Langsung ke konten utama

Omong Kosong Menjadi Diri Sendiri

Saat ini, dunia penuh dengan kata-kata inspiratif yang menekankan pentingnya menjadi diri sendiri. Orang-orang mengajarkan kita untuk mengikuti hati dan memilih jalur hidup yang sesuai dengan keinginan pribadi. Namun, dalam ironi tak terelakkan, ketika seseorang berbicara tentang menjadi diri sendiri, ternyata itu juga dipengaruhi oleh pengaruh orang lain. Apakah mungkin kita benar-benar menjadi diri sendiri ketika kita selalu terpancing oleh omongan orang lain?

Pemikiran tentang menjadi diri sendiri adalah sesuatu yang ambigu. Bagaimana seseorang bisa menjadi dirinya sendiri, padahal sejak lahir hingga dewasa, kita selalu dirawat dan dididik dengan berbagai pengaruh dari lingkungan sekitar? Setiap langkah dan pilihan hidup kita dipengaruhi oleh norma-norma sosial, nilai-nilai keluarga, dan pengalaman masa lalu. Kita tidak dapat menghindari pengaruh orang lain dalam hidup kita.

Sejak kecil, kita telah didorong untuk mengikuti aturan etika dan moral yang berlaku dalam masyarakat. Nilai-nilai ini ditanamkan dalam pikiran kita dan membentuk cara berpikir dan bertindak. Kita mengikuti norma-norma ini karena kita tahu bahwa kebebasan untuk memilih apa yang kita inginkan juga memiliki konsekuensi dan tanggung jawab. Jadi, apakah yang sebenarnya dimaksud dengan menjadi diri sendiri?

Sebenarnya, menjadi diri sendiri bukanlah tentang menjadi bebas tanpa batasan, melampaui etika dan moralitas. Melainkan, menjadi diri sendiri adalah tentang mengenali siapa kita sebenarnya dan berhubungan dengan diri kita sendiri dengan jujur. Ini adalah tentang mendengarkan hati dan menyadari apa yang benar-benar kita inginkan dalam hidup. Namun, ini tidak berarti kita boleh melakukan apa pun yang kita inginkan tanpa mempertimbangkan konsekuensinya.

Perjalanan menjadi diri sendiri adalah tentang memerangi hawa nafsu dan ego kita. Bukan berarti kita harus mengalahkan hal ini, tetapi kita harus bisa mengendalikannya. Ini adalah tentang menyadari bahwa kita bukanlah satu-satunya individu di dunia ini dan tindakan kita dapat mempengaruhi orang lain. Menjadi diri sendiri berarti kita harus belajar untuk hidup dengan bijaksana, bertanggung jawab, dan mempertimbangkan dampak dari setiap tindakan kita.

Kita tidak bisa membangun identitas kita hanya berdasarkan keinginan dan dorongan sesaat. Kita harus memahami nilai-nilai inti yang membentuk diri kita dan menghormati nilai-nilai tersebut dalam segala situasi. Ini berarti kita harus belajar untuk berkomunikasi dengan baik dan memahami pandangan orang lain, meskipun kita mungkin tidak selalu sependapat.

Namun, tidak dapat dihindari bahwa ada saat-saat di mana keinginan pribadi kita bertentangan dengan harapan orang lain. Dalam situasi seperti ini, penting untuk tetap setia pada diri sendiri dan apa yang kita yakini benar. Menjadi diri sendiri bukan berarti kita harus mengecewakan orang lain atau mengabaikan perasaan mereka, tetapi kita harus belajar untuk berdiri teguh dalam keyakinan kita.

Jadi, pada akhirnya, menjadi diri sendiri adalah tentang menemukan keseimbangan antara keinginan pribadi dan tanggung jawab sosial. Ini adalah tentang memahami siapa kita sebenarnya dan berusaha untuk hidup dengan cara yang konsisten dengan nilai-nilai kita. Mungkin tidak ada jawaban pasti tentang bagaimana menjadi diri sendiri, tetapi yang terpenting adalah kita harus mencari cara untuk hidup dengan baik dengan diri kita sendiri dan orang lain di sekitar kita.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...