Langsung ke konten utama

Hacking Reality


Membandingkan hidup dengan game memang menarik. Kita semua memulai "permainan" ini dengan level yang berbeda. Ada yang dilahirkan dengan privilege, ada yang harus berjuang keras dari nol. Ada yang dengan mudah mencapai "level atas" dengan cara yang tidak adil, sementara yang lain terjebak di level bawah meski sudah berjuang keras.

Namun, analogi game ini hanya bisa sampai di sini. Kehidupan bukanlah game yang bisa direset atau diulang. Kita tidak bisa memilih level awal, kita tidak bisa memilih "skill" yang kita miliki, dan kita tidak bisa memilih "misi" yang kita jalani. Kehidupan penuh dengan ketidakpastian, penuh dengan tantangan yang tidak terduga, dan penuh dengan kekecewaan yang tak terhindarkan.

Pertanyaan tentang keadilan Tuhan, tentang mengapa ada orang yang "dihack" dan ada yang "berjuang" dengan sia-sia, adalah pertanyaan yang rumit. Tidak ada jawaban pasti, tidak ada penjelasan yang memuaskan.

Mungkin, Tuhan tidak menciptakan dunia ini dengan sistem yang adil. Mungkin, Tuhan memberikan kebebasan kepada manusia untuk memilih jalannya sendiri, dan kebebasan itu membawa konsekuensi, termasuk ketidakadilan.

Atau mungkin, kita yang merubah aturan Tuhan. Kita yang menciptakan sistem "kecurangan" dalam "game" kehidupan ini. Kita yang membangun hierarki, kita yang menciptakan kesenjangan, kita yang melakukan ketidakadilan. 

Yang pasti, kita tidak bisa terus-menerus terjebak dalam pertanyaan-pertanyaan yang tak terjawab. Kita harus menemukan makna hidup kita sendiri, terlepas dari ketidakadilan yang kita rasakan. Kita harus menemukan tujuan kita sendiri, terlepas dari "level" yang kita miliki.

Mungkin, kita tidak bisa mengubah sistem "game" ini, tetapi kita bisa mengubah cara kita bermain. Kita bisa memilih untuk bermain dengan adil, bermain dengan penuh kasih, dan bermain dengan penuh makna. Kita bisa memilih untuk membantu mereka yang terjebak di level bawah, kita bisa memilih untuk melawan sistem "kecurangan", dan kita bisa memilih untuk menciptakan dunia yang lebih adil.

Kehidupan ini memang penuh dengan misteri, penuh dengan pertanyaan yang tak terjawab. Tetapi, kita tidak harus terjebak dalam pertanyaan-pertanyaan itu. Kita bisa memilih untuk fokus pada hal-hal yang bisa kita kontrol, pada hal-hal yang bisa kita ubah, pada hal-hal yang bisa kita ciptakan.

Kita bisa memilih untuk menemukan makna hidup kita sendiri, terlepas dari ketidakadilan yang kita rasakan. Kita bisa memilih untuk menemukan tujuan kita sendiri, terlepas dari "level" yang kita miliki.

Dan mungkin, di tengah ketidakpastian ini, kita akan menemukan jawaban yang kita cari.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...