Langsung ke konten utama

Modernisme dan mitos dalam konteks Marcuse

Pengaruh modernisme terhadap perkembangan sosial dan budaya dalam masyarakat kontemporer telah menjadi topik yang menarik bagi banyak pemikir dan filosof. Salah satu tokoh yang secara kritis memeriksa fenomena modernisme adalah Herbert Marcuse, seorang filsuf dan teoretikus sosial yang terkenal pada abad ke-20. Dalam pemikirannya, Marcuse menyoroti adanya mitos-mitos yang muncul dalam era modernisme dan bagaimana mitos-mitos tersebut dapat mempengaruhi kesadaran dan kebebasan individu.

Modernisme, sebagai gerakan intelektual dan artistik yang muncul pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, menawarkan keyakinan pada kemajuan, rasionalitas, dan kebebasan individu. Namun, Marcuse berpendapat bahwa modernisme juga mengandung mitos-mitos yang berbahaya, yang sebenarnya membatasi kebebasan dan menghasilkan penindasan yang tersembunyi.

Marcuse mengidentifikasi beberapa mitos modernisme yang paling berpengaruh. Salah satunya adalah mitos kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan. Menurut Marcuse, masyarakat modern cenderung melihat perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan sebagai hal yang semata-mata positif, tanpa kritis terhadap dampaknya. Hal ini mengarah pada alienasi individu, di mana
manusia semakin terasing dari alam, sesama manusia, dan bahkan dari diri mereka
sendiri.

Selain itu, Marcuse menyoroti mitos konsumerisme dan materialisme yang muncul dalam masyarakat modern. Budaya konsumerisme yang dianut oleh masyarakat saat ini mempengaruhi cara pandang individu terhadap diri mereka sendiri dan dunia di sekitar mereka. Materialisme menjadi bentuk penindasan yang melumpuhkan potensi individu untuk mencapai kebebasan yang sejati, karena
kepuasan diukur oleh jumlah benda yang dimiliki, bukan kualitas hidup atau hubungan sosial yang sehat.

Mitos lain yang dipertanyakan oleh Marcuse adalah mitos kebebasan individualistik. Marcuse mengakui pentingnya kebebasan individu, namun ia menunjukkan bahwa kebebasan semacam itu terbatas dalam konteks sosial. Dalam masyarakat yang diwarnai oleh dominasi dan kontrol, kebebasan individu bisa saja menjadi ilusi yang mengabaikan ketidakadilan struktural yang terjadi.

Terakhir, Marcuse menyoroti mitos kebahagiaan dan hiburan massal. Media massa dan hiburan menjadi alat untuk mengalihkan perhatian dari realitas yang memprihatinkan. Masyarakat modern sering kali terpaku pada hiburan yang disajikan oleh media massa, yang pada akhirnya membatasi kesadaran kritis
individu dan menghambat mereka dalam melihat kondisi sebenarnya yang memerlukan perubahan.

Pemahaman yang cermat terhadap mitos-mitos modernisme yang dipaparkan oleh Marcuse penting bagi masyarakat kontemporer. Artikel ini mengajak pembaca untuk melihat melampaui narasi dominan yang dipromosikan oleh media massa dan budaya konsumerisme. Dengan menganalisis mitos-mitos tersebut, kita dapat memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang bagaimana masyarakat modern terjebak dalam pola pikir yang terbatas dan teralienasi.

Marcuse, dalam karyanya yang terkenal "One-Dimensional Man" (1964), mengkritik budaya modern yang dipenuhi oleh ilusi kebebasan dan kemajuan. Ia berpendapat bahwa mitos-mitos modernisme, seperti keyakinan bahwa teknologi dan ilmu pengetahuan akan membawa kemajuan yang tak terbatas, menciptakan keadaan di mana masyarakat menjadi terjebak dalam sistem yang menindas dan menghancurkan kebebasan individu. Dalam perspektif Marcuse, modernitas telah menghasilkan masyarakat yang terbentuk oleh logika kapitalisme dan kontrol sosial, di mana individu-individu terjebak dalam kebutuhan konsumsi yang tak terpuaskan dan hiburan massal yang membatasi kesadaran kritis.

Melalui kritiknya terhadap mitos-mitos modernisme, Marcuse mengajak kita untuk mengembangkan pemahaman yang kritis terhadap realitas sosial dan budaya yang kita alami. Ia menekankan pentingnya melepaskan diri dari persepsi yang dangkal dan memperoleh kesadaran yang lebih mendalam tentang dinamika kekuasaan dan penindasan yang ada di dalam masyarakat modern.

Dalam konteks mitos kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan, Marcuse mengajak kita untuk melihat lebih jauh dari sekadar manfaat teknologi yang tampaknya tak terbatas. Ia menyoroti bahwa perkembangan teknologi juga dapat menghasilkan alienasi dan pemiskinan pengalaman manusia. Marcuse mengajak kita untuk mengembangkan kritisisme terhadap teknologi, menyadari konsekuensi sosial dan psikologisnya, serta mengupayakan penggunaan teknologi yang berlandaskan pada kebebasan dan kemanusiaan.

Dalam menghadapi mitos konsumerisme dan materialisme, Marcuse mengajak kita untuk merenungkan tentang dampak budaya konsumerisme dalam menciptakan masyarakat yang terpusat pada keinginan materi dan status sosial. Ia menekankan pentingnya membebaskan diri dari budaya konsumtif dan mengembangkan alternatif yang berlandaskan pada kebebasan, kesederhanaan, dan solidaritas sosial.

Marcuse juga mengkritik mitos kebebasan individualistik yang menjadi dasar bagi masyarakat modern. Ia menyoroti bahwa kebebasan individualistik yang terlalu ditekankan dapat menghasilkan homogenisasi dan kontrol sosial yang membatasi kebebasan sebenarnya. Marcuse mengajak kita untuk melihat kebebasan sebagai sesuatu yang terhubung dengan kebebasan kolektif, di mana solidaritas
dan kerjasama menjadi landasan untuk mencapai kebebasan sejati.

Terakhir, Marcuse menyoroti mitos kebahagiaan dan hiburan massal yang menciptakan pengalihan dari realitas dan membatasi kesadaran kritis individu. Menurutnya, media massa dan industri hiburan memainkan peran penting dalam memelihara dan memperkuat mitos ini. Marcuse berpendapat bahwa hiburan massal seringkali berfungsi sebagai bentuk pengalihan yang mengalihkan perhatian individu dari masalah-masalah sosial dan politik yang lebih mendalam. Hiburan massal, seperti film, televisi, dan musik, sering kali mendorong konsumsi pasif dan pembingkaian diri sebagai konsumen.

Marcuse menekankan bahwa hiburan massal tidak hanya memberikan kesenangan sebentar, tetapi juga menciptakan ketergantungan yang mengganggu kesadaran kritis individu. Kesenangan instan yang ditawarkan oleh hiburan massal dapat menyebabkan keengganan untuk terlibat dalam refleksi kritis dan aksi politik yang konstruktif. Sebagai akibatnya, masyarakat menjadi terlalu fokus pada kepuasan pribadi dan mengabaikan permasalahan struktural yang menghasilkan ketidakadilan sosial.

Referensi:

  • Marcuse, H. (1964). One-Dimensional Man: Studies in the Ideology of Advanced Industrial Society. Beacon Press.
  • Jay, M. (1984). Adorno. Harvard University Press.
  • Kellner, D. (1984). Herbert Marcuse and the Crisis of Marxism. University of California Press.
  • Feenberg, A. (1995). Alternative Modernity: The Technical Turn in Philosophy and Social Theory. University of California Press.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Struktural Keorganisasian Kampus

(Dokumen Pribadi) Jika kamu adalah anak kuliah tentu pasti sudah tahu apa itu organisasi kampus. Mungkin ada sedikit perbedaan antara organisasi kampus dengan organisasi lainnya. Jelasnya organisasi kampus tentunya diisi oleh mahasiswa dan tentunya pola pikir keorganisasian dan tujaunnya berbeda dengan organisasi diluar kampus. Organisasi kampus sendiri terdiri dari dua macam, ada organisasi intra kampus kampus dan organisasi ekstra kampus. Organisasi kampus ini seberulnya hampir mirip dengan sistem kenegaraan kita seperti eksekutif, legislatif dan partai politik. Organisasi kampus ini, bisa disebut juga sebagai miniatur negara, untuk lebih jelasnya saya akan jelaskan dibawah ini:  Organisasi Intra Kampus Definisi organisasi intra kampus sendiri ada di dalam aturan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 155/U/1998 tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi (PUOK). Secara singkatnya organisasi intra kampus ini berada di bawah naungan kampus. Orga...

Antara Alam Pikiran dan Alam Realitas

Pernahkan kamu berfikir? Ya tentunya semua orang di dunia ini melakukan segala aktifitas dengan berfikir kecuali pada saat tidur dan pingsan. Hal yang unik dari manusia adalah manusia berbeda dengan fikirannya hewan. Hewan hanya berfikir berdasarkan insting naluri berfikirnya jika ada hewa-hewan cerdas seperti lumba-lumba dan  simpanse, mereka tentunya harus dilati terlebih dahulu. Tanpa dilatih mereka hanya hewan biasa walaupun di katakan hewan cerdas pun pemikiran mereka tetap saja tidak bisa berkembang. (Pixlab.com) Manusia tentunya memiliki kelebihan dibandingkan dengan hewan lain yakni pikiran, dengan pikiran manusia bisa melakukan hal yang sulit menjadi mudah, membuat hal yang kreatif dan inovatif, berimajinasi, berlogika, mempelajari hal baru dan masih banyak yang lainnya. Sejauh ini peradaban diciptakan oleh manusia dari masa-masa, manusia mempelajari hal baru dan ilmi-ilmu baru. Berbicara tentang pemikiram ini tentunya adalah hal yang unik, karena setiap orang memiliki tin...

Buat Apa Kita Belajar

Pertanyaan ini sebetulnya adalah pertanyaan yang kurang kerjaan, tetapi memang perlu kita pikirkan bersama. Memang sudah jelas tujuan belajar adalah menjadi orang yang pintar. Tetapi menurut saya itu bukan jawaban yang tepat. mengapa itu bukan jawaban yang tepat, karena kita harus lihat dulu tujuan dari belajar itu sendiri. Jujur saya orang yang senang belajar tetapi saya kurang suka pelajaran di sekolah, karena orientasinya hanya sekedar nilai. Mungkin ini tidak sesuai dengan stigma masyarakat. (Pixabay.com) Kita tentunya harus mengubah tujuan dari belajar. Jika kita belajar rajin mengerjakan PR, rangking satu, ujian selalu baik tentunya itu adalah anak yang pintar. Padahal itu bukan orang yang pintar, tetapi dia hanya ingin dipandang baik masyarakat (sekolah) makanya harus rajin agar dipuji oleh banyak orang. Jika kamu merasa puas ketika dipuji karena rangking satu tentunya sangat puas. Tetapi puasnya hanya cukup disitu saja. Setelah ia puas maka ya sudah pelajaran yang telah lalu di...