Langsung ke konten utama

Sebuah Kesetaraan Gender: Dari Impian hingga Tantangan dalam Kehidupan Nyata

Kesetaraan gender telah menjadi tujuan yang diperjuangkan oleh gerakan feminisme di seluruh dunia. Para feminis merasa lelah dan terpinggirkan oleh dominasi patriarki yang terus menerus. Namun, meskipun tercapai kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, apakah hal itu akan benar-benar membawa kesetaraan yang merata? Apakah kita harus mempertimbangkan adanya ketidaksetaraan di antara sesama perempuan?

Penting untuk diakui bahwa impian kesetaraan gender adalah suatu upaya untuk menghapus diskriminasi dan perlakuan yang tidak adil terhadap perempuan. Gerakan feminisme bertujuan untuk memberikan hak yang sama, kesempatan yang sama, dan perlakuan yang sama bagi semua individu, tanpa memandang jenis kelamin mereka. Namun, dalam perjalanan mencapai kesetaraan ini, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan.

Salah satu masalah yang mungkin muncul adalah adanya ketimpangan sosial di antara sesama perempuan. Meskipun terjadi kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, tidak semua perempuan akan memiliki kesempatan yang sama dalam mencapai kehidupan yang setara. Hal ini dapat terjadi karena berbagai faktor seperti kecantikan, harta benda, pendidikan, atau jabatan. Dalam masyarakat yang masih menganut pandangan tradisional, perempuan yang memiliki kecantikan atau kekayaan materi dapat memiliki keuntungan yang lebih besar dalam mendapatkan posisi atau kesempatan. Ini dapat menciptakan ketimpangan sosial yang baru di antara sesama perempuan.

Selanjutnya, perlu diperhatikan bahwa perempuan juga memiliki keinginan dan ambisi yang berbeda. Tidak semua perempuan memiliki tujuan yang sama dalam hidup. Beberapa mungkin lebih fokus pada karier dan pencapaian profesional, sementara yang lain lebih memprioritaskan kehidupan keluarga dan peran domestik. Perbedaan ini dapat menciptakan perpecahan di antara sesama perempuan, di mana kelompok-kelompok dengan tujuan yang berbeda dapat terbentuk. Konflik sosial baru dapat muncul ketika ada perpecahan di antara perempuan yang sebelumnya bersatu untuk mencapai kesetaraan dengan laki-laki.

Selain itu, penting juga untuk mengakui bahwa kesetaraan gender bukan hanya tentang kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, tetapi juga tentang mengatasi ketidaksetaraan dalam hal lain seperti ras, kelas sosial, dan sebagainya. Ketika kesetaraan gender tercapai, masih mungkin ada ketidaksetaraan yang lain yang menjadi kendala dalam mencapai masyarakat yang setara. Masalah kelas sosial, misalnya, dapat menyebabkan ketimpangan yang signifikan di antara perempuan, di mana perempuan dari latar belakang sosial yang berbeda mungkin menghadapi tantangan dan kesempatan yang berbeda dalam kehidupan mereka.

Mencapai kesetaraan gender yang sejati adalah proses yang rumit dan penuh tantangan. Memahami kerumitan ini adalah langkah awal untuk mencari solusi yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Penting untuk terus berjuang untuk kesetaraan gender, tetapi juga penting untuk memperhatikan potensi adanya ketidaksetaraan baru yang mungkin muncul di antara sesama perempuan. Kita perlu membangun masyarakat yang mempromosikan kerjasama, saling mendukung, dan menghargai perbedaan dalam usaha mencapai tujuan kesetaraan.

Dalam kesimpulannya, kesetaraan gender adalah impian yang diidamkan oleh gerakan feminisme untuk mengatasi dominasi patriarki dan memberikan hak yang sama kepada semua individu. Namun, penting untuk menyadari bahwa dalam perjalanan mencapai kesetaraan, mungkin terjadi ketidaksetaraan di antara sesama perempuan. Ketimpangan sosial, perbedaan ambisi, dan tantangan yang berbeda dapat menciptakan konflik baru di antara perempuan. Oleh karena itu, upaya untuk mencapai kesetaraan gender harus berkelanjutan dan inklusif, dengan memperhatikan kerumitan dan keragaman yang ada dalam kehidupan nyata.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...