A. Definisi skeptisisme
Skeptisisme, dalam konteks filsafat, merujuk pada pandangan
yang mengajarkan bahwa kebenaran mutlak sulit atau bahkan tidak mungkin untuk
dicapai, dan bahwa manusia harus selalu mencurigai keyakinan- keyakinan yang
diterima secara umum. Pandangan skeptisisme ini menjadi semakin penting dalam
dunia yang semakin kompleks dan serba cepat, di mana informasi tersedia dalam
jumlah yang luar biasa banyak dan mudah diperoleh.
Sebagai seorang skeptis, seseorang harus mempertanyakan
segala hal, termasuk keyakinannya sendiri, dengan berbagai cara untuk
mengeksplorasi kredibilitasnya. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mencari
bukti yang kuat dan dengan mempertanyakan kesalahan yang mungkin terjadi dalam
penalaran atau bukti yang ada. Sebagai contoh, seorang skeptis mungkin
mempertanyakan klaim kesehatan atau produk herbal, atau mungkin mempertanyakan
kebenaran dari suatu teori konspirasi yang muncul di media sosial.
Salah satu keuntungan dari sikap skeptisisme adalah bahwa
ini dapat membantu manusia untuk tetap waspada dan menghindari penipuan atau manipulasi
yang dapat merugikan mereka. Dalam pandangan skeptis, setiap klaim atau argumen
harus diterima hanya setelah melalui penyaringan yang ketat dan penilaian
kritis. Dengan demikian, skeptisisme dapat membantu individu untuk menghindari
penipuan, kebohongan, dan pemikiran yang salah.
Namun, skeptisisme juga dapat memiliki kelemahan. Ketika
seseorang menjadi terlalu skeptis, hal ini dapat menyebabkan ketidakpercayaan
yang berlebihan dan mengabaikan pengalaman yang tidak dapat dijelaskan. Hal ini
dapat menyebabkan keraguan berlebihan dan mengakibatkan kebingungan tentang
nilai dan makna. Selain itu, skeptisisme juga dapat mengarah pada penolakan
yang tidak diperlukan terhadap pandangan yang berbeda.
Oleh karena itu, sebagai individu yang skeptis, perlu untuk
tetap terbuka terhadap pandangan yang berbeda dan untuk selalu mengevaluasi
keyakinan mereka secara teratur. Dengan demikian, skeptisisme dapat membantu
individu untuk menjadi lebih bijaksana dan kritis dalam pemikirannya.
B. Sejarah pengembangan skeptisisme
Sejak awal zaman Yunani Kuno, filosofi dan skeptisisme
selalu ada sebagai dua hal yang tak terpisahkan. Di masa itu, skeptisisme
dikenal sebagai sebuah gerakan pemikiran kritis yang mengajarkan untuk tidak
mempercayai segala sesuatu secara buta tanpa bukti yang kuat. Skeptisisme
mengajarkan kepada manusia untuk bertanya dan menguji segala sesuatu yang
mereka anggap benar, dan menemukan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan
sebelum mempercayainya.
Namun, skeptisisme yang berkembang pada masa Yunani Kuno
tidaklah sama dengan skeptisisme modern yang kita kenal sekarang. Skeptisisme
Yunani Kuno lebih menekankan pada ketidakpastian dalam pengetahuan, dan bahwa
manusia hanya dapat mencapai pengetahuan yang terbatas. Sebagai contoh, skeptik
Pyrrho dari Elis menyatakan bahwa manusia tidak dapat memperoleh pengetahuan
yang pasti tentang dunia, dan harus terus mencari bukti yang lebih kuat.
Pada masa Renaisans, skeptisisme kembali muncul sebagai
gerakan pemikiran yang kritis dan radikal. Filosof Prancis, Michel de
Montaigne, dikenal sebagai salah satu tokoh yang mengembangkan dan
mempopulerkan skeptisisme di Eropa pada abad ke-16. Montaigne menekankan bahwa
kebenaran mutlak tidak dapat dicapai oleh manusia, dan bahwa segala sesuatu
yang kita anggap benar hanya bersifat relatif dan tergantung pada perspektif
masing-masing.
Kemudian, pada abad ke-18, skeptisisme kembali muncul
sebagai gerakan yang menentang ajaran agama dan otoritas. Skeptisisme modern
ini menekankan pada pemikiran rasional dan ilmiah, serta menolak segala bentuk
otoritas yang tidak dapat diuji secara rasional. Skeptik modern seperti David
Hume dan Immanuel Kant menyatakan bahwa manusia hanya dapat memperoleh
pengetahuan melalui pengamatan dan pengalaman, dan bahwa semua keyakinan harus
diuji secara kritis.
Meskipun skeptisisme terus berkembang seiring berjalannya
waktu, gerakan ini tetap bertahan sebagai pengingat bagi kita bahwa semua
keyakinan harus diuji secara kritis dan berdasarkan bukti yang kuat.
Skeptisisme membantu kita untuk tidak terperangkap dalam pemikiran yang sempit
dan membantu kita untuk terus berkembang dalam pengetahuan dan pemikiran kita.
Referensi:
Bencivenga, E. (1996). Skepticism. Routledge.
Popkin, R. H. (1979). The history of skepticism from Erasmus
to Descartes. Brill.
Runia, D. T. (1997). Philo in early Christian literature: A
survey. Brill.
Benson, H. (2003). Skepticism: A Contemporary Reader.
Oxford: Oxford University Press.
Bunge, M. (2011). Scientific Materialism. New York:
Springer.
Popper, K. (2010). The Logic of Scientific Discovery. New
York: Routledge.
Komentar
Posting Komentar