Langsung ke konten utama

"Fenomena Pontren Perempuan": Cantik Saja Sudah Cukup, Siapa Butuh Kemampuan?

Zaman ini memang penuh dengan kejutan dan perkembangan yang tak terduga. Salah satunya adalah kemunculan "fenomena pontren perempuan" yang begitu memesona di mata masyarakat. Ya, mengapa repot-repot memasak, mencuci, atau memiliki kemampuan berharga lainnya ketika kita memiliki kemampuan berharga lain yang tak kalah penting: cantik dan selfie dengan filter Instagram yang tepat?

Dulu mungkin ada keyakinan bahwa wanita memiliki peran dalam menjaga keberlangsungan rumah tangga, seperti mengurus rumah dan keluarga. Namun, apa gunanya semua itu ketika kita bisa berdandan dengan sempurna dan merayu dengan senyuman manis yang tertangkap oleh lensa kamera ponsel? Kemampuan menggoreng telur atau melipat baju tentu saja tak lebih berharga daripada riasan yang tahan lama dan hasil sempurna, bukan?

Ketika melihat sekeliling, sulit untuk tidak tertegun oleh perempuan-perempuan modern yang memiliki fokus dan semangat hidup yang jelas: bermain dan bermalas-malasan. Mereka telah menemukan formula rahasia untuk kebahagiaan yang terletak di antara pemutaran lagu-lagu populer sambil duduk manis di depan layar ponsel. Siapa yang membutuhkan produktivitas dan keterampilan ketika kita bisa menghabiskan waktu berselfi ria dengan filter yang mengubah kita menjadi "wanita sempurna" versi digital?

Namun, jangan salah paham, ini bukanlah fenomena yang hanya terjadi pada perempuan yang sedang sendirian. Di era modern ini, pontren perempuan telah mengembangkan keterampilan baru yang tak kalah berharga: mengandalkan pria. Kenapa repot-repot berusaha memasak atau merawat rumah ketika kita bisa membiarkan pria melakukannya? Sementara itu, kita bisa menikmati hidup, makan di restoran mewah, dan jalan-jalan dengan bebas, semuanya di bawah biaya pria yang tak dapat dilepaskan.

Tentu saja, dalam era berpacaran, kita tahu betapa menyenangkan menjadi pasangan yang hanya menuntut perhatian dan kebahagiaan tanpa memberikan kontribusi nyata. Ini adalah bentuk kebijaksanaan modern yang memungkinkan kita untuk menikmati kesenangan dan kebebasan tanpa harus berusaha keras. Dan tentu saja, tak perlu merasa bersalah jika hanya memikirkan kepentingan pribadi dan merasa pantas untuk dilayani.

Namun, jangan khawatir. Fenomena "pontren perempuan" ini tidak terbatas pada tahap berpacaran saja. Ini akan berkembang menjadi bab baru dalam babak berumah tangga. Pada saat itulah kita akan benar-benar menghargai nilai dan kontribusi dari keterampilan-keterampilan rumah tangga yang dulu dianggap sepele. Namun, mengapa memikirkan itu sekarang? Mari kita nikmati momen tanpa beban, tanpa tuntutan, dan tanpa memberikan lebih dari apa yang kita inginkan.

Bagi kaum pria, janganlah terburu-buru menghakimi dan mencari pasangan yang memiliki keterampilan dan nilai lebih. Apa gunanya mencari seseorang yang dapat mengurus rumah dan memasak dengan baik, ketika kita bisa memilih seseorang yang dapat merayu dengan penampilan menarik dan tampilan luar biasa? Kita tidak perlu menghabiskan waktu mempertimbangkan apakah mereka dapat menjadi mitra yang berharga dalam hidup kita. Toh, semua yang kita butuhkan hanyalah kesenangan dan hiburan, bukan?

Pada akhirnya, setiap generasi memiliki tren dan normanya sendiri. Tidak ada yang salah dengan ingin merasa cantik atau mengekspresikan diri dengan kreativitas. Namun, dalam mengejar tren dan gaya hidup modern, jangan sampai kita melupakan nilai-nilai yang lebih dalam dan penting dalam menjalin hubungan dan membangun rumah tangga yang sehat. Keterampilan dan kemampuan nyata tak pernah berhenti memiliki makna dan arti dalam hidup, bahkan di tengah kemewahan dunia digital dan selfie yang menggiurkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...