Langsung ke konten utama

Kecenderungan Manusia dalam Berpikir Irasional

Ketika kita membuka mata di pagi hari, dunia seolah terbentang di hadapan kita sebagai panggung kehidupan. Namun, paradoks muncul saat kita merenung lebih dalam: mengapa manusia, yang dianugerahi akal pikiran yang rasional, seringkali lebih suka bergelut dengan irasionalitas dalam berbagai aspek kehidupan? Terdapat argumen yang kuat bahwa manusia cenderung mengikuti naluri dan keinginan emosional daripada mengambil keputusan berdasarkan pemikiran yang rasional. Bukti terkait dengan preferensi terhadap irasionalitas dapat dengan mudah ditemukan dalam rutinitas sehari-hari kita, mulai dari keputusan makan hingga penggunaan waktu.

Pertama-tama, mari kita tengok aspek nutrisi dalam kehidupan manusia. Meskipun kita memiliki pengetahuan yang cukup tentang pentingnya makanan sehat untuk kesejahteraan tubuh, masih banyak di antara kita yang lebih memilih mengonsumsi makanan yang kurang sehat dan tidak bergizi. Kita cenderung memilih makanan yang enak di lidah daripada memikirkan dampak jangka panjangnya terhadap kesehatan. Meskipun telah diberi informasi tentang risiko obesitas, penyakit jantung, dan gangguan lainnya yang terkait dengan makanan tidak sehat, manusia seringkali lebih suka memanjakan diri dengan makanan favoritnya yang mungkin tidak memberikan nutrisi yang dibutuhkan tubuh.

Selain itu, mengenai penggunaan waktu, kecenderungan manusia untuk mengalami irasionalitas juga sangat terlihat. Sebagai contoh, kita sering kali menyaksikan orang-orang yang menghabiskan berjam-jam di depan layar perangkat elektronik, seperti bermain game atau menonton film, sementara waktu untuk belajar atau berlatih keterampilan produktif sering terlupakan. Fenomena ini mengindikasikan bahwa manusia lebih suka memberikan perhatian pada kegiatan yang memberikan kesenangan instan daripada menginvestasikan waktu dalam upaya yang lebih berpikir rasional, seperti belajar atau berolahraga.

Penting untuk diakui bahwa berpikir irasional pada beberapa situasi mungkin memiliki manfaatnya sendiri. Sebagai contoh, ketika seorang individu memutuskan untuk berlari jarak puluhan kilometer, ini mungkin terlihat sebagai tindakan yang irasional bagi banyak orang. Namun, bagi mereka yang mengembangkan pemikiran irasional positif, tindakan tersebut menjadi semacam tantangan pribadi yang mendorong mereka untuk melampaui batas kemampuan fisik dan mental yang sebelumnya mereka yakini. Pada saat seperti ini, irasionalitas bisa menjadi pendorong kuat untuk pencapaian yang luar biasa.

Namun, penting juga untuk mencari keseimbangan antara berpikir irasional yang positif dan pengambilan keputusan yang berlandaskan pemikiran rasional. Keberhasilan dalam dunia modern sering kali bergantung pada kemampuan manusia untuk mengatasi godaan irasional dan fokus pada tujuan yang lebih besar. Berpikir rasional memungkinkan kita untuk merencanakan langkah-langkah berdasarkan informasi dan analisis yang cermat, serta menjaga keseimbangan antara keinginan segera dan tujuan jangka panjang.

Dalam menghadapi tantangan ini, pendidikan memainkan peran yang sangat penting. Melalui pendidikan, manusia dapat memahami konsep penting seperti konsekuensi dari tindakan irasional, manfaat berpikir rasional, dan kemampuan untuk mengenali dan mengatasi bias-bias kognitif yang dapat mengarah pada pengambilan keputusan yang kurang bijaksana.

Dalam kesimpulannya, irasionalitas adalah bagian tak terpisahkan dari manusia. Namun, bukan berarti kita harus terjebak dalam pola perilaku yang kurang produktif. Dengan pemahaman tentang alasan di balik pilihan irasional kita, kita dapat mengembangkan kemampuan untuk mengatasi godaan dan pengaruh negatifnya. Dengan berpikir lebih rasional dan bijaksana, kita dapat mencapai tujuan hidup dengan lebih efektif, menjaga kesehatan dengan lebih baik, dan mengambil keputusan yang lebih baik untuk masa depan kita yang lebih baik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...