Langsung ke konten utama

Ponsel Usang




Ponselku yang sudah usang ini, mungkin sering kali jadi sasaran amarahku. Berkali-kali kubanting, kulempar ke sana kemari, hanya karena ia sering ngelag atau buffering ketika kubutuhkan. Terkadang rasanya seperti ponsel ini sengaja melawanku, menahan kecepatan dan merusak momen yang mestinya lancar. Namun, di balik semua kekesalan itu, ada sesuatu yang membuatku tak tega benar-benar melepasnya.

Ponsel ini bukan sekadar benda mati yang hanya berfungsi untuk berkomunikasi atau sekedar hiburan. Ia telah menjadi teman setia yang menemani hari-hariku selama bertahun-tahun. Setiap goresan di layarnya, setiap bunyi aneh yang kadang muncul dari speaker-nya, adalah jejak perjalanan yang ia lalui bersamaku. Di dalamnya, tersimpan banyak sekali kenangan—ratusan foto, rekaman suara, dan catatan-catatan kecil yang menggambarkan momen-momen penting dan sederhana dalam hidupku. Meski ruang penyimpanannya kian penuh, bahkan kerap memaksaku untuk menghapus beberapa aplikasi, ponsel ini terus setia mengabadikan semua yang berarti bagiku.

Ada banyak hal yang membuatku berat hati untuk menghapus file-file yang ada di dalamnya. Setiap foto, misalnya, adalah jendela kecil yang menghubungkanku dengan masa lalu. Potret-potret bersama teman lama, keluarga, atau saat-saat berharga lainnya yang mungkin takkan terulang lagi. Bagaimana mungkin aku bisa begitu saja menghapusnya? Setiap kenangan itu adalah bagian dari diriku, cerita yang terkadang ingin kulihat kembali ketika merasa sendirian atau ingin mengenang masa-masa bahagia.

Ironisnya, ponsel ini sering kali menemaniku justru ketika aku merasa paling kesepian. Di saat orang lain sibuk dengan ponsel mereka, asyik dengan dunianya masing-masing, aku pun terselamatkan dari rasa asing berkat kehadiran ponsel ini. Tak peduli seberapa lambat atau usangnya ia, ponsel ini setia memberikan ruang bagiku untuk bersembunyi sejenak, membiarkanku terhubung dengan kenangan atau hanya sekadar mencari hiburan untuk melarikan diri dari realitas.

Mungkin sudah waktunya mengganti ponsel ini dengan yang baru. Tapi, hati kecilku tak mampu begitu saja mengabaikan nilai sentimental yang ia bawa. Meski mungkin nantinya aku akan memiliki ponsel lain yang lebih canggih, lebih cepat, atau lebih modern, ponsel usang ini akan tetap menempati sudut istimewa di hatiku. Setiap kali melihatnya, aku akan teringat pada setiap momen yang telah ia abadikan, setiap pesan yang pernah kukirim dan terima, serta segala kenangan yang tersimpan di dalamnya.

Jadi, meskipun kadang ia membuatku kesal, mungkin aku akan tetap menyimpannya—bukan karena ia masih berfungsi sempurna, melainkan karena ia telah menjadi saksi bisu dari cerita hidupku.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tuhan tidak Menciptakan Kemiskinan

Kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak- hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Lalu apakah kemiskinan itu tuhan sendiri yang menciptakannya atau manusia sendirilah yang menciptakan kemiskinan tersebut. Akan tetapi banyak dari kalangan kita yang sering menyalahkan tuhan, mengenai ketimpangan sosial di dunia ini. Sehingga tuhan dianggap tidak mampu menuntaskan kemiskinan. (Pixabay.com) Jika kita berfikir ulang mengenai kemiskinan yang terjadi dindunia ini. Apakah tuhan memang benar-benar menciptakan sebuah kemiskinan ataukah manusia sendirilah yang sebetulnya menciptakan kemiskinan tersebut. Alangkah lebih baiknya kita semestinya mengevaluasi diri tentang diri kita, apa yang kurang dan apa yang salah karena suatu akibat itu pasti ada sebabnya. Tentunya ada tiga faktor yang menyebabkan kemiskinan itu terjadi, yakni pertama faktor  mindset dan prilaku diri sendiri, dimana yang membuat seseorang...

Pendidikan yang Humanis

Seperti yang kita kenal pendidikan merupakan suatu lembaga atau forum agar manusia menjadi berilmu dan bermanfaat bagi masyarakat. Pendidikan merupakan tolak ukur sebuah kemajuan bangsa. Semakin baik sistem pendidikannya maka semakin baik pula negaranya, semakin buruk sistem pendidikannya semakin buruk pula negara tersebut. Ironisnya di negara ini, pendidikan menjadi sebuah beban bagi para murid. Terlalu banyaknya pelajaran, kurangnya pemerataan, kurangnya fasilitas, dan minimnya tenaga pengajar menjadi PR bagi negara ini. Saat ini pendidikan di negara kita hanyalah sebatas formalitas, yang penting dapat ijazah terus dapat kerja. Seakan-akan kita adalah robot yang di setting dan dibentuk menjadi pekerja pabrik. Selain itu, ilmu-ilmu yang kita pelajari hanya sebatas ilmu hapalan dan logika. Akhlak dan moral dianggap hal yang tebelakang. Memang ada pelajaran agama di sekolah namu hal tersebut tidaklah cukup. Nilai tinggi dianggap orang yang hebat. Persaingan antar sesama pelajar mencipta...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...