Langsung ke konten utama

Bisnis Akhirat Jadi Tipu Daya



Akhirat, sebuah konsep yang seharusnya menjadi harapan dan tujuan akhir bagi setiap umat manusia, kini sering kali disalahgunakan oleh segelintir orang yang mengaku sebagai pemuka agama. Dalam banyak kasus, mereka menjadikan akhirat sebagai alat untuk menipu dan memanipulasi orang-orang yang tengah dilanda kekecewaan hidup. Seakan-akan, akhirat adalah jaminan untuk mendapatkan kebahagiaan yang hilang di dunia ini. Namun, ironisnya, banyak yang terjebak dalam narasi magis ini, rela menggelontorkan uang demi mendapatkan "asuransi akhirat" yang sebenarnya tidak ada jaminannya.

Dalam realitas ini, kita melihat fenomena di mana kepercayaan akan akhirat dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi. Tokoh-tokoh agama sering kali berdiri di podium dengan suara menggelegar, menawarkan janji-janji manis tentang kehidupan setelah mati. Mereka seolah menjadi broker spiritual yang menjual tiket masuk surga dengan harga yang selangit. Tentu saja, mereka tidak menyebutkan bahwa tiket tersebut tidak memiliki garansi keberangkatan. Dengan kata lain, meskipun seseorang telah membayar mahal untuk mendapatkan "keberkahan" dari sang pemuka agama, tidak ada kepastian bahwa mereka akan selamat di akhirat.

Banyak orang yang merasa putus asa dan kecewa dengan kehidupan duniawi mereka mencari pelarian dalam ajaran agama. Mereka berharap bisa menemukan kedamaian dan kebahagiaan melalui praktik-praktik keagamaan. Namun, alih-alih menemukan ketenangan jiwa, mereka justru terjebak dalam lingkaran ketergantungan kepada tokoh agama yang menjanjikan solusi instan. Dalam keadaan putus asa ini, banyak yang rela berkorban harta demi harapan semu akan keselamatan di akhirat.

Sungguh tragis melihat bagaimana kepercayaan akan akhirat bisa disalahgunakan sedemikian rupa. Orang-orang yang seharusnya menjadi panutan dan pembimbing spiritual malah menjadi predator yang memangsa ketidakberdayaan orang lain. Mereka menggunakan retorika indah tentang surga dan neraka untuk menakut-nakuti sekaligus menarik simpati dari pengikutnya. Dengan cara ini, mereka menciptakan ikatan emosional yang kuat antara diri mereka dan pengikutnya, sehingga orang-orang ini merasa tidak bisa hidup tanpa bimbingan sang pemuka agama.

Dalam konteks ini, kita juga perlu mempertanyakan integritas para pemuka agama tersebut. Apakah mereka benar-benar memahami esensi ajaran agama atau hanya sekadar memanfaatkan kepercayaan orang lain untuk kepentingan pribadi? Mereka sering kali berbicara tentang kesederhanaan dan pengorbanan, tetapi pada kenyataannya hidup dalam kemewahan hasil dari sumbangan para pengikutnya. Ini adalah sebuah paradoks yang mencolok: di satu sisi mereka mengajarkan kesederhanaan, sementara di sisi lain hidup dalam kemewahan.

Kekhawatiran akan masa depan di akhirat seharusnya menjadi pendorong bagi setiap individu untuk berbuat baik dan menjalani hidup dengan penuh makna. Namun, ketika ajaran tersebut diputarbalikkan menjadi alat manipulasi, maka nilai-nilai luhur itu pun hilang. Akhirat seharusnya menjadi motivasi untuk berbuat baik di dunia ini, bukan menjadi alat untuk menindas dan mengeksploitasi sesama.

Akhirnya, kita semua perlu menyadari bahwa tidak ada satu pun manusia yang bisa menjamin keselamatan kita di akhirat. Hanya Allah SWT yang memiliki kuasa atas segala sesuatu. Kita tidak perlu mencari jaminan dari manusia yang juga sama-sama berjuang dalam kehidupan ini. Sebaliknya, kita harus berusaha menjalani hidup dengan baik, memperbaiki diri sendiri, dan membantu sesama tanpa mengharapkan imbalan dari tokoh agama atau siapa pun.

Dengan demikian, marilah kita kembali kepada esensi ajaran agama yang sebenarnya: membangun hubungan baik dengan Tuhan dan sesama manusia tanpa harus terjebak dalam narasi-narasi menyesatkan tentang akhirat. Karena pada akhirnya, kebahagiaan sejati tidak terletak pada janji-janji kosong dari manusia, melainkan pada kedamaian hati yang diperoleh melalui amal baik dan keikhlasan dalam menjalani hidup ini.

Citations:

[1] https://informatics.uii.ac.id/category/pojok-dakwah/

[2] https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/16649/1/DEDE%20NURDIANSYAH-FITK.pdf

[3] https://jurnalfuda.iainkediri.ac.id/index.php/canoniareligia/article/download/1817/1034/6474

[4] https://www.tiktok.com/@irfanrizkihaas/video/7415584014066584838

[5] https://static.buku.kemdikbud.go.id/content/pdf/bukuteks/kurikulum21/Islam_BS_KLS_XII_.pdf

[6] http://e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/14822/1/REVISI%20PSIKOLOGI%20AGAMA.docx

[7] https://www.rctiplus.com/news/detail/gaya-hidup/2751846/kebohongan-paling-berbahaya-adalah-dusta-pada-diri-sendiri-istifti-qalbak

[8] https://www.instagram.com/nadirsyahhosen_official/p/CUKMd_PFy6c/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...