Langsung ke konten utama

Pola Pikir Konsumtif: Mengapa Harga Murah Bukan Satu-satunya Pertimbangan dalam Berbelanja

Seiring berjalannya waktu, kita seringkali dihadapkan dengan tawaran diskon, promo, dan penawaran menarik lainnya saat berbelanja. Bagi sebagian orang, terutama mereka yang mungkin berada dalam kondisi keuangan yang kurang stabil, membeli suatu barang hanya karena harganya murah bisa menjadi suatu keputusan yang berdampak jangka pendek, bahkan merugikan dalam jangka panjang.

Salah satu ciri dari pola pikir konsumtif yang mungkin muncul pada orang dengan kondisi keuangan yang lebih sulit adalah kecenderungan untuk memandang suatu barang hanya dari aspek harganya. Barang yang sedang diskon atau memiliki harga murah terkadang dianggap sebagai peluang yang tidak boleh dilewatkan. Namun, di balik kesempatan tersebut, seringkali terabaikan pertanyaan lebih dalam: "Apa kegunaan dan manfaat sebenarnya dari barang ini?"

Penting untuk menyadari bahwa keputusan berbelanja seharusnya tidak hanya didasarkan pada besarnya potongan harga. Orang yang cenderung terjebak dalam pola pikir ini mungkin merasa bahwa mereka mendapatkan keuntungan finansial dengan membeli barang murah. Namun, pada kenyataannya, barang tersebut seringkali tidak dipakai atau bahkan bisa rusak dengan mudah.

Konsumen yang bijak seharusnya mempertimbangkan aspek kualitas dan kegunaan dari suatu produk. Terkadang, barang dengan harga yang lebih tinggi sebenarnya menawarkan nilai lebih dalam hal kualitas dan daya tahan. Ini berbeda dengan pandangan konsumen yang hanya melihat angka di tag harga tanpa memikirkan konsekuensi jangka panjang.

Pola pikir ini juga mencerminkan perbedaan antara mentalitas orang miskin dan orang kaya dalam berbelanja. Orang kaya cenderung lebih memperhatikan aspek kualitas dan fungsionalitas suatu barang daripada sekadar melihat merek atau harga saja. Mereka membeli barang dengan pertimbangan yang matang, menilai apakah barang tersebut dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama dan memberikan nilai tambah pada kehidupan sehari-hari.

Selain itu, orang kaya juga cenderung menggunakan uang mereka untuk investasi dalam barang-barang yang memiliki nilai jangka panjang, bukan hanya untuk konsumsi sesaat. Mereka membeli barang untuk keperluan yang produktif dan memastikan bahwa setiap pembelian mereka memiliki dampak positif dalam jangka panjang.

Dengan demikian, penting bagi kita semua untuk meningkatkan kesadaran akan pola pikir konsumtif yang mungkin kita miliki. Sebuah diskon atau penawaran murah bukanlah satu-satunya faktor yang seharusnya dipertimbangkan saat berbelanja. Lebih penting lagi adalah melihat aspek kualitas, kegunaan, dan manfaat jangka panjang dari setiap barang yang kita beli. Dengan cara ini, kita dapat menghindari penyesalan dan meraih nilai lebih dari setiap pembelian yang kita lakukan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...