Langsung ke konten utama

Teori Kapitalisme dan Krisis Ekologis Menurut Foster

A. Konsep dasar teori krisis ekologis

Jean Belarmy Foster adalah seorang teoretikus marxis Amerika Serikat yang terkenal dengan kontribusinya dalam memahami krisis ekologis dari perspektif marxis. Konsep dasar teori krisis ekologis menurut Foster adalah bahwa krisis ekologis tidak hanya merupakan masalah lingkungan, melainkan juga merupakan masalah sosial dan ekonomi. Foster percaya bahwa krisis ekologis adalah konsekuensi dari sistem kapitalis yang mengejar pertumbuhan ekonomi tanpa batas dan keuntungan, tanpa memperhatikan dampak negatifnya pada lingkungan hidup dan manusia.

Menurut Foster, krisis ekologis adalah suatu krisis multidimensi yang melibatkan berbagai masalah seperti perubahan iklim, polusi, penipisan lapisan ozon, penipisan keanekaragaman hayati, kerusakan lahan, dan masalah sumber daya alam. Krisis ini terjadi karena sistem kapitalis mendorong produksi dan konsumsi berlebihan tanpa memperhatikan batas-batas alam dan kebutuhan manusia yang sebenarnya.

Foster juga mengemukakan bahwa krisis ekologis harus diatasi dengan merubah sistem kapitalis yang mendorong konsumsi berlebihan dan pertumbuhan ekonomi tanpa batas. Foster berpendapat bahwa penyelesaian krisis ekologis memerlukan perubahan sosial yang mendasar dan penerapan prinsip-prinsip sosialis yang berpusat pada kebutuhan manusia dan kelestarian lingkungan hidup.

B. Penyebab krisis ekologis menurut Foster

Jean Belarmy Foster adalah seorang aktivis lingkungan dan penulis yang dikenal dengan karyanya yang berfokus pada krisis ekologis. Menurut Foster, krisis ekologis terjadi karena adanya sistem produksi dan konsumsi kapitalis yang mengeksploitasi sumber daya alam dan lingkungan hidup secara berlebihan. Foster mengemukakan bahwa sistem ini bertujuan untuk memperoleh keuntungan yang maksimal tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan dan keberlangsungan hidup manusia.

Foster juga menekankan bahwa krisis ekologis terjadi karena adanya kebijakan pemerintah dan lemahnya pengaturan yang memungkinkan perusahaan untuk mengeksploitasi lingkungan hidup. Dalam pandangannya, kebijakan ini memungkinkan perusahaan untuk mendapatkan keuntungan yang besar, sementara dampak negatif terhadap lingkungan dan manusia diabaikan.

Selain itu, Foster juga mengemukakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tak terkendali dan meningkatnya populasi manusia juga menjadi penyebab krisis ekologis. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi memicu peningkatan produksi dan konsumsi, yang pada gilirannya meningkatkan penggunaan sumber daya alam dan mempercepat kerusakan lingkungan hidup.

C. Dampak krisis ekologis pada lingkungan dan manusia

Krisis ekologis, yang diakibatkan oleh aktivitas manusia seperti polusi, deforestasi, pemanasan global, dan degradasi lingkungan hidup, memberikan dampak yang signifikan pada lingkungan dan manusia. Menurut Jean Belarmy Foster, krisis ekologis memiliki implikasi yang luas dan serius bagi keberlangsungan hidup manusia dan planet bumi.

Pertama-tama, krisis ekologis menyebabkan kerusakan pada ekosistem alami dan lingkungan hidup. Hutan tropis yang rusak dan hilang dapat menyebabkan banjir dan tanah longsor yang sering terjadi di daerah tropis. Pencemaran air dan tanah juga dapat menyebabkan masalah kesehatan dan berdampak pada kehidupan hewan, termasuk kepunahan spesies. Bencana alam seperti badai, kebakaran hutan, dan banjir semakin sering terjadi dan semakin intensif.

Kedua, krisis ekologis memiliki dampak kesehatan yang signifikan pada manusia. Polusi udara dapat menyebabkan penyakit pernapasan seperti asma, bronkitis, dan kanker. Polusi air dapat menyebabkan keracunan, infeksi saluran pencernaan, dan penyakit kulit. Kontaminasi makanan juga dapat menyebabkan keracunan makanan dan penyakit yang terkait dengan penggunaan pestisida. Selain itu, perubahan iklim dan cuaca yang tidak stabil dapat mempengaruhi kesehatan manusia melalui penyebaran penyakit, peningkatan suhu tubuh, dan tekanan panas.

Ketiga, krisis ekologis juga mempengaruhi perekonomian dan sosial manusia. Hilangnya sumber daya alam dan peningkatan harga energi akan memberikan dampak ekonomi yang signifikan pada masyarakat, terutama bagi mereka yang hidup dalam kemiskinan. Krisis ekologis juga dapat menyebabkan konflik sosial dan politik karena persaingan atas sumber daya yang semakin langka.

Dalam rangka mengatasi krisis ekologis, Foster menyarankan perlunya tindakan kolaboratif dan solusi alternatif yang dapat diterapkan secara global. Langkah-langkah ini meliputi perlindungan lingkungan hidup, peningkatan efisiensi sumber daya, dan penggunaan energi terbarukan.

Referensi

  • Bellamy Foster, J. (2011). The ecological revolution: Making peace with the planet. New York: Monthly Review Press.
  • Foster, J. B. (2002). Ecology against capitalism. Monthly Review Press.
  • Foster, J. B. (2015). The Anthropocene crisis and the need for a socialist alternative. Monthly Review, 67(7), 1-17.
  • Foster, J.B. (1999). Marx's Ecology: Materialism and Nature. Monthly Review Press.
  • Foster, J.B. (2002). Ecology Against Capitalism. New York: Monthly Review Press.
  • Foster, J.B. (2015). The Theory of Ecological Revolution: Making Peace with the Planet. Monthly Review Press.
  • Foster, J.B. (2017). The Robbery of Nature: Capitalism and the Ecological Rift. New York: Monthly Review Press.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...