Langsung ke konten utama

Dunia yang Menyuruhmu Dewasa



Pernahkah kamu duduk diam, memandangi langit sore yang oranye, lalu berpikir, "Kenapa aku harus dewasa?" Tentu, ini adalah pertanyaan retoris yang semua orang tahu jawabannya tapi pura-pura tidak. Dewasa adalah takdir tak terhindarkan, seperti hujan di musim penghujan atau tugas kelompok yang akhirnya hanya dikerjakan satu orang. Namun, menjadi dewasa tidak seindah yang dibayangkan di buku motivasi atau seminar parenting. Di dalamnya, ada jebakan tak terlihat: tanggung jawab, pengeluaran rumah tangga, dan tentu saja, kehilangan waktu bermain yang dulu kita anggap sepele.

Kita mulai dari masa kecil, masa di mana bermain petak umpet dan main layangan adalah kegiatan produktif. "Nikmati masa kecilmu," kata orang dewasa waktu itu. Dan kita percaya, karena waktu itu mereka terlihat tahu segalanya. Tapi tahukah kamu? Itu semua adalah tipu muslihat. Mereka hanya ingin kita menikmati hidup sebelum semuanya berubah menjadi spreadsheet, cicilan rumah, dan diskusi tentang harga cabai yang melonjak seperti plot sinetron.

Ketika waktu beranjak maju, tibalah masa-masa yang mereka sebut dewasa muda. Ini adalah masa transisi paling kejam dalam hidup, seperti dilempar dari pelampung renang ke dalam kolam penuh hiu. Kamu baru saja selesai tertawa bersama teman-teman sekolahmu, bermain game semalam suntuk, lalu tiba-tiba dunia memaksamu untuk berpikir soal karier, gaji, dan asuransi kesehatan. “Kamu sudah besar sekarang,” kata dunia, sambil melemparkanmu tagihan listrik pertama.

Ah, tapi mungkin ada harapan! Bukankah kita semua diajarkan untuk bermimpi? Sayangnya, mimpi itu hanya seperti episode filler dalam serial TV panjang kehidupan. Kita bermimpi menjadi musisi, penulis, atau bahkan astronot, hanya untuk berakhir menjadi karyawan yang mengisi laporan mingguan. Dunia nyata itu seperti bos jahat di video game; ia tidak peduli dengan idealisme atau semangatmu. Ia hanya ingin kamu menyelesaikan pekerjaanmu tepat waktu dan, kalau bisa, tanpa banyak protes.

Tentu, ada momen-momen di mana kamu ingin menyerah. Lalu, kamu mencari pelarian, seperti liburan atau rekreasi. Namun, jangan lupa, liburan dewasa itu tidak sama dengan liburan masa kecil. Ketika kecil, liburan adalah pergi ke taman bermain, bebas dari tanggung jawab. Kini, liburan adalah membayar hotel, tiket pesawat, dan oleh-oleh untuk keluarga, yang semuanya menguras isi rekening seperti lubang hitam.

Dan bicara soal keluarga, ada satu kenyataan pahit lain yang tak bisa dihindari: tanggung jawab kepada orang tua. “Kan orang tua masih mampu menafkahimu,” mungkin begitu alasanmu untuk tetap malas-malasan. Tapi, pada akhirnya, dunia akan menuntutmu untuk berdiri di atas kakimu sendiri. Itu bukan pilihan, itu keharusan. Dunia tidak peduli bahwa kamu ingin tetap menjadi anak kecil yang menghabiskan hari bermain bersama teman sekolah atau kuliah. Dunia hanya peduli bahwa kamu harus membayar tagihanmu tepat waktu.

Mungkin, yang paling menyedihkan dari semuanya adalah saat kamu menyadari bahwa menjadi dewasa berarti menjadi sendiri. Teman-temanmu yang dulu selalu ada kini sibuk dengan rumah tangga mereka sendiri, meninggalkanmu dengan tanggung jawab hidup yang menumpuk dan kesepian yang pelan-pelan merayap. Tak ada lagi tertawa tanpa beban, tak ada lagi obrolan sampai pagi soal mimpi-mimpi konyol yang kini hanya tinggal kenangan.

Ah, kalau saja waktu bisa berhenti, dan kita tetap berada di bangku sekolah, menikmati hidup tanpa beban. Tapi, waktu adalah musuh yang tidak bisa dikalahkan. Ia bergerak maju tanpa peduli siapa kamu atau apa yang kamu inginkan. Dan mimpi? Mimpi hanya akan tetap menjadi mimpi, representasi ideal dari dunia yang ada di kepalamu, tetapi tidak pernah benar-benar bisa menjadi kenyataan.

Jadi, apa yang bisa kita lakukan? Mungkin tidak banyak. Kita hanya bisa tertawa pahit, menyesap kopi pagi, dan berpura-pura bahwa kita baik-baik saja. Karena, seperti halnya waktu, hidup juga tidak peduli apakah kamu siap menjadi dewasa atau tidak. Dewasa adalah takdir, dan seperti kata pepatah, "Kalau sudah jatuh, sekalian saja tertawa." Karena apa lagi yang bisa kamu lakukan?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Struktural Keorganisasian Kampus

(Dokumen Pribadi) Jika kamu adalah anak kuliah tentu pasti sudah tahu apa itu organisasi kampus. Mungkin ada sedikit perbedaan antara organisasi kampus dengan organisasi lainnya. Jelasnya organisasi kampus tentunya diisi oleh mahasiswa dan tentunya pola pikir keorganisasian dan tujaunnya berbeda dengan organisasi diluar kampus. Organisasi kampus sendiri terdiri dari dua macam, ada organisasi intra kampus kampus dan organisasi ekstra kampus. Organisasi kampus ini seberulnya hampir mirip dengan sistem kenegaraan kita seperti eksekutif, legislatif dan partai politik. Organisasi kampus ini, bisa disebut juga sebagai miniatur negara, untuk lebih jelasnya saya akan jelaskan dibawah ini:  Organisasi Intra Kampus Definisi organisasi intra kampus sendiri ada di dalam aturan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 155/U/1998 tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi (PUOK). Secara singkatnya organisasi intra kampus ini berada di bawah naungan kampus. Orga...

Antara Alam Pikiran dan Alam Realitas

Pernahkan kamu berfikir? Ya tentunya semua orang di dunia ini melakukan segala aktifitas dengan berfikir kecuali pada saat tidur dan pingsan. Hal yang unik dari manusia adalah manusia berbeda dengan fikirannya hewan. Hewan hanya berfikir berdasarkan insting naluri berfikirnya jika ada hewa-hewan cerdas seperti lumba-lumba dan  simpanse, mereka tentunya harus dilati terlebih dahulu. Tanpa dilatih mereka hanya hewan biasa walaupun di katakan hewan cerdas pun pemikiran mereka tetap saja tidak bisa berkembang. (Pixlab.com) Manusia tentunya memiliki kelebihan dibandingkan dengan hewan lain yakni pikiran, dengan pikiran manusia bisa melakukan hal yang sulit menjadi mudah, membuat hal yang kreatif dan inovatif, berimajinasi, berlogika, mempelajari hal baru dan masih banyak yang lainnya. Sejauh ini peradaban diciptakan oleh manusia dari masa-masa, manusia mempelajari hal baru dan ilmi-ilmu baru. Berbicara tentang pemikiram ini tentunya adalah hal yang unik, karena setiap orang memiliki tin...

Buat Apa Kita Belajar

Pertanyaan ini sebetulnya adalah pertanyaan yang kurang kerjaan, tetapi memang perlu kita pikirkan bersama. Memang sudah jelas tujuan belajar adalah menjadi orang yang pintar. Tetapi menurut saya itu bukan jawaban yang tepat. mengapa itu bukan jawaban yang tepat, karena kita harus lihat dulu tujuan dari belajar itu sendiri. Jujur saya orang yang senang belajar tetapi saya kurang suka pelajaran di sekolah, karena orientasinya hanya sekedar nilai. Mungkin ini tidak sesuai dengan stigma masyarakat. (Pixabay.com) Kita tentunya harus mengubah tujuan dari belajar. Jika kita belajar rajin mengerjakan PR, rangking satu, ujian selalu baik tentunya itu adalah anak yang pintar. Padahal itu bukan orang yang pintar, tetapi dia hanya ingin dipandang baik masyarakat (sekolah) makanya harus rajin agar dipuji oleh banyak orang. Jika kamu merasa puas ketika dipuji karena rangking satu tentunya sangat puas. Tetapi puasnya hanya cukup disitu saja. Setelah ia puas maka ya sudah pelajaran yang telah lalu di...