Menyerahkan masa depan kepada orang lain tak ubahnya seperti menyerahkan seluruh tabungan hidup kepada seorang bandar judi, berharap mimpi indah terwujud di atas meja taruhan. Dalam benak, kita membayangkan keberuntungan besar yang mengubah segalanya. Namun, realitas sering kali menghadirkan wajah berbeda—uang habis, mimpi hancur, dan kita terdampar di sudut ruangan, merenungi keputusan bodoh yang telah diambil.
Hidup ini, pada dasarnya, memang serupa perjudian. Setiap langkah kita adalah taruhan di atas papan dunia yang absurd. Kita tidak pernah tahu apakah esok membawa keberuntungan manis atau justru malapetaka pahit. Bagaimana bisa kita begitu yakin menyerahkan nasib pada orang lain, padahal mereka sendiri mungkin sedang bergulat dengan ketidakpastian hidupnya?
Yang bisa kita andalkan hanyalah diri sendiri. Tidak ada jaminan bahwa mempersiapkan diri dengan matang akan selalu membawa hasil yang baik, tetapi setidaknya itu jauh lebih masuk akal daripada berharap pada belas kasih orang lain. Masa depan itu penuh misteri, dan jalan menuju ke sana sering kali terjal serta penuh tikungan tajam. Tidak ada peta pasti, hanya insting dan keberanian yang bisa kita andalkan untuk melangkah.
Namun, persiapan diri bukan berarti hidup bebas dari rintangan. Sebaliknya, semakin kita siap, semakin besar tantangan yang menghampiri. Cobaan datang seperti badai di tengah lautan, menggulung tanpa peringatan. Kita boleh merasa hebat, kita boleh merasa siap, tapi realitas selalu punya cara untuk membuat kita tersungkur. Dan di situlah letak paradoks kehidupan—bahwa ketidakpastian adalah satu-satunya hal yang pasti.
Kekecewaan pada orang lain adalah hal yang wajar. Orang yang kita percayai, yang kita anggap bisa menjadi sandaran, kadang hanya akan menambah beban yang sudah berat. Mereka punya harapan mereka sendiri, beban mereka sendiri, dan sering kali tidak mampu memenuhi ekspektasi yang kita berikan. Maka dari itu, menggantungkan nasib baik pada mereka adalah tindakan yang sia-sia.
Hidup ini keras, dan tidak ada yang bisa menjamin apa-apa. Namun, itu tidak berarti kita harus menyerah. Sebaliknya, justru karena tidak ada yang pasti, kita harus bangkit dan berusaha. Bukan untuk memastikan hasil, tetapi untuk memastikan bahwa kita tidak menyerahkan masa depan pada tangan-tangan yang tidak peduli.
Menyerahkan masa depan pada orang lain adalah tanda bahwa kita telah kehilangan kepercayaan pada diri sendiri. Dan kehilangan kepercayaan pada diri sendiri adalah awal dari kehancuran. Jangan jadikan hidup ini taruhan yang kita mainkan sembarangan. Pegang erat kendali, meskipun arah angin terus berubah, dan meskipun kadang terasa tidak ada yang pasti selain kegagalan. Karena di tengah ketidakpastian itulah, ada kekuatan kecil yang bernama harapan—bukan harapan pada orang lain, tapi harapan yang tumbuh dari keyakinan pada diri sendiri.
Komentar
Posting Komentar