Langsung ke konten utama

Kedamaian Memunculkan Berbagai Penyimpangan

Siapa yang akan berpikir bahwa sebuah negara yang damai dan sejahtera sebenarnya tidak baik-baik saja? Pasti semua orang ingin tinggal di tempat seperti itu, bukan? Tidak ada perang, kejahatan rendah, kekayaan melimpah, apa lagi yang bisa diminta? Tapi apakah kesejahteraan itu benar-benar membawa manfaat bagi kita? Nah, mari kita lihat kembali dengan sudut pandang yang lebih kritis.

Pertama-tama, mari bicara tentang generasi yang lemah. Benar, kesejahteraan bisa membuat generasi kita menjadi sangat manja dan lemah. Ketika segala sesuatunya mudah diakses dan terpenuhi, apa gunanya mencoba keras dan menghadapi tantangan? Itu hanya akan membuang-buang waktu dan tenaga, bukan? Sebagai gantinya, mereka lebih suka bergantung pada kemudahan hidup yang ada di sekeliling mereka. Jangan harap mereka bisa mengatasi situasi sulit atau menghadapi masalah besar dengan kepala tegak!

Lihat saja fenomena LGBT ini. Di masa lalu, ketika hidup penuh kesulitan dan penderitaan, orang-orang tidak punya waktu untuk memikirkan tentang orientasi seksual mereka. Mereka harus fokus pada bertahan hidup dan melindungi keluarga mereka dari bahaya di sekitar mereka. Tapi sekarang, ketika dunia sudah lebih damai dan lebih makmur, tiba-tiba muncul masalah LGBT ini. Seolah-olah mereka punya begitu banyak waktu luang untuk berpikir tentang hal-hal yang tidak penting!

Kemudian, mari bicara tentang masa perang. Ya, tentu saja, masa perang adalah masa yang begitu indah dan hebat. Kita bisa merasakan adrenalin ketika berjuang untuk bertahan hidup, melawan musuh, dan menghadapi ancaman setiap hari. Mungkin kita tidak perlu tidur dengan tenang karena ancaman maut selalu mengintai, tetapi itu menyenangkan, bukan? Siapa yang butuh tidur nyenyak dan damai ketika kita bisa hidup dalam ketakutan?

Manusia memang cenderung menyimpang ketika dunia sudah damai dan sejahtera. Mungkin karena kehidupan yang mudah membuat kita merasa bosan dan mencari sensasi baru. Seolah-olah kita tidak bisa menghargai kedamaian dan kesejahteraan yang sudah ada. Tidak ada lagi tantangan yang menantang, tidak ada lagi bahaya yang mengancam, dan hidup terasa datar dan monoton. Jadi, apa yang bisa kita lakukan? Tentu saja, kita mencari cara-cara baru untuk menghibur diri, bahkan jika itu berarti melakukan hal-hal yang menyimpang dan bertentangan dengan nilai-nilai yang sudah ada.

Jadi, mungkin sebenarnya kesejahteraan itu tidak selalu membawa kebaikan. Mungkin kita perlu merindukan masa lalu ketika hidup lebih sulit tetapi lebih berarti. Ketika kita harus berjuang keras untuk bertahan hidup dan mencapai tujuan kita. Ketika kehidupan penuh dengan tantangan dan penderitaan, tetapi juga dengan makna dan kepuasan.

Tapi tentu saja, ini hanya pandangan dari orang-orang yang menganggap bahwa kesejahteraan dan perdamaian adalah sesuatu yang buruk. Sebenarnya, kesejahteraan adalah tujuan yang harus dikejar oleh setiap negara dan masyarakat. Kehidupan yang damai dan sejahtera adalah impian semua orang. Namun, tetap penting bagi kita untuk tetap berada di atas kaki kita, menghadapi tantangan, dan menjaga nilai-nilai yang penting bagi kita. Kesejahteraan bukanlah alasan untuk menjadi lemah atau menyimpang dari nilai-nilai yang benar. Sebaliknya, itu adalah kesempatan untuk menjadi lebih baik dan berkontribusi positif bagi dunia di sekitar kita. Jadi, mari kita berusaha mencapai kesejahteraan yang sejati, bukan sebagai kesempurnaan, tetapi sebagai pijakan untuk mencapai hal-hal lebih besar dan lebih bermakna dalam kehidupan kita.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...