Langsung ke konten utama

Kemegahan Kota dan Kisah yang Tersembunyi

 


Kemegahan sebuah kota besar sering kali menjadi daya tarik yang sulit untuk diabaikan. Lampu-lampu terang yang berkilauan di malam hari, gedung pencakar langit yang menjulang, pusat perbelanjaan mewah, serta restoran yang menawarkan cita rasa dari seluruh dunia. Dari Las Vegas yang dipenuhi kasino hingga Dubai dengan kemewahan futuristiknya; dari Paris yang romantis hingga Tokyo yang modern dan efisien; semuanya menawarkan mimpi tentang kehidupan yang serba ada, serba nyaman, dan serba glamor. Namun, di balik kilauan itu semua, terdapat cerita yang tidak pernah ditampilkan di media atau brosur pariwisata.

Setiap kota megah memiliki sisi gelapnya sendiri. Di balik gedung-gedung megah Dubai, ada ribuan pekerja migran yang hidup dalam kondisi mengenaskan, bekerja berjam-jam dengan upah yang tidak sepadan. Di Las Vegas, kota yang tidak pernah tidur, ada komunitas tunawisma yang tinggal di terowongan bawah tanah, jauh dari gemerlap Strip yang penuh kasino. Di Paris, yang dikenal sebagai Kota Cinta, ada pengungsi yang tidur di bawah jembatan dan dipaksa bertahan hidup dengan cara yang tidak manusiawi. Bahkan Jakarta, ibu kota Indonesia, dengan segala upaya modernisasinya, menyimpan kenyataan pahit tentang pemukiman kumuh yang tumbuh di sepanjang bantaran sungai dan kolong jembatan.

Ironi yang mencolok dari kota-kota besar ini adalah fokus pemerintah dan masyarakat terhadap penampilan luar. Kebijakan sering kali diarahkan untuk menciptakan citra yang baik, bukan untuk menyelesaikan masalah mendasar. Pemerintah mungkin lebih peduli tentang bagaimana kota terlihat di mata wisatawan dan investor asing ketimbang bagaimana warganya yang kurang beruntung dapat bertahan hidup. Orang-orang yang dianggap sebagai "noda" dalam lanskap kota megah ini sering kali diusir atau disingkirkan demi menjaga citra ideal yang diharapkan.

Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan seseorang yang lebih peduli terhadap kecantikan luar daripada kesehatan tubuhnya. Seorang yang memoles wajah dengan kosmetik mahal, tetapi lupa menjaga pola makan sehat atau berolahraga, pada akhirnya hanya menutupi masalah tanpa menyelesaikannya. Begitu pula dengan kota-kota besar, mereka terus membangun gedung baru, mempercantik trotoar, atau memperluas jalur MRT, tetapi mengabaikan kenyataan bahwa ada bagian dari masyarakat yang hidup tanpa sanitasi layak, tanpa pekerjaan tetap, dan tanpa akses pendidikan.

Namun, apa yang lebih menyedihkan adalah bagaimana fenomena ini dianggap normal. Kita terbiasa melihat kemewahan yang menutupi kesengsaraan. Ketika berjalan di pusat kota Jakarta, misalnya, orang lebih fokus pada mal-mal besar dan kafe-kafe instagrammable daripada melirik orang-orang yang mengais sisa makanan di tempat sampah. Di Hongkong, warga kelas menengah menikmati hidup di apartemen kecil yang mahal, sementara di bawah mereka, pekerja rumah tangga dari negara-negara berkembang diperlakukan seperti barang dagangan.

Masalah sosial ini seperti penyakit yang terus menggerogoti, tetapi tidak pernah mendapatkan perhatian serius. Bukan karena tidak ada solusi, melainkan karena tidak ada keinginan kuat untuk menyelesaikannya. Pemerintah mungkin merasa bahwa menyelesaikan masalah sosial seperti tunawisma, pengangguran, dan kemiskinan tidak memberikan hasil instan yang bisa dipamerkan. Membuka proyek pembangunan jalan tol baru lebih mudah mendapat pujian daripada menyediakan tempat tinggal layak bagi orang-orang yang tidak memiliki rumah.

Pada akhirnya, masyarakat juga tidak bebas dari tanggung jawab. Kita terlalu sering terbuai oleh keindahan yang ditawarkan kota, hingga lupa bahwa di balik kemewahan itu, ada penderitaan yang nyata. Kita sering kali lebih memilih untuk menutup mata daripada menghadapi kenyataan pahit yang ada di depan kita.

Kemegahan kota besar, dengan segala janji dan harapannya, sebenarnya adalah refleksi dari kita semua. Kita hidup dalam paradoks: ingin sesuatu yang sempurna, tetapi tidak ingin melihat apa yang perlu dikorbankan untuk mencapainya. Dan selagi kita terus menikmati gemerlap lampu kota, ada banyak orang di bawah jembatan dan di dalam gorong-gorong yang hanya bisa bermimpi tentang hidup yang layak.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Struktural Keorganisasian Kampus

(Dokumen Pribadi) Jika kamu adalah anak kuliah tentu pasti sudah tahu apa itu organisasi kampus. Mungkin ada sedikit perbedaan antara organisasi kampus dengan organisasi lainnya. Jelasnya organisasi kampus tentunya diisi oleh mahasiswa dan tentunya pola pikir keorganisasian dan tujaunnya berbeda dengan organisasi diluar kampus. Organisasi kampus sendiri terdiri dari dua macam, ada organisasi intra kampus kampus dan organisasi ekstra kampus. Organisasi kampus ini seberulnya hampir mirip dengan sistem kenegaraan kita seperti eksekutif, legislatif dan partai politik. Organisasi kampus ini, bisa disebut juga sebagai miniatur negara, untuk lebih jelasnya saya akan jelaskan dibawah ini:  Organisasi Intra Kampus Definisi organisasi intra kampus sendiri ada di dalam aturan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 155/U/1998 tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi (PUOK). Secara singkatnya organisasi intra kampus ini berada di bawah naungan kampus. Orga...

Antara Alam Pikiran dan Alam Realitas

Pernahkan kamu berfikir? Ya tentunya semua orang di dunia ini melakukan segala aktifitas dengan berfikir kecuali pada saat tidur dan pingsan. Hal yang unik dari manusia adalah manusia berbeda dengan fikirannya hewan. Hewan hanya berfikir berdasarkan insting naluri berfikirnya jika ada hewa-hewan cerdas seperti lumba-lumba dan  simpanse, mereka tentunya harus dilati terlebih dahulu. Tanpa dilatih mereka hanya hewan biasa walaupun di katakan hewan cerdas pun pemikiran mereka tetap saja tidak bisa berkembang. (Pixlab.com) Manusia tentunya memiliki kelebihan dibandingkan dengan hewan lain yakni pikiran, dengan pikiran manusia bisa melakukan hal yang sulit menjadi mudah, membuat hal yang kreatif dan inovatif, berimajinasi, berlogika, mempelajari hal baru dan masih banyak yang lainnya. Sejauh ini peradaban diciptakan oleh manusia dari masa-masa, manusia mempelajari hal baru dan ilmi-ilmu baru. Berbicara tentang pemikiram ini tentunya adalah hal yang unik, karena setiap orang memiliki tin...

Buat Apa Kita Belajar

Pertanyaan ini sebetulnya adalah pertanyaan yang kurang kerjaan, tetapi memang perlu kita pikirkan bersama. Memang sudah jelas tujuan belajar adalah menjadi orang yang pintar. Tetapi menurut saya itu bukan jawaban yang tepat. mengapa itu bukan jawaban yang tepat, karena kita harus lihat dulu tujuan dari belajar itu sendiri. Jujur saya orang yang senang belajar tetapi saya kurang suka pelajaran di sekolah, karena orientasinya hanya sekedar nilai. Mungkin ini tidak sesuai dengan stigma masyarakat. (Pixabay.com) Kita tentunya harus mengubah tujuan dari belajar. Jika kita belajar rajin mengerjakan PR, rangking satu, ujian selalu baik tentunya itu adalah anak yang pintar. Padahal itu bukan orang yang pintar, tetapi dia hanya ingin dipandang baik masyarakat (sekolah) makanya harus rajin agar dipuji oleh banyak orang. Jika kamu merasa puas ketika dipuji karena rangking satu tentunya sangat puas. Tetapi puasnya hanya cukup disitu saja. Setelah ia puas maka ya sudah pelajaran yang telah lalu di...