Langsung ke konten utama

Keluar Dari Kandang Macan Masuk ke Kandang Buaya



Mereka yang sering kali berkoar-koar ingin "keluar dari pekerjaan karena toksik," karena "burnout," atau karena "bosnya galak," sungguh membuat kepala pening. Katanya mental mereka lelah, katanya hidup mereka sulit. Lantas, apa solusinya? Meninggalkan pekerjaan yang sudah ada, yang meski menyiksa, setidaknya membayar tagihan listrik dan beli beras. Dan kemudian apa? Melompat ke dunia konten kreator, memulai usaha kecil-kecilan, atau mungkin mencoba menjadi freelancer dengan janji kebebasan waktu? Sungguh, ini bukan sekadar lompatan dari penggorengan ke bara api; ini seperti keluar dari kandang macan, langsung terjun ke kandang buaya.

Mereka pikir jadi konten kreator itu bebas stres? Oh, tentu saja! Anda bebas memilih kapan bekerja—kapan saja asal tidak tidur! Anda bebas dari bos galak di kantor, tetapi Anda malah memiliki ribuan bos baru, namanya netizen. Bos di kantor mungkin memarahi Anda karena terlambat mengirim laporan, tetapi netizen? Mereka memarahi Anda karena salah memakai kata dalam video, karena baju Anda jelek, atau karena wajah Anda kurang tampan—sesuatu yang bahkan Tuhan pun tidak pernah kritik. Satu video saja gagal viral, dan mereka akan menyerbu kolom komentar Anda dengan hujatan seolah Anda baru saja merampok bank.

Lalu ada mereka yang memilih "usaha kecil-kecilan." Oh, betapa indahnya kedengarannya, bukan? Mengelola usaha sendiri, tidak ada bos, tidak ada aturan. Tetapi, siapa yang memberi tahu Anda bahwa pelanggan itu lebih baik dari bos di kantor? Bos hanya satu, pelanggan bisa seratus, dan seratus orang ini semuanya merasa memiliki hak penuh untuk mencaci Anda ketika barang yang mereka beli tidak sesuai ekspektasi. Satu pesanan saja salah bungkus, dan Anda akan menjadi bintang utama di unggahan media sosial mereka, lengkap dengan hashtag #JanganBeliDiSini.

Belum lagi risiko modal. Anda menghabiskan uang pesangon atau tabungan untuk membeli stok barang, menyewa tempat, atau membeli peralatan. Ketika dagangan tidak laku, siapa yang Anda salahkan? Inflasi? Kompetitor? Diri Anda sendiri? Tidak ada yang tahu. Tiba-tiba, Anda sadar bahwa keluar dari pekerjaan lama, yang memberikan gaji tetap setiap bulan, mungkin bukan keputusan paling bijaksana.

Ini semua bukan berarti pekerjaan lama itu baik. Tidak, tidak sama sekali. Bos yang suka memaki, jam kerja yang tidak manusiawi, dan lingkungan kerja yang toksik adalah masalah nyata. Tetapi, keluar tanpa rencana matang dan melompat ke pilihan lain yang hanya terlihat indah di permukaan adalah seperti menggali lubang yang lebih dalam. Anda tidak sedang menyelesaikan masalah; Anda hanya memindahkan masalah itu ke tempat lain, sering kali dengan bonus tambahan berupa stres yang lebih besar.

Sungguh ironis, kita hidup di zaman di mana semua orang ingin "healing," tetapi tak ada yang benar-benar ingin menghadapi kenyataan. Mengeluh tentang pekerjaan memang mudah, tetapi memikirkan jalan keluar yang masuk akal? Itu lain cerita. Jika Anda ingin keluar dari pekerjaan lama, setidaknya pastikan kandang buaya yang Anda masuki berikutnya memiliki pagar listrik yang bisa melindungi Anda. Jangan hanya termakan ilusi kebebasan dan fleksibilitas, karena dunia nyata tidak pernah seindah feed Instagram atau video TikTok motivasi.

Jadi, lain kali Anda mendengar seseorang berkata, "Aku ingin berhenti karena pekerjaanku toksik," tanyakan ini: "Sudah siap masuk kandang buaya?" Karena kenyataan yang harus dihadapi adalah bahwa hidup tidak pernah benar-benar bebas dari tekanan. Macan atau buaya, tekanan tetap ada. Satu-satunya yang berubah hanyalah bentuknya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Struktural Keorganisasian Kampus

(Dokumen Pribadi) Jika kamu adalah anak kuliah tentu pasti sudah tahu apa itu organisasi kampus. Mungkin ada sedikit perbedaan antara organisasi kampus dengan organisasi lainnya. Jelasnya organisasi kampus tentunya diisi oleh mahasiswa dan tentunya pola pikir keorganisasian dan tujaunnya berbeda dengan organisasi diluar kampus. Organisasi kampus sendiri terdiri dari dua macam, ada organisasi intra kampus kampus dan organisasi ekstra kampus. Organisasi kampus ini seberulnya hampir mirip dengan sistem kenegaraan kita seperti eksekutif, legislatif dan partai politik. Organisasi kampus ini, bisa disebut juga sebagai miniatur negara, untuk lebih jelasnya saya akan jelaskan dibawah ini:  Organisasi Intra Kampus Definisi organisasi intra kampus sendiri ada di dalam aturan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 155/U/1998 tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi (PUOK). Secara singkatnya organisasi intra kampus ini berada di bawah naungan kampus. Orga...

Antara Alam Pikiran dan Alam Realitas

Pernahkan kamu berfikir? Ya tentunya semua orang di dunia ini melakukan segala aktifitas dengan berfikir kecuali pada saat tidur dan pingsan. Hal yang unik dari manusia adalah manusia berbeda dengan fikirannya hewan. Hewan hanya berfikir berdasarkan insting naluri berfikirnya jika ada hewa-hewan cerdas seperti lumba-lumba dan  simpanse, mereka tentunya harus dilati terlebih dahulu. Tanpa dilatih mereka hanya hewan biasa walaupun di katakan hewan cerdas pun pemikiran mereka tetap saja tidak bisa berkembang. (Pixlab.com) Manusia tentunya memiliki kelebihan dibandingkan dengan hewan lain yakni pikiran, dengan pikiran manusia bisa melakukan hal yang sulit menjadi mudah, membuat hal yang kreatif dan inovatif, berimajinasi, berlogika, mempelajari hal baru dan masih banyak yang lainnya. Sejauh ini peradaban diciptakan oleh manusia dari masa-masa, manusia mempelajari hal baru dan ilmi-ilmu baru. Berbicara tentang pemikiram ini tentunya adalah hal yang unik, karena setiap orang memiliki tin...

Buat Apa Kita Belajar

Pertanyaan ini sebetulnya adalah pertanyaan yang kurang kerjaan, tetapi memang perlu kita pikirkan bersama. Memang sudah jelas tujuan belajar adalah menjadi orang yang pintar. Tetapi menurut saya itu bukan jawaban yang tepat. mengapa itu bukan jawaban yang tepat, karena kita harus lihat dulu tujuan dari belajar itu sendiri. Jujur saya orang yang senang belajar tetapi saya kurang suka pelajaran di sekolah, karena orientasinya hanya sekedar nilai. Mungkin ini tidak sesuai dengan stigma masyarakat. (Pixabay.com) Kita tentunya harus mengubah tujuan dari belajar. Jika kita belajar rajin mengerjakan PR, rangking satu, ujian selalu baik tentunya itu adalah anak yang pintar. Padahal itu bukan orang yang pintar, tetapi dia hanya ingin dipandang baik masyarakat (sekolah) makanya harus rajin agar dipuji oleh banyak orang. Jika kamu merasa puas ketika dipuji karena rangking satu tentunya sangat puas. Tetapi puasnya hanya cukup disitu saja. Setelah ia puas maka ya sudah pelajaran yang telah lalu di...