Langsung ke konten utama

Kera dan Mesin Canggih



Bayangkan sebuah taman yang subur, dipenuhi pohon-pohon pengetahuan yang berbuah manis.  Di tengah taman itu berdiri sebuah mesin ajaib, sebuah alat canggih yang mampu menyiram, memangkas, dan menyuburkan pohon-pohon itu dengan sekejap mata.  Mesin itu adalah teknologi, hadiah dari zaman yang serba cepat.  Seekor kera, mewakili manusia modern, diberikan akses penuh ke mesin ajaib ini. 

Awalnya, kera itu terpesona. Ia melihat bagaimana mesin itu dengan mudah menyirami pohon pengetahuan, membuat buah-buahnya semakin ranum dan lezat.  Ia memetik buah-buah itu, menikmati rasa manisnya, dan merasa dirinya semakin pintar.  Ia menggunakan teknologi untuk belajar, untuk bereksperimen, untuk menciptakan hal-hal baru.  Kemajuannya terasa pesat, seperti tanaman yang tumbuh subur di musim semi.

Namun, lama-kelamaan, kera itu mulai malas.  Ia menyadari bahwa mesin ajaib itu mampu melakukan segalanya dengan mudah.  Menyiram?  Mesin akan melakukannya. Memangkas?  Mesin juga bisa.  Bahkan, mesin itu mampu menghasilkan buah-buah pengetahuan tanpa perlu kera itu bersusah payah menanam dan merawatnya.

Kera itu pun terlena. Ia menghabiskan waktunya hanya untuk menikmati buah-buah pengetahuan yang dihasilkan mesin, tanpa pernah berusaha untuk memahami bagaimana mesin itu bekerja, atau bagaimana ia bisa menanam dan merawat pohon-pohon pengetahuan itu sendiri.  Ia menjadi tergantung, seperti tanaman yang hanya hidup dari pupuk kimia tanpa akar yang kuat.

Taman pengetahuan itu, yang awalnya subur dan indah, mulai kehilangan pesonanya.  Pohon-pohonnya tumbuh secara tidak alami, rapuh dan mudah patah.  Kera itu, yang dulunya cerdas dan penuh semangat, kini menjadi bodoh dan malas.  Ia kehilangan kemampuan untuk berpikir kritis, untuk memecahkan masalah, untuk menciptakan hal-hal baru di luar bantuan mesin ajaib itu.  Ia menjadi budak teknologi, bukan tuannya.

Kisah kera dan mesin ajaib ini adalah metafora bagi manusia dan teknologi di zaman sekarang.  Teknologi adalah alat yang luar biasa, mampu mempercepat kemajuan dan mempermudah hidup kita.  Namun, ia juga bisa menjadi pisau bermata dua.  Jika kita hanya menggunakannya untuk mencari kepuasan sesaat dan menghindari kerja keras, kita akan kehilangan kemampuan untuk berpikir, untuk berinovasi, dan untuk berkembang sebagai manusia.  Teknologi, seperti mesin ajaib itu, hanya akan mempercepat kebaikan atau keburukan yang sudah ada dalam diri kita.  Ia tidak akan serta-merta menciptakan manusia yang maju dan beradab, tetapi hanya akan mempercepat prosesnya, baik menuju kejayaan maupun kehancuran.  Pilihan ada di tangan kita, apakah kita akan menjadi tuan atau budak teknologi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...