Langsung ke konten utama

Contoh One Dimension Man dalam Kehidupan Sehari-hari

A. Pengaruh media massa

Dalam era digital yang semakin berkembang pesat saat ini, media sosial menjadi salah satu bentuk One Dimension Man yang paling nyata dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa disadari, kita telah menjadi budak dari konten yang diberikan oleh media sosial dan menghabiskan waktu yang tidak produktif untuk memeriksa, membandingkan, dan memposting aktivitas yang tidak terlalu penting. Alih-alih memperkaya pengalaman kita dalam hidup, media sosial malah mengurangi kualitas hidup kita dengan membatasi pola pikir dan menghindarkan kita dari keterlibatan langsung dengan kehidupan yang sesungguhnya.

Pengaruh media sosial juga mengubah cara kita berinteraksi dengan orang lain, yang akhirnya mengakibatkan kita kehilangan kemampuan untuk berbicara, memikirkan, dan merasakan hal-hal yang mendalam. Dalam keadaan seperti ini, bagaimana mungkin kita dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang dunia yang sebenarnya dan meningkatkan kemampuan kita untuk berkontribusi pada masyarakat yang lebih baik?

Sebagai individu yang hidup di era digital, kita perlu menyadari bahwa media sosial hanyalah satu bagian kecil dari kehidupan. Kita harus berusaha untuk menjaga keseimbangan antara keterlibatan langsung dalam kehidupan sehari-hari dengan konsumsi media sosial. Kita perlu membuka mata dan menyadari bahwa kehidupan yang penuh makna tidak dapat ditemukan di media sosial.

Maka, mari kita bersama-sama membebaskan diri dari One Dimension Man dengan mengurangi penggunaan media sosial dan berfokus pada interaksi langsung dengan dunia nyata. Dengan cara ini, kita dapat memperoleh pengalaman yang lebih kaya dan merasakan kepuasan yang lebih besar dalam hidup kita.

B. Budaya instan

Budaya instan merupakan salah satu contoh nyata dari One Dimension Man dalam kehidupan sehari-hari. Budaya ini menunjukkan betapa pentingnya kesenangan instan dan kepuasan segera bagi manusia modern. Dalam era digital saat ini, budaya instan menjadi semakin menguat dan meluas, dengan mudahnya kita bisa menemukan segala sesuatu dalam waktu yang sangat singkat.

Namun, budaya instan ini dapat menyebabkan kerusakan dalam diri manusia. Kita menjadi lebih mudah tergoda untuk memilih cara yang paling mudah dan cepat tanpa memikirkan konsekuensi jangka panjang dari tindakan tersebut. Budaya instan membuat kita kehilangan kesabaran dan kemampuan untuk menyelesaikan tugas secara bertahap dan sistematis.

Budaya instan juga dapat memengaruhi cara kita berinteraksi dengan orang lain. Kita cenderung lebih memilih untuk berkomunikasi melalui media sosial daripada secara langsung. Ini dapat mengurangi kemampuan kita untuk membangun hubungan sosial yang sehat dan produktif.

Tidak ada yang salah dengan mendapatkan kepuasan dalam waktu singkat, namun kita perlu memahami bahwa kepuasan yang lebih berarti dapat diperoleh melalui kesabaran, kerja keras dan pengorbanan. Kita harus belajar untuk memperlambat langkah kita dan menikmati prosesnya. Sebuah studi menunjukkan bahwa semakin kita bersabar dalam menjalankan tugas, semakin tinggi rasa puas yang kita dapatkan pada akhirnya.

Sebagai individu, kita harus mengembangkan kemampuan untuk menolak godaan budaya instan dan memperkuat kesabaran kita. Kita harus belajar untuk membangun kebiasaan yang positif dan berkelanjutan, serta mencari kebahagiaan dalam pencapaian jangka panjang. Dalam hal ini, penting bagi kita untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan mempertanyakan nilai-nilai budaya yang kita terima.

C. Ketergantungan teknologi

Ketergantungan teknologi telah menjadi hal yang sangat umum dalam kehidupan sehari-hari kita. Dari penggunaan smartphone hingga media sosial, teknologi telah merubah cara kita berinteraksi dengan dunia di sekitar kita. Namun, terlalu banyak ketergantungan pada teknologi dapat membawa dampak buruk bagi kesehatan mental dan sosial kita, sehingga menjadi salah satu contoh One Dimension Man yang berbahaya.

Ketergantungan pada teknologi dapat mempengaruhi kesehatan mental kita. Penggunaan teknologi yang berlebihan dapat mengakibatkan depresi dan kecemasan, serta mengganggu tidur dan pola makan kita. Selain itu, ketergantungan pada teknologi juga dapat mempengaruhi hubungan sosial kita. Dalam sebuah studi, ditemukan bahwa orang yang lebih sering menggunakan media sosial cenderung merasa lebih kesepian dan kurang memiliki koneksi interpersonal yang kuat.

Selain dampak pada kesehatan mental dan sosial kita, ketergantungan pada teknologi juga dapat mengurangi kreativitas dan kemampuan berpikir kritis kita. Saat kita terlalu bergantung pada teknologi, kita menjadi terbiasa untuk mencari jawaban yang cepat dan instan, yang membatasi kemampuan kita untuk berpikir secara kritis dan menyelesaikan masalah secara mandiri.

Namun, bukan berarti kita harus sepenuhnya menghindari penggunaan teknologi. Penggunaan teknologi yang seimbang dan tepat dapat memberikan manfaat yang besar bagi kehidupan kita. Penting untuk mengatur waktu penggunaan teknologi, dan menghindari penggunaan yang berlebihan.

Selain itu, kita juga dapat mencari cara-cara alternatif untuk memperkaya hidup kita di luar teknologi. Membaca buku, berolahraga, atau melakukan aktivitas kreatif seperti lukisan atau musik dapat membantu kita untuk memperluas wawasan dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis kita.

Ketergantungan pada teknologi bukanlah hal yang mudah untuk dihindari, namun kita dapat memperhatikan penggunaannya agar tidak terjebak dalam One Dimension Man yang membawa dampak buruk bagi hidup kita.

Referensi:

  • Przybylski, A. K., & Weinstein, N. (2017). A large-scale test of the goldilocks hypothesis: Quantifying the relations between digital-screen use and the mental well-being of adolescents. Psychological Science, 28(2), 204-215.
  • Burke, M., Marlow, C., & Lento, T. (2010). Social network activity and social well-being. In Proceedings of the SIGCHI Conference on Human Factors in Computing Systems (pp. 1909-1912). ACM.
  • Postman, N. (1985). Amusing Ourselves to Death: Public Discourse in the Age of Show Business. New York: Penguin Books.
  • Turkle, S. (2012). Alone Together: Why We Expect More from Technology and Less from Each Other. New York: Basic Books.
  • Carr, N. (2010). The Shallows: What the Internet Is Doing to Our Brains. New York: W. W. Norton & Company.
  • Burke, K. (2019). Patience is a Virtue: The Role of Patience in Creating Satisfying Experiences. Journal of Business Research, 94, 73-83.
  • Gershon, I. (2017). The Breakup 2.0: Disconnecting over New Media. Cornell University Press.
  • Marciano, R. (2018). The Value of Delayed Gratification. The Journal of Psychology, 152(1), 1-12.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Struktural Keorganisasian Kampus

(Dokumen Pribadi) Jika kamu adalah anak kuliah tentu pasti sudah tahu apa itu organisasi kampus. Mungkin ada sedikit perbedaan antara organisasi kampus dengan organisasi lainnya. Jelasnya organisasi kampus tentunya diisi oleh mahasiswa dan tentunya pola pikir keorganisasian dan tujaunnya berbeda dengan organisasi diluar kampus. Organisasi kampus sendiri terdiri dari dua macam, ada organisasi intra kampus kampus dan organisasi ekstra kampus. Organisasi kampus ini seberulnya hampir mirip dengan sistem kenegaraan kita seperti eksekutif, legislatif dan partai politik. Organisasi kampus ini, bisa disebut juga sebagai miniatur negara, untuk lebih jelasnya saya akan jelaskan dibawah ini:  Organisasi Intra Kampus Definisi organisasi intra kampus sendiri ada di dalam aturan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 155/U/1998 tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi (PUOK). Secara singkatnya organisasi intra kampus ini berada di bawah naungan kampus. Orga...

Antara Alam Pikiran dan Alam Realitas

Pernahkan kamu berfikir? Ya tentunya semua orang di dunia ini melakukan segala aktifitas dengan berfikir kecuali pada saat tidur dan pingsan. Hal yang unik dari manusia adalah manusia berbeda dengan fikirannya hewan. Hewan hanya berfikir berdasarkan insting naluri berfikirnya jika ada hewa-hewan cerdas seperti lumba-lumba dan  simpanse, mereka tentunya harus dilati terlebih dahulu. Tanpa dilatih mereka hanya hewan biasa walaupun di katakan hewan cerdas pun pemikiran mereka tetap saja tidak bisa berkembang. (Pixlab.com) Manusia tentunya memiliki kelebihan dibandingkan dengan hewan lain yakni pikiran, dengan pikiran manusia bisa melakukan hal yang sulit menjadi mudah, membuat hal yang kreatif dan inovatif, berimajinasi, berlogika, mempelajari hal baru dan masih banyak yang lainnya. Sejauh ini peradaban diciptakan oleh manusia dari masa-masa, manusia mempelajari hal baru dan ilmi-ilmu baru. Berbicara tentang pemikiram ini tentunya adalah hal yang unik, karena setiap orang memiliki tin...

Buat Apa Kita Belajar

Pertanyaan ini sebetulnya adalah pertanyaan yang kurang kerjaan, tetapi memang perlu kita pikirkan bersama. Memang sudah jelas tujuan belajar adalah menjadi orang yang pintar. Tetapi menurut saya itu bukan jawaban yang tepat. mengapa itu bukan jawaban yang tepat, karena kita harus lihat dulu tujuan dari belajar itu sendiri. Jujur saya orang yang senang belajar tetapi saya kurang suka pelajaran di sekolah, karena orientasinya hanya sekedar nilai. Mungkin ini tidak sesuai dengan stigma masyarakat. (Pixabay.com) Kita tentunya harus mengubah tujuan dari belajar. Jika kita belajar rajin mengerjakan PR, rangking satu, ujian selalu baik tentunya itu adalah anak yang pintar. Padahal itu bukan orang yang pintar, tetapi dia hanya ingin dipandang baik masyarakat (sekolah) makanya harus rajin agar dipuji oleh banyak orang. Jika kamu merasa puas ketika dipuji karena rangking satu tentunya sangat puas. Tetapi puasnya hanya cukup disitu saja. Setelah ia puas maka ya sudah pelajaran yang telah lalu di...