Langsung ke konten utama

Feminis yang Naif

Feminisme adalah gerakan sosial dan politik yang berjuang untuk mencapai kesetaraan gender dan menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan. Namun, ada pandangan yang menyatakan bahwa beberapa aspek feminisme bisa dianggap naif, terutama dalam menangani isu-isu yang kompleks dan kontroversial. Dalam narasi ini, kita akan membahas beberapa poin yang dianggap kontradiktif dalam pandangan feminis dan bagaimana hal tersebut dapat dievaluasi untuk mencapai tujuan kesetaraan gender yang lebih komprehensif.

Pertama-tama, penting untuk dicatat bahwa feminisme sebenarnya mencakup berbagai aliran dan pandangan yang berbeda. Tidak ada satu pandangan feminis tunggal yang mewakili seluruh gerakan. Oleh karena itu, kritik terhadap feminisme tidak dapat diarahkan pada seluruh gerakan sebagai keseluruhan, tetapi lebih kepada beberapa aspek yang kontroversial atau kurang matang.

Salah satu kritik terhadap feminisme adalah bahwa beberapa feminis terlalu fokus pada membuktikan bahwa perempuan bisa melebihi laki-laki atau setidaknya sama dengan mereka. Menyamakan diri dengan laki-laki bukanlah tujuan akhir feminisme. Tujuan sejati adalah mencapai kesetaraan gender di semua bidang kehidupan, tanpa adanya pemihakan atau superioritas salah satu jenis kelamin atas yang lainnya. Ketika feminisme berfokus hanya pada membuktikan superioritas perempuan, ini bisa memicu reaksi negatif dan meningkatkan polarisasi antara gender.

Selain itu, ada kritik terhadap beberapa aspek dari feminisme yang tidak mempertimbangkan konsekuensi dan implikasi dari beberapa tuntutan mereka. Sebagai contoh, ketika feminis memperjuangkan hak publik bagi perempuan untuk bekerja dan berpolitik, beberapa dari mereka mungkin tidak selalu mempertimbangkan aspek keamanan dan kesejahteraan perempuan di ruang publik. Isu kekerasan seksual adalah salah satu contoh nyata di mana kehadiran perempuan di ruang publik bisa meningkatkan risiko. Namun, ini tidak berarti bahwa perempuan harus dilarang untuk berpartisipasi di dunia publik. Sebaliknya, hal ini menyoroti perlunya juga memperjuangkan keamanan dan perlindungan bagi perempuan dalam ruang publik, dan mengubah norma dan perilaku yang merugikan perempuan.

Kemudian, ada kritik terhadap pandangan bahwa kesetaraan harus diukur dengan cara yang sama seperti laki-laki. Setiap individu berbeda dan memiliki preferensi serta aspirasi yang berbeda-beda. Beberapa perempuan mungkin merasa nyaman menjadi ibu rumah tangga, sementara yang lain ingin mengejar karier profesional. Feminisme seharusnya tidak memaksakan standar atau norma tertentu kepada perempuan, tetapi lebih menghargai pilihan dan kebebasan mereka untuk menentukan jalan hidupnya sendiri.

Hal ini juga terkait dengan pandangan feminis tentang kesetaraan di antara perempuan itu sendiri. Setiap perempuan memiliki latar belakang, budaya, dan pengalaman yang berbeda. Jadi, menganggap bahwa kesetaraan di antara perempuan itu sendiri adalah hal yang sederhana dan homogen juga bisa menjadi pandangan yang naif.

Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa feminisme telah mencapai banyak kemajuan positif dalam memperjuangkan hak-hak perempuan dan menciptakan kesadaran tentang isu-isu gender. Misalnya, perjuangan untuk hak pilih, kesempatan pendidikan dan pekerjaan yang setara, serta penghapusan diskriminasi gender di berbagai sektor masyarakat.

Sebagai kesimpulan, feminisme sebagai gerakan sosial dan politik memiliki tujuan mulia untuk mencapai kesetaraan gender. Namun, kritik terhadap beberapa aspek feminisme perlu diperhatikan dan dievaluasi untuk mencapai tujuan kesetaraan yang lebih inklusif dan kompleks. Evaluasi dan perbaikan terus-menerus dalam pikiran dan tindakan feminisme merupakan bagian dari perjalanan yang diperlukan untuk mencapai masyarakat yang lebih adil dan setara bagi semua jenis kelamin.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...