Seiring berkembangnya zaman, banyak orang yang mempertanyakan kebenaran dari suatu keyakinan atau pandangan. Terlebih dalam era informasi seperti sekarang ini, di mana akses informasi semakin mudah, namun sekaligus juga semakin banyaknya informasi yang beredar. Fenomena ini mendorong munculnya suatu pandangan filosofis yang dikenal sebagai skeptisisme.
Skeptisisme adalah pandangan yang menolak keyakinan tanpa bukti yang memadai atau keyakinan yang terlalu dipengaruhi oleh emosi atau kepentingan tertentu. Seorang skeptis biasanya mencari bukti yang kuat untuk mendukung keyakinannya dan meragukan segala sesuatu yang dianggap belum terbukti.
Mengapa seseorang memilih untuk menjadi skeptis? Tentu saja, setiap orang memiliki alasan dan motivasi yang berbeda-beda. Namun, pada umumnya, orang menjadi skeptis karena mereka ingin memastikan bahwa keyakinan atau pandangan yang mereka anut adalah benar dan didasarkan pada fakta yang objektif, bukan hanya berdasarkan opini atau kepercayaan yang tidak teruji.
Dalam artikel ini, kita akan membahas lebih lanjut mengenai alasan seseorang memilih untuk menjadi skeptis, serta implikasi dari pandangan ini terhadap pemahaman kita tentang dunia.
A. Pengalaman pribadi
Pengalaman pribadi dapat menjadi alasan seseorang menjadi
skeptis. Mungkin seseorang telah mengalami situasi di mana mereka telah
dipengaruhi oleh klaim atau informasi yang tidak akurat atau tidak benar.
Contoh yang umum termasuk terjebak dalam skema piramida atau pembelian produk
yang tidak efektif atau bahkan berbahaya. Setelah mengalami pengalaman ini,
seseorang mungkin lebih waspada dan skeptis terhadap klaim atau informasi yang
dihadapi di masa depan.
Adopsi sikap skeptis sangat penting dalam masyarakat modern yang kompleks dan informasi yang berlimpah. Dalam beberapa situasi, ketidakpercayaan dapat membantu melindungi seseorang dari informasi atau klaim yang salah atau berbahaya. Namun, skeptisisme yang berlebihan juga dapat menjadi bumerang, menyebabkan ketidakpercayaan yang tidak sehat atau kecemasan berlebihan.
B. Kejadian yang tidak masuk akal
Kejadian yang tidak masuk akal bisa menjadi alasan yang kuat
bagi seseorang untuk menjadi skeptis. Misalnya, jika seseorang terus menerus
mendengar berita palsu atau hoaks yang tersebar di media sosial, mereka akan
menjadi skeptis terhadap informasi yang mereka terima. Begitu juga dengan
kejadian-kejadian yang tidak dapat dijelaskan secara rasional, seperti
penampakan hantu atau fenomena alam yang aneh, dapat membuat seseorang menjadi
skeptis terhadap hal-hal yang tidak dapat dibuktikan secara ilmiah.
Namun, skeptisisme tidak sama dengan penolakan terhadap ilmu
pengetahuan dan fakta. Sebaliknya, skeptisisme mengajarkan kita untuk mencari
bukti dan melakukan penelitian yang cermat sebelum membuat kesimpulan. Dengan
cara ini, kita dapat memastikan bahwa apa yang kita percayai benar-benar
didasarkan pada fakta yang terbukti.
Skeptisisme juga mengajarkan kita untuk tidak mempercayai
klaim tanpa bukti yang memadai. Misalnya, jika seseorang mengklaim bahwa mereka
memiliki kemampuan untuk melihat masa depan atau melakukan telekinesis,
skeptisisme mengajarkan kita untuk mempertanyakan klaim tersebut dan mencari
bukti yang kuat untuk mendukung klaim tersebut.
Namun, terkadang kejadian-kejadian yang tidak masuk akal
dapat membuat seseorang menjadi terlalu skeptis, bahkan terlalu skeptis
terhadap fakta yang telah terbukti. Ini bisa menjadi masalah serius, terutama
ketika seseorang menolak ilmu pengetahuan dan fakta yang telah terbukti karena
mereka merasa bahwa hal tersebut tidak masuk akal.
Oleh karena itu, penting untuk mengambil sikap skeptis yang
sehat dan bijaksana, dengan mempertimbangkan bukti dan fakta yang ada sebelum
membuat kesimpulan. Sebagai contoh, dalam kasus penampakan hantu, kita harus
mempertimbangkan kemungkinan bahwa apa yang dilihat hanya merupakan ilusi atau
kesalahan persepsi, bukan suatu hal yang berada di luar kemampuan penjelasan
ilmiah.
C. Kekurangan bukti yang kuat
Ketika seseorang tidak memiliki bukti yang cukup untuk
mendukung klaim atau informasi yang diberikan, maka muncul keraguan dalam
dirinya. Bukti yang lemah atau bahkan tidak ada dapat mengurangi kepercayaan
seseorang pada suatu informasi, bahkan pada suatu kepercayaan yang telah
dipegangnya selama ini.
Misalnya, banyak klaim tentang obat-obatan atau produk yang
dapat menyembuhkan penyakit tertentu atau meningkatkan kesehatan tubuh. Namun,
jika bukti yang disediakan tidak cukup kuat atau bahkan tidak ada, maka
seseorang yang skeptis akan berpikir ulang untuk mengambil keputusan dalam
menggunakan produk tersebut.
Bahkan dalam dunia sains, bukti yang kuat menjadi syarat
mutlak untuk menjelaskan fenomena alam. Seorang ilmuwan harus memiliki bukti
yang dapat diuji ulang dan diakui oleh para ahli di bidangnya untuk dapat
mempertahankan klaimnya. Jika bukti yang diberikan lemah atau tidak dapat diuji
ulang, maka klaim tersebut akan ditolak oleh masyarakat ilmiah.
Kekurangan bukti yang kuat juga dapat menghambat perkembangan
pengetahuan dan teknologi. Tanpa bukti yang cukup kuat, penelitian dan
pengembangan dalam suatu bidang akan terhenti. Misalnya, penemuan energi
terbarukan dan teknologi penyimpanan energi baru memerlukan bukti yang kuat
untuk dapat diterapkan dalam skala besar.
Dalam kesimpulannya, kekurangan bukti yang kuat dapat
menjadi alasan seseorang menjadi skeptis. Bukti yang lemah atau bahkan tidak
ada dapat menimbulkan keraguan dan mengurangi kepercayaan seseorang pada suatu
informasi atau klaim. Oleh karena itu, penting bagi setiap orang untuk
memeriksa kebenaran informasi dan klaim yang diberikan dan tidak terlalu mudah
percaya tanpa bukti yang kuat.
Referensi:
- Michael Shermer. Why People Believe Weird Things: Pseudoscience, Superstition, and Other Confusions of Our Time. New York: Henry Holt and Company, 1997.
- Robert L. Park. Voodoo Science: The Road from Foolishness to Fraud. New York: Oxford University Press, 2000.
- Steven Novella. The Skeptics' Guide to the Universe: How to Know What's Really Real in a World Increasingly Full of Fake. New York: Grand Central Publishing, 2018.
- Shermer, M. (2011). The Skeptic's Handbook: Debunking Myths About Science and Superstition. John Wiley & Sons.
Komentar
Posting Komentar