Langsung ke konten utama

Dasar-Dasar Materialisme Historis

A. Definisi materialisme historis

Materialisme historis adalah sebuah konsep yang dikembangkan oleh Karl Marx dan Friedrich Engels sebagai landasan teoritis dalam memahami sejarah manusia. Konsep ini menghubungkan perubahan sejarah dengan faktor ekonomi, khususnya struktur ekonomi masyarakat, sebagai motor utama perubahan sosial. Menurut materialisme historis, perkembangan sejarah dipengaruhi oleh kebutuhan manusia untuk memenuhi kebutuhan material seperti makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Pada dasarnya, materialisme historis menekankan bahwa faktor-faktor ekonomi dan produksi adalah pendorong utama perubahan dalam masyarakat.

B. Prinsip-prinsip dasar materialisme historis

1. Hubungan antara struktur ekonomi dan perkembangan sejarah

Prinsip pertama dalam materialisme historis adalah hubungan yang erat antara struktur ekonomi masyarakat dengan perkembangan sejarah. Marx dan Engels berpendapat bahwa setiap masyarakat memiliki struktur ekonomi yang terdiri dari hubungan produksi, yaitu bagaimana sumber daya dan tenaga kerja diorganisir. Struktur ekonomi ini mencakup kepemilikan alat produksi dan distribusi kekayaan. Perubahan dalam struktur ekonomi, seperti revolusi dalam teknologi atau perubahan dalam kepemilikan alat produksi, akan mempengaruhi perkembangan sejarah. Misalnya, perubahan dari masyarakat feodal ke masyarakat kapitalis terjadi karena revolusi dalam produksi dan kepemilikan tanah.

2. Peran kelas-kelas sosial dalam perubahan sejarah

Prinsip kedua materialisme historis adalah peran sentral kelas-kelas sosial dalam perubahan sejarah. Marx mengidentifikasi adanya konflik antara kelas sosial yang berbeda dalam masyarakat. Dalam setiap tahapan perkembangan sejarah, ada kelas dominan yang mengendalikan sumber daya dan kekuasaan. Misalnya, dalam masyarakat feodal, kelas pemilik tanah merupakan kelas dominan, sedangkan dalam masyarakat kapitalis, kelas pemilik modal (kapitalis) menjadi kelas dominan. Konflik antara kelas-kelas sosial ini merupakan salah satu motor perubahan sejarah.

3. Dialektika sejarah dan perubahan sosial

Prinsip ketiga materialisme historis adalah pemahaman tentang dialektika sejarah dan perubahan sosial. Marx dan Engels melihat sejarah sebagai serangkaian kontradiksi yang saling bertentangan. Setiap tahapan perkembangan masyarakat membawa kontradiksi internal yang pada akhirnya memunculkan perubahan sosial. Kontradiksi ini muncul dari ketegangan antara kelas-kelas sosial, perbedaan kepentingan, dan perjuangan politik. Dalam materialisme historis, perubahan sosial tidaklah linier atau teratur, tetapi melibatkan konflik dan pertempuran antara kekuatan yang bertentangan.

Referensi:

  • Marx, K., & Engels, F. (1848). The Communist Manifesto.
  • Marx, K. (1867). Das Kapital, Volume I.
  • Wood, E. M. (2004). The Origin of Capitalism: A Longer View. Verso Books.
  • Bottomore, T. B. (1991). A Dictionary of Marxist Thought. Wiley-Blackwell.
  • McLellan, D. (2007). Karl Marx: A Biography. Palgrave Macmillan.
  • Elster, J. (1986). An Introduction to Karl Marx. Cambridge University Press.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...