepada penduduk asli.

Dalam rangka untuk mengatasi kesengsaraan dan kesenjangan yang dihasilkan dari akumulasi primitif, banyak gerakan perlawanan dan perjuangan kemerdekaan yang muncul di Indonesia pada awal abad ke-20. Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, negara ini terus mengalami perkembangan sosial dan ekonomi yang kompleks yang terus mempengaruhi arah pembangunan di negara ini hingga saat ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Struktural Keorganisasian Kampus

(Dokumen Pribadi) Jika kamu adalah anak kuliah tentu pasti sudah tahu apa itu organisasi kampus. Mungkin ada sedikit perbedaan antara organisasi kampus dengan organisasi lainnya. Jelasnya organisasi kampus tentunya diisi oleh mahasiswa dan tentunya pola pikir keorganisasian dan tujaunnya berbeda dengan organisasi diluar kampus. Organisasi kampus sendiri terdiri dari dua macam, ada organisasi intra kampus kampus dan organisasi ekstra kampus. Organisasi kampus ini seberulnya hampir mirip dengan sistem kenegaraan kita seperti eksekutif, legislatif dan partai politik. Organisasi kampus ini, bisa disebut juga sebagai miniatur negara, untuk lebih jelasnya saya akan jelaskan dibawah ini:  Organisasi Intra Kampus Definisi organisasi intra kampus sendiri ada di dalam aturan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 155/U/1998 tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi (PUOK). Secara singkatnya organisasi intra kampus ini berada di bawah naungan kampus. Orga...

Antara Alam Pikiran dan Alam Realitas

Pernahkan kamu berfikir? Ya tentunya semua orang di dunia ini melakukan segala aktifitas dengan berfikir kecuali pada saat tidur dan pingsan. Hal yang unik dari manusia adalah manusia berbeda dengan fikirannya hewan. Hewan hanya berfikir berdasarkan insting naluri berfikirnya jika ada hewa-hewan cerdas seperti lumba-lumba dan  simpanse, mereka tentunya harus dilati terlebih dahulu. Tanpa dilatih mereka hanya hewan biasa walaupun di katakan hewan cerdas pun pemikiran mereka tetap saja tidak bisa berkembang. (Pixlab.com) Manusia tentunya memiliki kelebihan dibandingkan dengan hewan lain yakni pikiran, dengan pikiran manusia bisa melakukan hal yang sulit menjadi mudah, membuat hal yang kreatif dan inovatif, berimajinasi, berlogika, mempelajari hal baru dan masih banyak yang lainnya. Sejauh ini peradaban diciptakan oleh manusia dari masa-masa, manusia mempelajari hal baru dan ilmi-ilmu baru. Berbicara tentang pemikiram ini tentunya adalah hal yang unik, karena setiap orang memiliki tin...

Buat Apa Kita Belajar

Pertanyaan ini sebetulnya adalah pertanyaan yang kurang kerjaan, tetapi memang perlu kita pikirkan bersama. Memang sudah jelas tujuan belajar adalah menjadi orang yang pintar. Tetapi menurut saya itu bukan jawaban yang tepat. mengapa itu bukan jawaban yang tepat, karena kita harus lihat dulu tujuan dari belajar itu sendiri. Jujur saya orang yang senang belajar tetapi saya kurang suka pelajaran di sekolah, karena orientasinya hanya sekedar nilai. Mungkin ini tidak sesuai dengan stigma masyarakat. (Pixabay.com) Kita tentunya harus mengubah tujuan dari belajar. Jika kita belajar rajin mengerjakan PR, rangking satu, ujian selalu baik tentunya itu adalah anak yang pintar. Padahal itu bukan orang yang pintar, tetapi dia hanya ingin dipandang baik masyarakat (sekolah) makanya harus rajin agar dipuji oleh banyak orang. Jika kamu merasa puas ketika dipuji karena rangking satu tentunya sangat puas. Tetapi puasnya hanya cukup disitu saja. Setelah ia puas maka ya sudah pelajaran yang telah lalu di...