Kehidupan sering kali diibaratkan seperti roda yang terus berputar. Pepatah ini mencerminkan harapan bahwa hidup akan selalu mengalami perubahan; yang di atas akan turun, dan yang di bawah akan naik. Namun, apakah kenyataan benar-benar sejalan dengan pepatah ini? Dalam praktiknya, roda kehidupan sering kali tampak macet, tidak bergerakj sebagaimana mestinya. Mereka yang berada di atas—dengan kekayaan, jabatan, dan kekuasaan—seakan memiliki daya untuk menghentikan roda tersebut agar tetap berpihak pada mereka. Kekayaan mereka terus bertambah, kekuasaan mereka kian mengakar, sementara mereka yang berada di bawah hanya bisa diam, melamun, dan meratapi nasib.
Mereka yang menikmati posisi puncak tentu tidak akan dengan sukarela berbagi kenikmatan yang telah mereka miliki. Kekuasaan dan harta yang mereka genggam dijaga dengan segala cara, bahkan sering kali dengan cara yang melukai mereka yang ada di bawah. Dalam dunia seperti ini, hidup tidak lagi tentang roda yang berputar, tetapi tentang mempertahankan kekuasaan. Sistem yang ada dibuat sedemikian rupa untuk melanggengkan dominasi kelas atas, meninggalkan mereka yang lemah dalam kondisi terpuruk, tanpa banyak pilihan untuk bergerak naik.
Sayangnya, bagi kelas bawah, menunggu kekuasaan yang ada runtuh adalah ilusi. Roda tidak akan pernah berputar jika hanya dibiarkan diam. Kekuasaan hanya dapat runtuh jika mereka yang berada di bawah mengambil tindakan kolektif untuk menggulingkan mereka yang berada di atas. Namun, hal ini tidaklah mudah. Sistem yang dibuat untuk mempertahankan status quo sering kali begitu kuat, penuh dengan jebakan yang membuat mereka yang tertindas kesulitan untuk bangkit. Proses menggulingkan kekuasaan ini sering kali membutuhkan waktu yang sangat lama, melibatkan perjuangan lintas generasi, dengan pengorbanan yang tak terhitung.
Namun, pertanyaan yang lebih besar adalah: apakah hidup akan menjadi lebih baik jika roda akhirnya berputar? Apakah ketika mereka yang berada di bawah naik ke atas, dunia akan berubah menjadi lebih adil? Pengalaman sejarah menunjukkan bahwa perubahan kekuasaan tidak selalu membawa perubahan yang berarti. Ketika kelas bawah akhirnya berhasil menduduki posisi puncak, sering kali hanya sistem yang berubah, sementara watak dan perilaku para penguasa baru tetap sama seperti pendahulunya. Mereka yang dahulu memperjuangkan keadilan sering kali tergoda untuk mengulangi pola penindasan yang sama demi mempertahankan kekuasaan yang baru mereka raih.
Dalam kenyataan ini, roda kehidupan bukanlah tentang perputaran nasib, tetapi tentang bagaimana kekuasaan dimainkan oleh mereka yang menguasainya. Hidup menjadi medan pertarungan, bukan hanya antara kelas atas dan bawah, tetapi juga antara prinsip dan kepentingan. Di tengah ketidakpastian ini, harapan untuk perubahan tetap ada, meskipun selalu diwarnai skeptisisme. Perubahan sejati bukan hanya tentang siapa yang berkuasa, tetapi juga tentang bagaimana kekuasaan itu digunakan. Roda kehidupan baru akan benar-benar berputar ketika kekuasaan tidak lagi menjadi alat untuk menindas, melainkan sarana untuk menciptakan keseimbangan dan keadilan.
Akhirnya, roda yang macet ini memaksa kita untuk merenung: apakah kita hanya akan menjadi penonton dalam roda kehidupan ini, ataukah kita akan menjadi penggerak yang memaksa roda untuk berputar? Perubahan memang sulit, tetapi bukan berarti mustahil. Dan jika roda akhirnya berputar, tugas kita adalah memastikan bahwa ia tidak kembali berhenti di tangan segelintir orang, melainkan terus berputar untuk semua orang.
Komentar
Posting Komentar