Langsung ke konten utama

Hidup Dalam Lingkaran Waktu

 



Sekat demi sekat, dunia ini tercipta, membingkai hidup kita dalam tembok-tembok tak kasat mata. Dari bangku sekolah, kita diburu angka-angka, nilai-nilai yang menjanjikan masa depan. Setelah dewasa, kita berkejaran dengan uang, mengejar mimpi yang terbungkus dalam lembaran-lembaran kertas. Apakah hidup hanyalah sebuah perlombaan, sebuah angka-angka yang terus berputar, menghitung detik demi detik menuju kematian?

Jantung berdetak, waktu terus berlari. Kita terjebak dalam lingkaran tak berujung, berlomba dengan jam yang tak pernah berhenti berdetak. Kapan kita bisa berhenti sejenak, menenangkan diri, merenung di tengah hiruk pikuk dunia? Kapan kita bisa berdamai dengan waktu, bersantai dalam dekapannya?

Di waktu yang sesingkat ini, apa yang harus kita kejar? Apa yang harus kita hindari? Apa yang harus kita utamakan? Pertanyaan-pertanyaan ini bergema dalam jiwa, mencari jawaban di tengah arus kehidupan yang tak henti-hentinya mengalir.

Setiap tahun, kita melangkah maju, namun seakan hanya mengitari jalur yang sama. Apakah kita terjebak dalam sebuah lingkaran setan, terikat oleh aturan-aturan yang tak tertulis, tergilas oleh roda kehidupan yang tak kenal ampun?

Mungkin, kita perlu berhenti sejenak, menengok ke dalam diri, mencari makna di balik angka-angka dan waktu yang terus berputar. Mungkin, kita perlu menemukan nilai-nilai yang lebih berharga, bukan sekadar angka-angka, bukan sekadar uang, bukan sekadar ambisi.

Mungkin, kita perlu menemukan ketenangan di tengah badai, menemukan kedamaian di tengah hiruk pikuk, menemukan makna di balik kehidupan yang penuh dengan sekat-sekat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...