Langsung ke konten utama

Pergeseran Nilai Sejarah

 Perubahan sejarah dapat dilihat melalui perubahan nilai-nilai yang ada. Nilai-nilai memiliki pengaruh yang besar dalam pembentukan sejarah. Cara pandang seseorang dalam menilai sesuatu dapat menentukan arah perkembangan sejarah. Jika kita melihat nilai-nilai saat ini, terlihat beragam namun kurang memiliki makna yang mendalam. Dapat dikatakan bahwa nilai-nilai budaya saat ini dilakukan hanya demi popularitas semata, dan ketika kebosanan datang, nilai-nilai tersebut akan ditinggalkan begitu saja. Jika kita memikirkan mengapa tradisi-tradisi lama bisa bertahan begitu lama, kita dapat membandingkannya dengan perubahan dalam hal model pakaian, makanan, kendaraan, dan lain sebagainya. Perubahan dalam hal ini tidak begitu signifikan dibandingkan dengan sekarang. Model makanan, handphone yang kita gunakan, pakaian, kendaraan, dan lainnya dalam waktu 10 tahun terakhir telah mengalami perubahan yang sangat besar, meskipun periode waktunya tidak begitu berbeda. Dapat dikatakan bahwa perubahan semakin cepat seiring berjalannya waktu, termasuk dalam hal minat, nilai-nilai, dan budaya yang terus berubah-ubah.

Akibat dari perubahan yang cepat ini, terjadi pergeseran nilai dari sakralitas menjadi formalitas. Jika kita melihat tarian tradisional zaman dulu, pasti terkandung unsur magis dan nilai-nilai budaya yang kental. Berbeda dengan sekarang, meskipun tarian-tarian tersebut populer, namun mereka hanya menjadi tarian biasa tanpa memiliki nilai filosofis yang mendalam. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika popularitasnya tidak bertahan lama. Memang, nilai-nilai akan kehilangan makna yang sebenarnya seiring berjalannya waktu. Yang dulunya eksklusif menjadi inklusif. 

Sebagai contoh, pendidikan mungkin dulu dianggap sebagai sesuatu yang berharga. Setiap orang yang menempuh pendidikan tinggi dianggap sebagai orang pintar. Namun, jika kita melihat sekarang, banyak individu yang memiliki pendidikan tinggi tetapi menganggur. Sepertinya ilmu pengetahuan saat ini kehilangan sakralitasnya dan hanya menjadi formalitas belaka. Sudah saatnya bagi kita untuk mengembalikan sesuatu menjadi sakral namun inklusif, karena tidak ada gunanya jika semua orang bisa melakukannya tetapi tidak memberikan dampak positif atau meningkatkan kualitas hidup. 

Perubahan nilai-nilai ini juga dapat mempengaruhi cara kita memahami dan menghargai sejarah. Ketika kita melihat kembali ke masa lalu, terkadang sulit bagi kita untuk benar-benar memahami dan menghargai nilai-nilai budaya yang ada pada waktu itu. Kita mungkin cenderung menilai masa lalu dengan standar dan nilai-nilai yang berlaku saat ini. Namun, jika kita dapat melihat sejarah dengan pikiran terbuka dan menghargai nilai-nilai yang ada pada waktu itu, kita dapat memperoleh wawasan yang lebih dalam tentang bagaimana perubahan nilai-nilai telah mempengaruhi perkembangan sejarah.

Perubahan nilai juga mencerminkan adanya pergeseran dalam masyarakat dan perubahan dalam pola pikir manusia. Masyarakat yang lebih inklusif cenderung melihat nilai-nilai secara lebih luas dan menghargai keberagaman. Hal ini dapat menciptakan ruang bagi kemajuan dan perkembangan yang lebih inklusif serta memungkinkan semua individu untuk berkontribusi dalam membentuk sejarah. Namun, perubahan ini juga perlu diimbangi dengan pemahaman yang baik tentang nilai-nilai yang mendasari dan memastikan bahwa pergeseran nilai tidak mengabaikan nilai-nilai yang penting dan fundamental dalam pembentukan identitas dan budaya suatu bangsa.

Dalam menghadapi perubahan yang terus-menerus, penting bagi kita untuk tetap berpegang pada nilai-nilai yang kuat dan mendasar. Meskipun nilai-nilai dapat berubah seiring waktu, terdapat nilai-nilai universal seperti keadilan, empati, kejujuran, dan kerjasama yang tetap relevan dan penting dalam membentuk sejarah dan membangun masyarakat yang beradab. Dengan memahami peran nilai-nilai dalam sejarah dan membawa nilai-nilai yang baik ke dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat menjadi agen perubahan yang positif dan berkontribusi dalam membentuk masa depan yang lebih baik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...