Langsung ke konten utama

Buat Apa Peduli Sosial Lingkungan Jika Masih Ada Pemerintah

Oh ya tentu saja, mengapa kita harus peduli dengan lingkungan dan berjuang untuk melestarikannya? Toh, hidup ini hanya sekali, kan? Siapa peduli dengan generasi mendatang dan warisan alam untuk anak cucu kita? Kita bisa melakukan apa saja yang membuat hidup kita lebih mudah dan menyenangkan tanpa harus peduli dengan bumi ini.

Media sosial juga sangat membantu dalam mengaburkan urgensi isu lingkungan. Bukankah lebih asyik fokus pada selfie dan membagikan makanan yang dimakan daripada membaca tentang masalah lingkungan yang rumit dan seringkali diabaikan oleh banyak orang? Lagipula, apa gunanya berjuang di media sosial? Cuma akan bikin orang-orang jengkel melihat postingan kita tentang isu-isu yang "membosankan."

Oke, mungkin ada yang berpendapat bahwa perubahan dimulai dari diri sendiri. Tapi, apa hasilnya? Kita memilah sampah dengan seksama, menghemat air, dan menggunakan energi terbarukan. Tapi apa yang kita dapatkan? Udara semakin tercemar, hutan terus ditebangi, dan suhu bumi semakin panas. Sepertinya tindakan kecil kita tidak berarti apa-apa menghadapi masalah besar ini.

Jujur saja, kenapa kita harus capek-capek memperjuangkan lingkungan ini? Kan ada pemerintah yang harus bertanggung jawab atas semua masalah ini? Mereka yang harus mencari solusi dan bertindak! Jadi, marilah kita menjadi penonton yang baik. Duduk manis di kursi, menatap layar TV atau smartphone, sambil menyalahkan pemerintah atas semua masalah. Ah, santai saja, kita cukup mengandalkan mereka tanpa perlu berbuat apa-apa.

Kita juga bisa berharap pertanggungjawaban di dunia maupun di akhirat. Ya, mari kita membuang semua tindakan nyata dan hanya berharap semuanya akan baik-baik saja. Siapa tahu nanti kita mendapatkan poin ekstra di akhirat karena kita "mengharapkan" perubahan tanpa pernah berbuat apa-apa. Sungguh, itu lebih mudah daripada melakukan tindakan nyata.

Kita hidup dalam era teknologi dan kenyamanan. Jadi, kita harus memanfaatkannya sebaik mungkin, kan? Buang jauh-jauh pikiran tentang peduli dengan lingkungan. Kita bisa menikmati segala kemudahan hidup tanpa perlu repot-repot memikirkan konsekuensinya di masa depan. Toh, generasi kita belum merasakan dampaknya secara langsung, jadi mengapa harus peduli?

Mungkin ada yang mengatakan bahwa selain pemerintah, individu juga memiliki peran penting dalam menjaga lingkungan. Tapi serius, apakah kita benar-benar punya waktu dan energi untuk itu? Kita sibuk dengan pekerjaan, pertemanan, dan kesenangan kita sendiri. Menjadi peduli dengan lingkungan hanya akan memboroskan waktu dan membuat hidup kita lebih rumit.

Jadi, mari kita jadi manusia masa bodo. Abaikan lingkungan dan isu-isu penting lainnya. Nikmati hidup sepuasnya tanpa perlu pikir panjang tentang dampaknya. Toh, tak ada yang peduli dengan usaha kecil kita. Biarkan pemerintah yang bertanggung jawab, sementara kita hanya menonton dan berharap semuanya akan beres. Begitulah kehidupan yang lebih mudah dan menyenangkan, bukan?*

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...