Langsung ke konten utama

Nafsu: Apakah Itu Naluriah atau Ciptaan Manusia?

Nafsu, kata yang sering kali diucapkan dengan berbagai konotasi. Ini adalah dorongan yang tak terhindarkan dalam diri manusia, dorongan untuk melakukan sesuatu, yang muncul dari hasrat bawaan atau, mungkin, dari keinginan yang tumbuh dari budaya, lingkungan, dan pengalaman pribadi. Pertanyaan mendasar yang seringkali muncul adalah, apakah nafsu itu naluriah, sesuatu yang ada dalam diri kita sebagai makhluk hidup, atau apakah ia adalah sesuatu yang sengaja diciptakan oleh manusia?

Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu memahami apa itu nafsu. Nafsu adalah dorongan kuat yang memotivasi tindakan kita. Ini bisa muncul dalam berbagai bentuk, seperti dorongan seksual, dorongan untuk makan, minum, berkompetisi, atau mencapai kesuksesan. Nafsu adalah bagian alami dari manusia dan juga banyak hewan. Ini adalah mekanisme yang memastikan kelangsungan hidup spesies.

Jadi, dalam arti itu, nafsu adalah sesuatu yang naluriah. Manusia memiliki dorongan untuk mencari makanan karena ini adalah cara alami kita untuk bertahan hidup. Manusia memiliki dorongan seksual karena ini adalah cara kita untuk mempertahankan spesies. Jadi, dalam konteks ini, nafsu adalah bagian integral dari kehidupan manusia yang berasal dari naluri dasar kita untuk bertahan hidup dan berkembang biak.

Namun, seiring perkembangan budaya dan kemajuan teknologi, manusia telah mampu mengubah dan memanipulasi nafsu mereka. Misalnya, variasi makanan. Secara naluriah, manusia perlu makan untuk bertahan hidup. Tapi apa yang membuat kita berbeda dari hewan adalah kemampuan kita untuk menciptakan berbagai jenis makanan. Itu bukan hanya tentang kebutuhan fisik, tetapi juga tentang keinginan untuk mengeksplorasi rasa dan menciptakan pengalaman kuliner yang berbeda.

Ini mengarah pada pertanyaan apakah nafsu ini juga sengaja diciptakan oleh manusia. Secara sederhana, bisa dikatakan bahwa manusia menciptakan variasi makanan dan minuman yang lebih dari apa yang diperlukan untuk bertahan hidup. Kita menciptakan hidangan istimewa, makanan penutup, minuman beralkohol, dan banyak lagi. Semua ini bukan hanya tentang kelangsungan hidup, tetapi tentang menciptakan kesenangan dan kepuasan yang lebih dari sekadar nafsu dasar.

Ini berlaku tidak hanya untuk makanan, tetapi juga untuk banyak aspek kehidupan manusia. Misalnya, kita memiliki dorongan untuk mencari kekuasaan, pengaruh, dan prestise. Ini bisa dikatakan sebagai bentuk nafsu, tetapi mereka juga muncul dari keinginan manusia untuk menciptakan lebih dari yang diperlukan untuk bertahan hidup. Manusia ingin lebih dari sekadar eksis; mereka ingin menjadi yang terbaik, menjadi terkenal, dan mencapai prestasi luar biasa.

Jadi, bisa dikatakan bahwa nafsu manusia adalah kombinasi dari dorongan naluriah dan pengembangan budaya. Nafsu naluriah adalah yang mendorong kita untuk memenuhi kebutuhan dasar, sementara nafsu yang lebih kompleks dan bervariasi adalah hasil dari perkembangan sosial dan budaya. Kita ingin lebih dari sekadar bertahan hidup; kita ingin hidup dengan makna dan kepuasan.

Namun, penting untuk diingat bahwa tidak semua nafsu adalah baik. Beberapa nafsu dapat mengarah pada perilaku yang merusak diri sendiri atau orang lain. Sombong, serakah, dan haus pujian adalah contoh nafsu yang bisa berdampak negatif. Ini adalah bentuk dorongan hawa nafsu yang tidak selalu positif. Oleh karena itu, penting untuk memahami nafsu kita, mengendalikannya, dan mengarahkannya menuju hal-hal yang baik dan produktif.

Dalam kesimpulan, nafsu adalah bagian alami dari manusia yang muncul dari naluri dasar kita untuk bertahan hidup dan berkembang biak. Namun, manusia juga telah mampu mengembangkan dan memanipulasi nafsu mereka untuk menciptakan pengalaman yang lebih kaya dan bervariasi dalam hidup. Tidak semua nafsu adalah buruk, tetapi penting untuk mengendalikannya dan mengarahkannya ke arah yang positif. Nafsu adalah bagian dari kehidupan manusia yang kompleks dan penuh warna, dan itu adalah salah satu aspek yang membuat kita menjadi makhluk yang begitu menarik dan beragam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...