Di sebuah kota di "Dunia Kerja Modern," hidup sekelompok rakyat jelata yang bekerja tanpa lelah. Mereka menggali tambang emas impian di bawah panji-panji "produktifitas," dengan janji samar akan kebahagiaan di ujung peluh mereka. Tapi, siapa sangka, tambang itu tak pernah menghasilkan emas—hanya batu kerikil yang dilemparkan kembali kepada mereka sebagai pengingat bahwa "kerja keras adalah kebajikan." Apakah benar kebajikan, atau hanya ilusi? Lihatlah para pekerja berbakat itu, mereka datang dengan koper penuh keahlian. Ada yang ahli berbicara, ada yang pintar berhitung, ada pula yang punya tangan ajaib yang bisa menciptakan solusi dari udara kosong. Tapi, alih-alih disambut dengan sorak-sorai, mereka disambut dengan sikap sinis. “Ah, hebat sekali kamu ini. Kalau begitu, kita potong saja gajinya, karena toh dia bisa menyelesaikan pekerjaan tiga orang.” Begitulah logika para punggawa kerajaan, yang menganggap bakat bukanlah berkah, melainkan alasan untuk m...