Langsung ke konten utama

Menyikapi Drama dan Keluhan Berlebihan di Dunia Nyata dan Media Sosial

Oh, sungguh, dunia nyata dan media sosial kini dipenuhi dengan orang-orang yang begitu berlebihan dalam menghadapi masalah-masalah sehari-hari. Seolah-olah hidup mereka adalah drama kelam yang tak tertandingi oleh siapa pun. Masaah asama, pendidikan, pekerjaan, keluarga, dan masalah lainnya seakan menjadi sumber penderitaan yang tiada tara, sedangkan sebenarnya segalanya sudah tercukupi dan kenikmatan hidup yang mereka miliki seolah tak berarti apa-apa.

Sungguh menyentuh hati melihat mereka berkeluh kesah seolah-olah hidup ini adalah beban yang tak tertanggungkan. Sungguh, segala kenikmatan dan kenyamanan yang dimiliki oleh generasi ini tak sebanding dengan zaman dulu. Teknologi dan segala kemudahan hidup membuat mereka dilanda kemalasan dan kelemahan yang tak terkira. Mereka tak terbiasa dengan kesulitan dan tantangan, seakan-akan semua harus mudah dan instan.

Mereka, yang entah benar-benar menderita atau hanya mencari sensasi belaka, sering kali tampil di media sosial dengan keluhan-keluhan berlebihan. Kata-kata puitis mereka mengalir dengan dramatis, seolah-olah hidup mereka adalah naskah telenovela yang menguras air mata. Ah, betapa mereka mampu membuat banyak orang terhanyut dalam kepura-puraan mereka.

Menghadapi masalah satu saja seakan membuat hidup mereka seolah-olah menjadi neraka. Seolah-olah segala sesuatu tak berarti dan hampa, padahal sebenarnya hidup mereka tak lebih dari sekedar belitan masalah yang umum dialami oleh banyak orang. Namun, mereka berusaha keras untuk membuat diri mereka tampak lebih istimewa dan unik dalam penderitaannya.

Zaman dulu dan zaman sekarang memang berbeda, tapi apa itu alasan untuk bersikap lemah dan berlebihan? Teknologi telah memberikan begitu banyak kemudahan hidup, tapi bukankah itu juga kesempatan untuk berkembang dan belajar menjadi lebih tangguh? Oh, betapa mereka seolah tak pernah tahu arti perjuangan dan kesulitan yang sebenarnya.

Mungkin, sebaiknya kita biarkan mereka hidup dalam dunia fantasi mereka yang penuh drama. Biarkan mereka menikmati kesenangan sementara dari simpati dan perhatian orang lain. Meskipun pada akhirnya, mereka akan kembali pada realitas yang keras dan pahit.

Tapi, adakah yang tahu apa yang sebenarnya mereka butuhkan? Dibiarkan, mereka terus ngelunjak dalam kelemahan dan drama palsu mereka. Dikerasin, mereka akan nangis seperti bayi yang kehilangan mainan kesayangannya. Mereka memang layak dikasihani karena keluh kesah mereka yang tiada henti, tapi apa itu akan mengubah sesuatu?

Hidup bukanlah tentang menonjolkan penderitaan dan drama, tapi tentang bagaimana kita bertahan dan menyelesaikan masalah. Hidup adalah tentang menghadapi tantangan dan belajar dari kesalahan. Namun, bagi mereka, hidup adalah panggung besar untuk mempertunjukkan seberapa menderita dan takberdaya mereka.

Abaikan saja orang-orang yang lemah, kata hati mereka. Tak perlu terlalu dipusingkan dengan drama-drama mereka yang tak berkesudahan. Hidup adalah tentang bagaimana kita menghadapi kenyataan dan tumbuh menjadi pribadi yang lebih kuat.

Tentu saja, ada pengecualian. Terkadang ada orang-orang yang benar-benar tertindas dan mengalami penderitaan yang nyata. Mereka pantas mendapatkan perhatian dan dukungan kita. Namun, bagi mereka yang hanya mencari perhatian dan sensasi semata, sebaiknya kita berpikir dua kali sebelum memberikan simpati.

Jadi, mari kita belajar dari drama-drama berlebihan di dunia nyata dan media sosial. Biarkanlah mereka hidup dalam dunia penderitaan mereka sendiri, karena sebenarnya hidup adalah tentang bagaimana kita menghadapi tantangan, belajar dari kegagalan, dan tumbuh menjadi pribadi yang lebih kuat dan bijaksana.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...