Langsung ke konten utama

Dibalik Kesepakatan Pasti Ada Ketakutan

Dalam dunia ini, hampir tidak ada yang bisa dianggap sebagai kesepakatan tanpa adanya ketakutan di dalamnya. Ungkapan "di balik kesepakatan pasti ada ketakutan" menggambarkan dengan tepat realitas yang seringkali terjadi dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Kesepakatan tidak selalu tentang keuntungan bersama, tetapi seringkali ada masalah dan ketakutan yang tersembunyi di balik tabir.

Ketika orang atau kelompok bersepakat, ada berbagai alasan mengapa mereka bisa merasa terpaksa untuk melakukannya, dan salah satu alasannya adalah ketakutan. Ketakutan ini bisa sangat kuat dan mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak mereka inginkan, namun mereka merasa bahwa mereka tidak punya pilihan.

Contoh yang umum adalah dalam konteks politik dan geopolitik. Negara-negara seringkali terlibat dalam kesepakatan internasional yang mungkin tidak selalu mereka setujui atau inginkan, tetapi mereka merasa terpaksa melakukannya karena adanya ancaman yang nyata atau potensial. Ancaman ini bisa berupa ancaman militer, ekonomi, atau politik. Sebagai contoh, sebuah negara mungkin setuju untuk bergabung dalam sebuah aliansi militer karena takut akan serangan dari negara lain. Ini bukanlah kesepakatan yang mereka harapkan, tetapi lebih karena ketakutan akan bahaya yang mungkin datang jika mereka tidak bergabung.

Ketakutan juga seringkali menjadi faktor dalam kesepakatan ekonomi dan bisnis. Sebuah perusahaan mungkin merasa terpaksa untuk menggabungkan diri dengan perusahaan lain karena takut akan persaingan yang semakin ketat. Mereka mungkin khawatir bahwa jika mereka tidak bersepakat, mereka akan kehilangan pangsa pasar atau keuntungan yang signifikan. Ini adalah contoh lain di mana kesepakatan bukanlah pilihan yang diinginkan, tetapi lebih karena ketakutan akan konsekuensi dari tidak bersepakat.

Ketakutan dalam kesepakatan juga dapat muncul dalam hubungan pribadi. Misalnya, seseorang mungkin merasa terpaksa untuk menerima kompromi dalam hubungan mereka karena takut kehilangan pasangan atau keluarga. Mereka mungkin merasa bahwa jika mereka tidak bersepakat, mereka akan menghadapi kesulitan atau konflik yang lebih besar. Ini adalah contoh lain bagaimana ketakutan bisa mempengaruhi kesepakatan dalam kehidupan sehari-hari.

Namun, yang menarik adalah bahwa ketakutan dalam kesepakatan seringkali tidak hanya dimiliki oleh pihak yang lebih lemah atau yang merasa terancam. Sebaliknya, pihak yang lebih kuat atau berkuasa juga sering menggunakan ketakutan sebagai alat untuk mencapai tujuan mereka. Mereka dapat menanamkan rasa takut dalam pihak lain sehingga pihak tersebut setuju dengan apa yang diinginkan oleh pihak yang lebih kuat.

Dalam beberapa kasus, ini bisa menjadi bentuk manipulasi yang sangat kuat. Pihak yang lebih kuat dapat mengancam untuk mengambil tindakan yang merugikan atau merusak jika pihak lain tidak setuju dengan mereka. Ini dapat mencakup ancaman hukum, ekonomi, atau bahkan fisik. Ketakutan ini kemudian menjadi alat yang efektif untuk memaksa pihak lain untuk bersepakat.

Dalam banyak kasus, kesepakatan yang dibuat di bawah ancaman atau ketakutan bukanlah kesepakatan yang adil atau diinginkan oleh semua pihak yang terlibat. Ini adalah kesepakatan yang dihasilkan dari tekanan dan rasa terpaksa, dan seringkali tidak berlangsung lama atau berakhir dengan konsekuensi yang tidak diinginkan.

Namun, penting untuk diingat bahwa kesepakatan yang dibuat di bawah ketakutan tidak selalu negatif. Ada situasi di mana ketakutan bisa menjadi dorongan untuk mengambil tindakan yang mungkin sebenarnya diperlukan. Misalnya, seseorang mungkin takut akan kesehatan mereka yang buruk akibat gaya hidup yang tidak sehat, dan ini bisa menjadi motivasi untuk membuat perubahan yang lebih baik dalam kebiasaan mereka.

Dalam kesimpulan, ungkapan "di balik kesepakatan pasti ada ketakutan" mencerminkan realitas yang seringkali terjadi dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Ketakutan bisa menjadi faktor kuat dalam pembuatan kesepakatan, baik sebagai alat untuk memaksa atau sebagai motivasi untuk bertindak. Namun, penting untuk selalu mengevaluasi apakah kesepakatan yang dihasilkan dari ketakutan adalah yang terbaik untuk semua pihak yang terlibat, dan apakah ada alternatif yang lebih baik yang bisa dijajaki.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Struktural Keorganisasian Kampus

(Dokumen Pribadi) Jika kamu adalah anak kuliah tentu pasti sudah tahu apa itu organisasi kampus. Mungkin ada sedikit perbedaan antara organisasi kampus dengan organisasi lainnya. Jelasnya organisasi kampus tentunya diisi oleh mahasiswa dan tentunya pola pikir keorganisasian dan tujaunnya berbeda dengan organisasi diluar kampus. Organisasi kampus sendiri terdiri dari dua macam, ada organisasi intra kampus kampus dan organisasi ekstra kampus. Organisasi kampus ini seberulnya hampir mirip dengan sistem kenegaraan kita seperti eksekutif, legislatif dan partai politik. Organisasi kampus ini, bisa disebut juga sebagai miniatur negara, untuk lebih jelasnya saya akan jelaskan dibawah ini:  Organisasi Intra Kampus Definisi organisasi intra kampus sendiri ada di dalam aturan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 155/U/1998 tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi (PUOK). Secara singkatnya organisasi intra kampus ini berada di bawah naungan kampus. Orga...

Antara Alam Pikiran dan Alam Realitas

Pernahkan kamu berfikir? Ya tentunya semua orang di dunia ini melakukan segala aktifitas dengan berfikir kecuali pada saat tidur dan pingsan. Hal yang unik dari manusia adalah manusia berbeda dengan fikirannya hewan. Hewan hanya berfikir berdasarkan insting naluri berfikirnya jika ada hewa-hewan cerdas seperti lumba-lumba dan  simpanse, mereka tentunya harus dilati terlebih dahulu. Tanpa dilatih mereka hanya hewan biasa walaupun di katakan hewan cerdas pun pemikiran mereka tetap saja tidak bisa berkembang. (Pixlab.com) Manusia tentunya memiliki kelebihan dibandingkan dengan hewan lain yakni pikiran, dengan pikiran manusia bisa melakukan hal yang sulit menjadi mudah, membuat hal yang kreatif dan inovatif, berimajinasi, berlogika, mempelajari hal baru dan masih banyak yang lainnya. Sejauh ini peradaban diciptakan oleh manusia dari masa-masa, manusia mempelajari hal baru dan ilmi-ilmu baru. Berbicara tentang pemikiram ini tentunya adalah hal yang unik, karena setiap orang memiliki tin...

Buat Apa Kita Belajar

Pertanyaan ini sebetulnya adalah pertanyaan yang kurang kerjaan, tetapi memang perlu kita pikirkan bersama. Memang sudah jelas tujuan belajar adalah menjadi orang yang pintar. Tetapi menurut saya itu bukan jawaban yang tepat. mengapa itu bukan jawaban yang tepat, karena kita harus lihat dulu tujuan dari belajar itu sendiri. Jujur saya orang yang senang belajar tetapi saya kurang suka pelajaran di sekolah, karena orientasinya hanya sekedar nilai. Mungkin ini tidak sesuai dengan stigma masyarakat. (Pixabay.com) Kita tentunya harus mengubah tujuan dari belajar. Jika kita belajar rajin mengerjakan PR, rangking satu, ujian selalu baik tentunya itu adalah anak yang pintar. Padahal itu bukan orang yang pintar, tetapi dia hanya ingin dipandang baik masyarakat (sekolah) makanya harus rajin agar dipuji oleh banyak orang. Jika kamu merasa puas ketika dipuji karena rangking satu tentunya sangat puas. Tetapi puasnya hanya cukup disitu saja. Setelah ia puas maka ya sudah pelajaran yang telah lalu di...