Langsung ke konten utama

Kapitalisme dalam Mengelabui Gerakan Feminis: Sebuah Analisis Kritis

Gerakan feminis telah menjadi bagian integral dari perjuangan untuk kesetaraan gender dan hak-hak perempuan. Namun, seperti halnya gerakan sosial lainnya, feminisme tidak luput dari pengaruh dan manipulasi sistem ekonomi global, terutama kapitalisme. Meskipun kapitalisme telah memberikan perempuan akses lebih besar ke pasar tenaga kerja dan peluang ekonomi, tidak bisa diabaikan bahwa sistem ini juga memiliki siasat tersendiri untuk mengelabui gerakan feminis. Dalam tulisan ini, akan diulas bagaimana kapitalisme dapat memanfaatkan dan mengelabui gerakan feminis melalui eksploitasi, komersialisasi, dan konsumerisme.

1. Eksploitasi Perempuan dalam Industri

Kapitalisme yang berfokus pada profit cenderung memperburuk ketidaksetaraan gender melalui eksploitasi perempuan dalam berbagai industri. Banyak perusahaan, terutama di sektor produksi murah, menggunakan tenaga kerja perempuan dengan upah rendah tanpa memberikan hak-hak kerja yang setara. Meskipun terdapat undang-undang yang mendukung perlindungan tenaga kerja perempuan, praktik eksploitatif ini masih berlanjut di berbagai negara. Perempuan sering kali dipekerjakan dalam kondisi yang tidak aman dan mendapatkan upah yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan rekan laki-laki mereka.

Dalam konteks ini, kapitalisme dapat mengelabui gerakan feminis dengan memberikan citra bahwa akses perempuan ke lapangan pekerjaan sudah semakin merata. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa kapitalisme lebih condong pada pemertahanan ketidaksetaraan gender yang tersembunyi di balik kesempatan ekonomi yang tampaknya lebih luas.

2. Komersialisasi Gerakan Feminis

Komersialisasi adalah aspek lain dari kapitalisme yang dapat mengelabui gerakan feminis. Kampanye pemasaran yang menggunakan narasi feminis seringkali hanya menjadi strategi untuk menjual produk. Perusahaan sering menggabungkan pesan-pesan feminis dengan tujuan meraup keuntungan lebih besar, tanpa benar-benar mendukung perubahan sosial yang diusung oleh gerakan feminis.

Misalnya, iklan yang menggunakan isu body positivity atau emansipasi perempuan seringkali hanya menciptakan citra yang seakan-akan mendukung gerakan feminis, tetapi pada akhirnya hanya menguntungkan perusahaan dalam penjualan produk. Komersialisasi seperti ini mengaburkan pesan sejati gerakan feminis dan mendorong konsumen untuk fokus pada aspek konsumsi daripada perubahan sosial yang lebih dalam.

3. Konsumerisme dan Penekanan pada Materialisme

Kapitalisme juga memperkuat budaya konsumerisme yang mengabaikan nilai-nilai esensial gerakan feminis. Konsumerisme memberikan pesan bahwa kebahagiaan dan identitas seseorang bergantung pada barang-barang materi dan tampilan fisik, yang bertentangan dengan tujuan gerakan feminis untuk menciptakan perubahan sosial yang lebih besar.

Dalam lingkungan konsumerisme ini, gerakan feminis bisa dielabui dengan menjadikan pencapaian material sebagai tolok ukur keberhasilan perempuan. Sebagai contoh, tekanan untuk memiliki penampilan fisik tertentu atau kepemilikan barang-barang mahal dapat mengalihkan perhatian dari isu-isu penting seperti kesetaraan gender, kekerasan terhadap perempuan, dan akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang adil.

Kesimpulan

Kapitalisme memiliki siasat tersendiri dalam mengelabui gerakan feminis melalui eksploitasi perempuan dalam industri, komersialisasi pesan-pesan feminis, dan penekanan pada konsumerisme dan materialisme. Sementara kapitalisme telah memberikan akses ekonomi lebih besar bagi perempuan, tidak bisa diabaikan bahwa dampak negatifnya dalam merusak tujuan-tujuan gerakan feminis juga patut diperhatikan.

Oleh karena itu, penting bagi gerakan feminis untuk senantiasa menjaga kewaspadaan terhadap manipulasi dan pengaruh kapitalisme, serta tetap berfokus pada tujuan utamanya dalam menciptakan kesetaraan gender dan perubahan sosial yang lebih adil. Demi mencapai tujuan tersebut, kerja sama dan kesadaran kolektif menjadi kunci dalam mengatasi siasat kapitalisme yang berpotensi mengelabui gerakan feminis.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...