Dalam era modern ini, kehidupan manusia telah dipenuhi dengan berbagai mitos yang tumbuh dan berkembang di tengah kemajuan teknologi dan globalisasi. Mitos-mitos modernisme muncul sebagai cerminan dari perubahan sosial, politik, dan budaya yang terjadi di masyarakat kontemporer. Namun, seringkali kita tidak menyadari implikasi dan dampak yang dimiliki oleh mitos-mitos modernisme ini.
Mitos-mitos modernisme dapat didefinisikan sebagai keyakinan
yang umumnya tidak didasarkan pada fakta yang jelas dan teruji, namun tetap
mempengaruhi pandangan dan perilaku individu serta masyarakat secara luas.
Meskipun mitos seringkali terkait dengan tradisi dan kepercayaan kuno,
mitos-mitos modernisme membawa dinamika yang baru dalam cara kita berinteraksi
dengan dunia.
Salah satu implikasi utama dari mitos-mitos modernisme
adalah pengaruhnya terhadap persepsi dan pemahaman kita terhadap realitas.
Dalam era informasi yang semakin canggih, mitos-mitos modernisme sering kali
disebarkan melalui media sosial, platform digital, dan saluran komunikasi
lainnya. Hal ini dapat mengakibatkan penyebaran informasi yang tidak benar atau
kabar bohong yang sulit dipisahkan dari fakta. Akibatnya, persepsi publik
terhadap isu-isu penting dapat terdistorsi, mempengaruhi keputusan politik,
pandangan sosial, dan bahkan kesehatan mental individu.
Selain itu, mitos-mitos modernisme juga dapat berdampak pada
pola pikir dan perilaku kita sehari-hari. Dalam dunia yang didorong oleh
konsumerisme dan citra diri yang dibangun melalui media, mitos-mitos modernisme
sering kali menyebabkan individu berusaha memenuhi standar yang tidak realistis
atau mengadopsi nilai-nilai yang merugikan. Contohnya adalah mitos tentang
kecantikan sempurna yang ditampilkan melalui manipulasi gambar dan filter di
media sosial, yang dapat menyebabkan rendahnya kepercayaan diri dan gangguan
citra tubuh pada banyak individu.
Tidak hanya itu, mitos-mitos modernisme juga dapat memiliki
dampak pada lingkungan dan keberlanjutan bumi. Keyakinan tentang kemajuan
teknologi yang tanpa batas, tanpa mempertimbangkan konsekuensi ekologisnya,
telah mengarah pada eksploitasi sumber daya alam dan perubahan iklim yang
semakin buruk. Mitos-mitos modernisme seperti "teknologi akan
menyelamatkan kita" atau "pertumbuhan ekonomi adalah tujuan
utama" dapat menghalangi upaya untuk menghadapi tantangan lingkungan yang
mendesak.
Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi beberapa
mitos-mitos modernisme yang umum dan implikasi serta dampak yang mereka miliki.
Dengan meningkatkan kesadaran tentang mitos-mitos ini, kita dapat mengembangkan
pemahaman yang lebih kritis dan bertanggung jawab terhadap dunia yang kita
tinggali.
A. Konsekuensi sosial dan psikologis mitos-mitos modernisme
Mitos-mitos modernisme telah membawa konsekuensi yang
signifikan dalam konteks sosial dan psikologis kita. Dalam karyanya yang
terkenal, "One-Dimensional Man," Herbert Marcuse menguraikan dampak
negatif yang timbul akibat persebaran mitos-mitos ini dalam masyarakat
kontemporer. Dalam konteks narasi persuasif ini, kita akan mengeksplorasi
konsekuensi sosial dan psikologis yang dihasilkan oleh mitos-mitos modernisme
menurut pandangan Marcuse.
Mitos modernisme, seperti mitosnya tentang kemajuan tak
terbatas, teknologi sebagai solusi terhadap semua masalah, dan kebebasan
sebagai konsumsi tanpa batas, telah mempengaruhi cara kita memandang dunia dan membangun
hubungan sosial. Namun, efek sosial dari mitos-mitos ini sering kali
menghasilkan alienasi dan pembatasan kebebasan yang sebenarnya.
Marcuse berpendapat bahwa modernisme menciptakan masyarakat
yang terperangkap dalam satu dimensi, di mana alternatif dan kebebasan
berkurang. Mitos kemajuan tak terbatas telah menyebabkan kita terjebak dalam
siklus konsumsi yang tanpa henti, memaksakan kebutuhan buatan dan menyebabkan
alienasi sosial. Ini berarti kita terus mendorong diri kita sendiri untuk
mencapai lebih banyak, mengukur nilai diri kita berdasarkan apa yang kita
miliki, bukan siapa kita sebenarnya. Hasilnya, kita menjadi terpaku pada sikap
kompetitif dan materialistik yang memperdalam kesenjangan sosial dan
mengorbankan kesejahteraan sosial.
Di sisi psikologis, mitos modernisme juga berdampak negatif.
Marcuse berpendapat bahwa penekanan terhadap pemenuhan materi dan konformitas
menyebabkan penindasan individu. Mitos teknologi sebagai solusi universal telah
mengarah pada dehumanisasi dan alienasi manusia dari alam, masyarakat, dan diri
mereka sendiri. Kita menjadi lebih terhubung dengan dunia maya dan perangkat
elektronik daripada dengan hubungan sosial dan pengalaman nyata. Hal ini
berdampak pada kualitas hidup kita dan memperburuk masalah kesehatan mental
seperti kecemasan dan depresi.
B. Pemiskinan pengalaman manusia dan kehilangan solidaritas sosial
Pemiskinan pengalaman manusia dan kehilangan solidaritas
sosial adalah dua fenomena yang semakin meresap ke dalam masyarakat modern.
Dalam konteks ini, teori Herbert Marcuse, seorang filsuf dan sosiolog ternama,
memberikan wawasan yang kaya dan relevan. Marcuse berargumen bahwa kemajuan
teknologi dan kekuasaan ekonomi yang tidak terkendali telah menghasilkan
dehumanisasi dan alienasi yang menghancurkan inti kemanusiaan kita. Dalam
narasi persuasif ini, akan diperjelas mengapa pemikiran Marcuse perlu dipahami
dan diberdayakan untuk menghadapi ancaman pemiskinan pengalaman manusia dan
kehilangan solidaritas sosial dalam masyarakat kontemporer.
Marcuse menggambarkan pemiskinan pengalaman manusia sebagai
hilangnya ruang bagi individu untuk mengembangkan kreativitas, kebebasan, dan
pemahaman yang mendalam tentang dunia di sekitar mereka. Kekuasaan besar yang
dimiliki oleh pemerintah dan perusahaan multinasional mengendalikan banyak
aspek kehidupan kita, mengarah pada konformitas dan pemenuhan kebutuhan materi
yang dangkal. Manusia terjebak dalam siklus rutin yang monoton, di mana
pengalaman individu direduksi menjadi konsumsi benda dan hiburan yang dangkal.
Marcuse juga menyoroti kehilangan solidaritas sosial dalam
masyarakat modern. Ia mengamati bahwa kompetisi dan individualisme yang
ditekankan dalam sistem kapitalis telah memupuk alienasi sosial, memecah belah
persaudaraan dan kerja sama di antara individu-individu. Dalam dunia yang
dipenuhi persaingan tak henti-hentinya, individu cenderung melihat orang lain
sebagai pesaing atau hambatan untuk mencapai tujuan pribadi mereka, bukan
sebagai rekan manusia yang harus diajak bekerja sama untuk kebaikan bersama.
Pemikiran Marcuse mengajak kita untuk membangun masyarakat
yang lebih manusiawi dan solidaritas, di mana setiap individu memiliki ruang
untuk mengembangkan potensinya dan merasa terhubung dengan sesama manusia.
Untuk mencapai hal ini, perubahan sosial dan politik yang lebih menyeluruh
diperlukan. Marcuse menggarisbawahi pentingnya masyarakat yang berbasis
nilai-nilai manusiawi, keadilan sosial, dan partisipasi aktif dalam proses
pengambilan keputusan.
C. Perlunya kembali ke kesadaran kritis dan pembebasan dari mitos modernisme
Kehidupan kita saat ini telah dikuasai oleh mitos
modernisme. Mitos ini telah membentuk pola pikir dan tindakan kita, yang pada
gilirannya mempengaruhi budaya, sosial, dan lingkungan di sekitar kita. Namun,
perlunya kembali ke kesadaran kritis dan membebaskan diri dari mitos modernisme
tidak dapat diremehkan. Berikut ada
beberapa poit mengapa kita harus berusaha untuk melawan pengaruh mitos
modernisme.
Pertama, Memahami Mitos Modernisme. Mitos modernisme adalah pandangan
bahwa kemajuan teknologi dan ekonomi secara otomatis membawa kemajuan dalam
kehidupan manusia. Hal ini mengarah pada keyakinan bahwa pertumbuhan tanpa
batas dan akumulasi materi adalah tujuan utama kita sebagai masyarakat. Namun,
pandangan ini telah menyebabkan alienasi sosial, ketidakseimbangan ekologis,
dan pemanasan global.
Kedua, Kesadaran Kritis sebagai Alat
Pembebasan. Kesadaran kritis
adalah kemampuan untuk menganalisis informasi dengan hati-hati, mempertanyakan
asumsi yang ada, dan memahami implikasi jangka panjang dari tindakan kita.
Dengan mengembangkan kesadaran kritis, kita dapat melihat melampaui propaganda
mitos modernisme dan mencari solusi yang lebih berkelanjutan dan manusiawi
untuk masalah kompleks yang kita hadapi.
Ketiga, Mengubah Paradigma Menuju
Keseimbangan. Menggantikan
mitos modernisme dengan paradigma yang berfokus pada keseimbangan sosial,
lingkungan, dan kesejahteraan manusia adalah langkah penting menuju masa depan
yang lebih berkelanjutan. Ini melibatkan mengurangi konsumsi berlebihan,
mendukung ekonomi berkelanjutan, menghargai keanekaragaman budaya, dan
memprioritaskan kesejahteraan manusia di atas pertumbuhan material semata.
Referensi:
- Berger, J. (1972). Ways of Seeing. Penguin Books.
- Freire, P. (1970). Pedagogy of the Oppressed. Continuum.
- Kellner, Douglas. "Herbert Marcuse and the Crisis of Marxism." University of California Press, 1984.
- Klein, N. (2014). This Changes Everything: Capitalism vs. the Climate. Simon & Schuster.
- Marcuse, H. (1955). Eros and Civilization: A Philosophical Inquiry into Freud.
- Marcuse, H. (1972). Counterrevolution and Revolt.
- Marcuse, Herbert. "One-Dimensional Man: Studies in the Ideology of Advanced Industrial Society." Beacon Press, 1991.
- Raworth, K. (2017). Doughnut Economics: Seven Ways to Think Like a 21st-Century Economist. Chelsea Green Publishing.
- Rosling, H. (2018). Factfulness: Ten Reasons We're Wrong About the World—and Why Things Are Better Than You Think. Flatiron Books.
- Scruton, R. (2012). Green Philosophy: How to Think Seriously About the Planet. Atlantic Books.
Komentar
Posting Komentar