Sebuah kebahagiaan merupakan sesuatu yang dituju oleh banyak orang dan setiap orang memiliki makna kebahagiaannya masing-masing. Namun saat ini mayoritas setuju bahwa kebahagiaan itu haruslah berstandarkan sebuah angka, seperti nilai sekolah, uang dan popularitas.
Bukankah itu semua adalah sebuah kebahagiaan ya g berbasis angka yang mana semakin tinggi itu maka semakin membahagiakan. Saat ini manusia banyak yang berlomba-lomba mengejar angka-angka tersebut berharap bahwa angka membawa keberuntungan. Memang sejak dulu ada beberapa angka yang dipercaya membawa kebahagiaan dan sampai saat ini manusia masih mempercayainya.
Memang kebahagiaan yang berbasis angka ini mudah untuk dicerna dan dipahami oleh banyak orang apalagi angka itu terukur dan bisa teruji. Namun angka tetaplah angka yang mana itu hanyalah sesuatu yang mati tanpa ada manusia yang mengartikannya. Makana sebuah angka menjadi sesuatu yang membahagiakan yang mana angka itu dimaknai.
Di sisi lain kebahagiaan berbasis angka memiliki dampak buruk, angka itu mungkin ada yang membuat untung dan juga ada yang membuat rugi. Angka yang membuat kita tak bahagia tentu angka yang kecil dan sebaliknya angka yang membuat bahagia adalah angka yang besar. Standar kebahagiaan manusia di ukur oleh sebuah angka, siapa yang paling besar angkanya maka semakin bahagia ia hidupnya.
Memang sebegitu hebatnya sihir angka ini ia bisa mempengaruhi setiap individu manusia bahkan dunia. Seorang yang miskin pasti diukur dengan angka pengeluaran dan angka pendapatan, semakin besar pendapatan dan semakin kecil pengeluaran maka ia adalah orang yang bahagia dan begitu sebaliknya.
Namun apakah demikian bahwa kebahagiaan manusia dapat diukur dengan angka. Pada faktanya memang ada orang kaya dan miskin namun ini tidaklah menjadi sebuah ukuran apakah ia bahagia ataupun tidak. Sesungguhnya kita sudah tertipu oleh sihir angka ini, sihirnya memang telah menghegemoni berabad-abad yang lalau.
Padahal angka ini sejatinya dulu hanya untuk mengkonversi barang saja agar segala aktivitas ekonomi mudah dan lancar. Namun ternyata tidak demikian yang mana angka ini telah berubah menjadi sebuah hasrat yang berambisi untuk menguasai dunia. Angka yang merasuki pikiran manusia, selalu memandang bahwa segala barang itu harus diukur oleh angka. Alam bahkan manusia itu sendiri di lihat dari segi angka.
Keikhlasan pada diri rasa kemanusiaan pada diri telah bertransformasi menjadi balasan yang setara. Kebaikan dibalas dengan kebaikan maka angka di balas dengan angka. Aktifitas manusia seakan akan hanya untuk mengejar angka dan angka, seakan-akan ia tidak akan bisa hidup tanpa angka.
Logika pikir manusia telah dirusak oleh sihir angka. Manusia berpikir, bergerak, dan merasa itu berdasarkan angka. Mana mungkin manusia bisa bergerak tanpa angka, mana mungkin manusia bekerja jika tidak diupah, itukan yang ada dalam benak pikiran. Jika kita memberi maka harus ada balasan, memberi seakan memberatkan karena banyak angka yang hilang dalam diri.
Sulit rasanya melepas angka dalam pikiran, segala kebutuhan selalu dihitung oleh angka. Kepemilikan di ukur oleh angka, kemampuan diukur oleh nilai angka, popularitas diukur oleh jumlah pengikut, segalanya diukur oleh angka. Sampai kapan kita terus mengejar angka dan ketergantungan oleh angka. Angka itu memang seperti perwujudan tuhan saja, ia dipercaya membawa kebahagiaan padahal Tuhan memberi tidak pernah itung-itungan meski entah di hari esok kelak apakah manusia bisa selamat berdasarkan angka. Bukankah ada rahmat Tuhan yang mana itu justru lebih bernilai daripada nilai perbuatan.
Memang angka itu penting dalam kehidupan kita namun tidak segalanya dapat diukur oleh angka. Amat terlalu naif jika segalanya diukur oleh angka. Sebuah kehebatan justru adalah sesuatu yang tak terukur. Jadilah manusia yang tidak terukur atau manusia yang tidak sesuai standar masyarakat. Ukuran sejati hanyalah rasa. Rasa yang mana apakah itu membahagiakan atau tidak.
Komentar
Posting Komentar