Langsung ke konten utama

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stratifikasi Kelas

Stratifikasi kelas merupakan fenomena sosial yang melibatkan pembagian masyarakat ke dalam kelompok-kelompok berdasarkan posisi sosial dan ekonomi mereka. Faktor-faktor yang mempengaruhi stratifikasi kelas sangat kompleks dan bervariasi di berbagai konteks sosial dan budaya. Memahami faktor-faktor ini adalah penting dalam mengungkap penyebab dan dinamika stratifikasi kelas yang ada dalam masyarakat. Artikel ini akan mengulas beberapa faktor yang signifikan dalam mempengaruhi stratifikasi kelas, serta menyajikan referensi yang relevan untuk mendukung analisis tersebut.

A, Faktor Ekonomi

Stratifikasi kelas merupakan fenomena yang melekat dalam masyarakat manusia, dan faktor ekonomi memainkan peran sentral dalam membentuk dan mempertahankan ketimpangan kelas sosial. Ketika ketidakadilan ekonomi memperburuk stratifikasi kelas, penting bagi kita untuk mempertimbangkan perubahan dalam sistem ekonomi untuk mencapai masyarakat yang lebih adil.

Faktor Ekonomi Faktor ekonomi, seperti pendapatan, kekayaan, akses terhadap pekerjaan yang layak, dan kesenjangan upah, menjadi penentu utama stratifikasi kelas dalam masyarakat. Sistem ekonomi yang tidak adil cenderung memperkuat ketimpangan antara kelas sosial, dengan kelompok yang lebih tinggi mendapatkan manfaat yang lebih besar sementara kelompok yang lebih rendah terperangkap dalam siklus kemiskinan.

Ketimpangan ekonomi yang luas dapat menyebabkan berbagai dampak negatif pada masyarakat. Pertama, ketidaksetaraan dalam akses terhadap sumber daya dan kesempatan dapat menghambat mobilitas sosial, membuat sulit bagi individu dari kelas sosial yang rendah untuk naik ke kelas yang lebih tinggi. Kedua, kesenjangan ekonomi menciptakan kesenjangan sosial yang meningkatkan ketegangan dan konflik dalam masyarakat. Ketiga, ketimpangan ekonomi dapat merugikan stabilitas sosial dan ekonomi secara keseluruhan, menghambat pembangunan berkelanjutan.

Perlunya Perubahan dalam Sistem Ekonomi Untuk mengatasi stratifikasi kelas yang didorong oleh faktor ekonomi, perubahan dalam sistem ekonomi diperlukan. Sistem ekonomi yang adil dan inklusif harus menjadi tujuan kita. Hal ini mencakup pengurangan kesenjangan pendapatan melalui redistribusi kekayaan, kebijakan fiskal yang berpihak pada kelompok yang kurang beruntung, perlindungan pekerja yang kuat, dan investasi dalam akses pendidikan dan pelatihan yang merata.

Berbagai alternatif sistem ekonomi telah diajukan sebagai upaya untuk mengatasi stratifikasi kelas yang tidak adil. Misalnya, sistem ekonomi berbasis solidaritas, seperti ekonomi sosial, yang menekankan kerjasama dan kesejahteraan bersama, dan sistem ekonomi berbasis koperasi, yang memberdayakan individu melalui kepemilikan bersama dan partisipasi demokratis. Dalam konteks global, prinsip-prinsip ekonomi berkeadilan seperti ekonomi berbasis manusia juga harus dipertimbangkan.

B. Faktor Politik

Tratifikasi kelas, atau pembagian masyarakat ke dalam kelas-kelas sosial berdasarkan perbedaan ekonomi, telah menjadi salah satu isu sosial yang paling penting dalam sejarah manusia. Kesenjangan ekonomi yang semakin membesar antara kelas-kelas sosial sering kali menjadi sumber konflik dan ketidakadilan dalam masyarakat. Salah satu faktor yang memiliki pengaruh signifikan dalam tratifikasi kelas adalah faktor politik.

Kebijakan Ekonomi: Kebijakan ekonomi yang dibuat oleh pemerintah dapat memiliki dampak langsung pada tratifikasi kelas. Kebijakan pajak, subsidi, dan kebijakan perdagangan internasional adalah beberapa contoh kebijakan ekonomi yang dapat mempengaruhi pendapatan dan kekayaan individu atau kelompok dalam masyarakat. Jika kebijakan ini tidak adil atau tidak seimbang, kesenjangan ekonomi dapat semakin membesar antara kelas-kelas sosial.

Akses ke Sumber Daya: Faktor politik juga dapat mempengaruhi akses kelas-kelas sosial terhadap sumber daya penting seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Ketika pemerintah tidak menyediakan akses yang adil terhadap sumber daya ini, kesenjangan dalam kesempatan dan kualitas hidup antara kelas sosial tertentu akan semakin membesar.

Pengambilan Keputusan: Partisipasi politik dan pengambilan keputusan yang adil juga berperan penting dalam membentuk tratifikasi kelas. Ketika kekuasaan politik terkonsentrasi dalam kelompok-kelompok tertentu atau elite, kepentingan dan aspirasi kelas sosial yang lebih rendah seringkali diabaikan atau tidak diwakili dengan baik. Ini dapat memperkuat ketidakadilan sosial dan mengakibatkan perlakuan yang tidak setara bagi kelas-kelas sosial yang lebih rendah.

C. Faktor Kultural

Tratifikasi kelas merupakan fenomena sosial yang membagi masyarakat ke dalam kelompok-kelompok berdasarkan status ekonomi, kekayaan, dan kekuasaan. Salah satu faktor yang memiliki pengaruh signifikan dalam tratifikasi kelas adalah faktor kultural. Faktor kultural mencakup nilai-nilai, norma, dan praktik-praktik yang dipertahankan oleh masyarakat. Dalam tulisan ini, akan dijelaskan bagaimana faktor kultural berkontribusi terhadap pembentukan dan pemeliharaan sistem tratifikasi kelas.

Norma-nilai materialistik: Budaya konsumerisme yang memprioritaskan kepemilikan barang-barang mewah dan simbol status sosial tertentu, secara tidak langsung menguatkan stratifikasi kelas. Nilai-nilai ini mendorong individu untuk berlomba-lomba dalam mencapai status sosial yang lebih tinggi melalui akumulasi kekayaan materi.

Warisan budaya dan pendidikan: Sistem pendidikan yang tidak merata atau tidak meratakan kesempatan sering kali dipengaruhi oleh faktor kultural. Nilai-nilai, norma, dan harapan budaya yang diteruskan dari generasi ke generasi, termasuk persepsi terhadap pendidikan, dapat membentuk kesenjangan dalam akses dan kualitas pendidikan antara kelompok-kelompok sosial.

Jaringan sosial dan kekuatan kapital sosial: Faktor kultural juga mempengaruhi pembentukan dan aksesibilitas jaringan sosial. Koneksi-koneksi sosial yang kuat dan kekayaan kapital sosial yang terbentuk melalui afiliasi dengan kelompok-kelompok budaya tertentu dapat memberikan keuntungan dalam memperoleh kesempatan dan mobilitas sosial yang lebih tinggi.

D. Faktor Gender

Pada era modern ini, kesetaraan gender menjadi salah satu isu yang sangat relevan. Salah satu aspek yang memengaruhi kesetaraan adalah stratifikasi kelas. Penelitian menunjukkan bahwa faktor gender memiliki pengaruh yang signifikan dalam stratifikasi kelas. Memahami pengaruh ini adalah langkah penting untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil dan inklusif.

Kesenjangan Upah: Studi menunjukkan bahwa perempuan secara konsisten mendapatkan upah yang lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki dalam pekerjaan yang sebanding. Faktor gender menjadi salah satu penentu penting dalam menentukan gaji seseorang, meskipun memiliki kualifikasi dan pengalaman yang sama. Ini mencerminkan adanya ketidakadilan yang perlu diperbaiki dalam sistem ekonomi.

Akses Pendidikan: Faktor gender juga mempengaruhi akses terhadap pendidikan yang berkualitas. Di beberapa masyarakat, perempuan masih menghadapi hambatan dalam mendapatkan akses yang setara dengan laki-laki terhadap pendidikan formal. Hal ini berdampak pada kesempatan karir dan mobilitas sosial, yang berkontribusi pada stratifikasi kelas yang tidak adil.

Keterwakilan dalam Posisi Pimpinan: Perempuan sering kali mengalami kesulitan dalam mencapai posisi kepemimpinan yang tinggi dalam dunia kerja. Faktor gender memainkan peran penting dalam hal ini, baik dalam pembatasan struktural maupun persepsi dan stereotip yang masih ada dalam masyarakat. Keterwakilan yang tidak proporsional ini menyebabkan ketimpangan dalam distribusi kekuasaan dan pengaruh, serta berkontribusi pada stratifikasi kelas yang tidak adil.

Referensi:

  • Blau, F. D., & Kahn, L. M. (2017). The gender wage gap: Extent, trends, and explanations. Journal of Economic Literature, 55(3), 789-865.
  • Bourdieu, P. (1984). Distinction: A Social Critique of the Judgment of Taste. London: Routledge.
  • Bourdieu, P., & Passeron, J. C. (1977). Reproduction in Education, Society, and Culture. London: Sage Publications.
  • Coleman, J. S. (1966). Equality of Educational Opportunity. Washington, D.C.: U.S. Government Printing Office.
  • Dahl, R. A. (2005). Who governs?: Democracy and power in an American city. Yale University Press.
  • Eagly, A. H., & Carli, L. L. (2007). Women and the labyrinth of leadership. Harvard Business Review, 85(9), 62-71.
  • Granovetter, M. (1973). The Strength of Weak Ties. American Journal of Sociology, 78(6), 1360-1380.
  • Pickett, K., & Wilkinson, R. (2010). The spirit level: Why greater equality makes societies stronger. Bloomsbury Publishing.
  • Putnam, R. D. (2000). Bowling Alone: The Collapse and Revival of American Community. New York: Simon & Schuster.
  • Stiglitz, J. E. (2012). The price of inequality: How today's divided society endangers our future. W. W. Norton & Company.
  • UNESCO. (2016). Education for people and planet: Creating sustainable futures for all. Global Education Monitoring Report.
  • Veblen, T. (1899). The Theory of the Leisure Class: An Economic Study of Institutions. New York: Macmillan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...