Langsung ke konten utama

Dibalik Keberlanjutan Trend: Logika dan Ketidakpastian

Tren, sebuah fenomena sosial yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia modern. Tren, pada dasarnya, adalah suatu bentuk kecenderungan masyarakat dalam mengadopsi suatu gaya, ide, atau perilaku tertentu yang sedang populer pada waktu tertentu. Namun, apakah kita pernah berpikir mengapa kita cenderung mengikuti tren? Apa yang memotivasi kita untuk melakukannya? Mari kita telusuri lebih jauh logika di balik tren ini.

Pertama-tama, tren seringkali memiliki daya tarik yang kuat karena menciptakan perasaan diterima dan relevan dalam masyarakat. Dalam masyarakat yang cenderung kompetitif, memiliki kemampuan untuk mengikuti tren dapat memberikan rasa keamanan dan penerimaan. Saat seseorang mengikuti tren, mereka merasa "terhubung" dengan sesama pengikut tren, merasa bahwa mereka adalah bagian dari kelompok yang "in" dan "up to date." Ini adalah dasar dari logika "Jika saya mengikuti tren tersebut, maka saya dianggap menarik."

Namun, penting untuk diingat bahwa konsep "menarik" sangat relatif dan bergantung pada konteks budaya dan sosial tertentu. Apa yang dianggap menarik pada satu masa atau tempat mungkin tidak berlaku pada masa atau tempat lain. Logika tren adalah refleksi dari ketidakpastian dalam penilaian sosial. Orang cenderung mengikuti tren karena mereka ingin memenuhi harapan dan standar masyarakat, yang seringkali sangat fluktuatif.

Selain itu, tren cenderung mengikuti pola naik-turun yang berkaitan dengan waktu. Ketika suatu tren baru muncul, seringkali menjadi fenomena yang sangat populer dan dianggap sebagai sesuatu yang "hebat" dan "keren." Namun, seiring berjalannya waktu, tren itu sendiri akan mengalami perubahan dan penurunan popularitas. Logika tren ini sangat terpengaruh oleh dinamika waktu. Ketika tren mencapai puncak popularitasnya, pengikut tren merasa menjadi bagian dari sesuatu yang besar dan signifikan. Namun, saat tren mulai meredup, mereka yang tetap setia mengikuti mungkin akan merasa kehilangan relevansi dan kepopuleran yang mereka nikmati sebelumnya.

Ini adalah contoh dari bagaimana logika tren bisa sangat dinamis dan berubah-ubah. Ketika tren berubah, pandangan masyarakat tentang sesuatu juga berubah. Apa yang dulu dianggap "keren" dapat berubah menjadi sesuatu yang dianggap "jelek" atau "kuno." Kebanyakan dari kita telah menyaksikan tren-tren ini selama beberapa dekade, dari mode pakaian yang terus berubah hingga tren musik yang berkembang.

Selain itu, tren juga dipengaruhi oleh media sosial dan budaya internet. Dalam era digital ini, tren dapat muncul dan menghilang dengan cepat. Hal ini disebabkan oleh kemampuan media sosial untuk menyebarkan informasi dan mempengaruhi opini publik dengan sangat cepat. Jika suatu tren mendapat banyak perhatian di media sosial, maka tren itu bisa meledak dalam semalam. Namun, ketika tren tersebut kehilangan daya tariknya, itu juga bisa hilang dalam semalam.

Namun, kita juga harus mengingat bahwa logika tren ini tidak selalu membuahkan hasil yang positif. Terlalu keras mengikuti tren dapat membuat seseorang kehilangan identitasnya sendiri. Terlalu fokus pada apa yang sedang "in" dapat menyebabkan kehilangan jati diri dan nilai-nilai yang mungkin lebih penting.

Sebagai kesimpulan, logika tren adalah fenomena yang kompleks dan beragam. Mengikuti tren dapat memberikan rasa diterima dan relevansi dalam masyarakat, namun juga dapat membuat kita terjebak dalam siklus yang tidak berkesudahan. Sebaiknya, kita harus berusaha untuk memiliki kesadaran diri yang kuat dan tidak terlalu dipengaruhi oleh apa yang sedang populer. Kita harus belajar mengenali nilai-nilai dan preferensi pribadi kita sendiri, dan tidak takut untuk menjadi diri sendiri, terlepas dari apa yang sedang "tren."

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...