Langsung ke konten utama

Apa yang Dimaksud dengan Peka

 Peka mungkin kalimat ini sudah familiar di telinga kita. Entah mengapa jika mendengar kalimat peka ini seakan-akan menuduh orang tersebut adlah orang yang buruk. Entah bagaimana menggambarkan peka itu seperti apa. Mungkin selintas di sini saya memahami peka dalam pandangan saya pribadi. Peka mungkin bisa dikatakan sebuah pola komunikasi tanpa kalimat atau kata-kata secara langsung. Biasanya menggunakan komunikasi dengan kode atau simbol dan semacamnya yang mana dengan kode tersebut tanpa diberitahu dengan kata orang tersebut langsung mengetahuinya.

Meski ia adalah sesuatu yang tidak berupa kata-kata atau suara namun tentunya hal terbut perlu adanya sebuah kesepakatan bersama, adalah sesuatu hal yang aneh misalnya jika kita memberi tahu seseorang dengan bahasa isyarat kemudian orang tersebut tidak memahaminya lantas kita menjudge orang tersebut salah. Tentu di sini yang salah bukan orang diberi isyarat namun orang yang memberi isyarat mengepa tidak memberi tahu dari awal. Ini memang sebuah pola komunikasi yang aneh namun sering diberlakukan oleh orang lain.

Alasan orang dalam menggunakan isyarat tersebut memiliki beragam alasan seperti: pertama, malas untuk menggunakan mulut. Kedua, ragu untuk mengatakannya atau takut salah atau sulit untuk diungkapkan. Ketiga, sudah menjadi sebuah kebiasaan. Namun apapun alasannya tetap saja dalam hal komunikasi itu haruslah jelas apa maksudnya dan apa tujuannya. Meski sebelumnya sudah diberitahu dan diberi sebuah kesepakatan mengenai apa yang dimaksud. Namun tetap saja hal tersebut tida bisa mewakili dengan cara bicara.

Alasannya karena sebuah isyarat tentu memiliki keterbatasan kode dan bahkan dalam satu kode itu bisa saja memiliki maksud yang berbeda sehingga ada kemungkinan terjadi kesalahan dalam membaca isyarat. Bagi orang tersebut yang benar-benar peka mungkin ini tidaklah menjadi sebuah masalah. Namun bagaimana jika orang tersebut merupakan seseorang yang logis dan hanya memahami sesuatu dengan jelas dan kongkret.

Memang tidak semua manusia itu tidak bisa disamakan semua, kita tentunya harus bijak dalam melakukan sebuah pola komunikasi. Apalagi jika orang tersebut merupakan oerang yang baru dikenal tentu tidak bisa jika menggunakan pola sama dengan orang yang kita sudah kenal meskipun memang ada orang yang baru kenal namun langsung peka namun tentu hal tersebut tidak semua orang bisa.

Sebenarnya bisa dikatakan mungkin setiap orang itu memiliki kepekaannya masing-masing atau sensitifitasnya masing-masing. Ini mungkin bisa dikategorikan sebagai bakat seseorang. Semisal ada yang paham mengenai gerak tubuh seseorang ia langsung tahu apa yang akan ia lakukan, ada yang paham soal rasa makanan baik dari bahan makanannya atau cara ia memasak, dapat mengetahui mara bahaya, atau ia mungkin adalah seseorang yang dapat memprediksi masa depat meski beberapa saat.

Setiap orang pasti emiliki sisi kepekaan atau snsitifitasnya masing-masing, jadi tidak bisa kita menyamaratakan bahwa orang tersebut harus peka dalam hal kode, isyarat atau simbol. Bisa saja ia memiliki kepekaan yang lainnnya yang mana hal tersebut tidak ia ketahui. Sebenarnya memang kepekaan ini bisa dilatih bagi orang-orang yan tentunya tidak terlalu peka. Ia bisa dilakukan dengan cara bermeditasi, mencoba hal-hal baru, melatih indra dengan cara merasa dengan penuh perhatian, dan lain semacamnya yang mungkin masih banyak lagi yang bisa dilakukan.

Sebenarnya peka dalam hal kode seperti sebuah percintaan itu mudah untuk dilakukan namun tergantung apakah ada kesepakatan sosial di sananya. Namun saya rasa ini adalah sesuatu hal yang sulit digeneralisasi karena setiap manusia itu unik dan tidak bisa kita memahami seseorang dengan cara yang sama. Jadi pada intinya jika orang tersebut tidak peka jangan dipaksa untuk peka karena hal tesebut hanya buang-buang waktu serta menyiksa batin. Lebih baik komunikasi dengan baik dan benar, entah alasannya apapun tetap saja komunikasi dengan ucapan itu lebih baik karena itu dapat dipahami oleh orang banyak.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tuhan tidak Menciptakan Kemiskinan

Kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak- hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Lalu apakah kemiskinan itu tuhan sendiri yang menciptakannya atau manusia sendirilah yang menciptakan kemiskinan tersebut. Akan tetapi banyak dari kalangan kita yang sering menyalahkan tuhan, mengenai ketimpangan sosial di dunia ini. Sehingga tuhan dianggap tidak mampu menuntaskan kemiskinan. (Pixabay.com) Jika kita berfikir ulang mengenai kemiskinan yang terjadi dindunia ini. Apakah tuhan memang benar-benar menciptakan sebuah kemiskinan ataukah manusia sendirilah yang sebetulnya menciptakan kemiskinan tersebut. Alangkah lebih baiknya kita semestinya mengevaluasi diri tentang diri kita, apa yang kurang dan apa yang salah karena suatu akibat itu pasti ada sebabnya. Tentunya ada tiga faktor yang menyebabkan kemiskinan itu terjadi, yakni pertama faktor  mindset dan prilaku diri sendiri, dimana yang membuat seseorang...

Pendidikan yang Humanis

Seperti yang kita kenal pendidikan merupakan suatu lembaga atau forum agar manusia menjadi berilmu dan bermanfaat bagi masyarakat. Pendidikan merupakan tolak ukur sebuah kemajuan bangsa. Semakin baik sistem pendidikannya maka semakin baik pula negaranya, semakin buruk sistem pendidikannya semakin buruk pula negara tersebut. Ironisnya di negara ini, pendidikan menjadi sebuah beban bagi para murid. Terlalu banyaknya pelajaran, kurangnya pemerataan, kurangnya fasilitas, dan minimnya tenaga pengajar menjadi PR bagi negara ini. Saat ini pendidikan di negara kita hanyalah sebatas formalitas, yang penting dapat ijazah terus dapat kerja. Seakan-akan kita adalah robot yang di setting dan dibentuk menjadi pekerja pabrik. Selain itu, ilmu-ilmu yang kita pelajari hanya sebatas ilmu hapalan dan logika. Akhlak dan moral dianggap hal yang tebelakang. Memang ada pelajaran agama di sekolah namu hal tersebut tidaklah cukup. Nilai tinggi dianggap orang yang hebat. Persaingan antar sesama pelajar mencipta...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...