Langsung ke konten utama

Akumulasi Primitif dari Masa ke Masa

Akumulasi primitif atau primitive accumulation adalah konsep dalam teori ekonomi politik yang merujuk pada proses historis di mana modal atau kekayaan awal terkumpul atau diakumulasi sebelum munculnya kapitalisme. Proses ini melibatkan berbagai tindakan seperti penaklukan, penjajahan, dan pemusatan tanah, serta pemaksaan buruh untuk bekerja pada tingkat upah yang sangat rendah atau bahkan tanpa upah. Akumulasi primitif dapat menghasilkan modal yang besar yang kemudian digunakan sebagai modal awal dalam pembentukan kapitalisme.

Konsep akumulasi primitif pertama kali diperkenalkan oleh Karl Marx dalam karyanya yang berjudul "Das Kapital". Menurut Marx, akumulasi primitif merupakan tahap awal dari perkembangan kapitalisme, di mana modal awal dikumpulkan melalui penindasan dan pemanfaatan sumber daya alam dan tenaga kerja. Akumulasi primitif juga menciptakan perbedaan kelas yang tajam antara kapitalis dan buruh, yang menjadi dasar bagi pembentukan sistem kapitalisme modern.

Secara umum, akumulasi primitif dilihat sebagai proses yang menyebabkan ketidakadilan dan ketimpangan sosial. Konsep ini masih relevan hingga saat ini, terutama dalam konteks pembangunan ekonomi dan pertanian di negara-negara berkembang, di mana sering terjadi pemaksaan hak atas tanah dan eksploitasi tenaga kerja dalam rangka mengumpulkan modal awal bagi pembangunan industri.

Akumulasi primitif merujuk pada proses di mana kapitalisme muncul melalui penindasan dan pemanfaatan sumber daya alam, tenaga kerja, dan penduduk asli di wilayah-wilayah yang dikolonisasi oleh negara-negara Eropa pada abad ke-16 hingga abad ke-19. Proses ini menjadi salah satu dasar bagi pembentukan modalisme modern dan pengembangan sistem ekonomi global yang tidak setara.

Pada awalnya, akumulasi primitif terjadi melalui penjarahan, perampasan tanah, dan pemaksaan kerja paksa terhadap penduduk asli di wilayah kolonial.Para kolonis memanfaatkan sumber daya alam dan tenaga kerja yang mereka temukan di wilayah tersebut tanpa memberikan penghargaan atau kompensasi yang layak.
Selain itu, mereka juga memperkenalkan sistem perbudakan dan mengeksploitasi orang-orang Afrika untuk dijadikan tenaga kerja paksa di perkebunan atau tambang mereka.

Proses perkembangan akumulasi primitif terjadi selama beberapa abad dan melibatkan berbagai faktor sosial, ekonomi, dan politik yang mempengaruhi perkembangan kapitalisme modern. Berikut adalah beberapa tahapan utama dari perkembangan akumulasi primitif dari masa ke masa:

Abad ke-16: Penjelajahan dan Penaklukan Eropa Pada abad ke-16, negara-negara Eropa seperti Spanyol, Portugis, Inggris, dan Belanda mulai menjelajahi dan menaklukkan wilayah-wilayah baru di seluruh dunia. Mereka memanfaatkan sumber daya alam, seperti tanah dan mineral, serta mengambil tenaga kerja paksa dari penduduk asli di wilayah-wilayah tersebut.

Abad ke-17: Perbudakan dan Kolonialisme Pada abad ke-17, perdagangan budak dan perbudakan menjadi praktik yang umum dilakukan oleh negara-negara Eropa di wilayah-wilayah kolonial mereka di Amerika, Afrika, dan Asia. Perbudakan digunakan sebagai sumber daya tenaga kerja yang murah dan efektif untuk mengembangkan perkebunan dan tambang di wilayah-wilayah kolonial.

Abad ke-18: Revolusi Industri dan Pembangunan Modalisme Pada abad ke-18, Revolusi Industri mengubah cara manusia bekerja dan produksi, memungkinkan pembangunan modalisme. Di Inggris, pemilik modal mengambil alih tanah yang dulunya milik kaum petani dan mengubahnya menjadi perkebunan yang membutuhkan tenaga kerja yang murah dan efektif.

Abad ke-19: Pembagian Dunia dan Imperialisme Pada abad ke-19, negara-negara Eropa membagi dunia di antara mereka sendiri dan menguasai wilayah-wilayah di seluruh dunia, memperkenalkan sistem ekonomi pasar dan menciptakan sistem perdagangan yang tidak setara. Mereka juga mengembangkan industri di negara mereka dan mengekspor produk-produk mereka ke wilayah-wilayah kolonial, menciptakan pasar baru untuk produk-produk impor mereka dan menghancurkan produksi lokal.

Dalam perkembangannya, akumulasi primitif telah menyebabkan banyak penderitaan dan kesulitan bagi orang-orang yang menjadi korban dari praktik-praktik eksploitasi yang dilakukan oleh negara-negara Eropa. Namun, akumulasi primitif juga telah menciptakan dasar bagi perkembangan kapitalisme modern dan sistem ekonomi global yang terus berlangsung hingga saat ini.

Selama proses akumulasi primitif, negara-negara kolonial mengambil alih kontrol atas produksi dan perdagangan di wilayah-wilayah mereka. Mereka juga memperkenalkan sistem ekonomi pasar dan menghancurkan produksi lokal, menggantinya dengan produk-produk impor dari negara mereka sendiri. Hal ini memaksa penduduk asli untuk membeli barang-barang impor dengan harga yang mahal
dan tanpa daya tawar.

Proses akumulasi primitif terus berlanjut hingga akhir abad ke-19, ketika negara-negara kolonial mengambil kendali atas hampir seluruh dunia dan mendominasi sistem ekonomi global. Meskipun akumulasi primitif telah menghasilkan kekayaan dan kemakmuran bagi negara-negara kolonial, namun kebijakan ini juga menimbulkan kesengsaraan bagi jutaan orang dan menghasilkan konflik
yang berkepanjangan di seluruh dunia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...