Langsung ke konten utama

Naga Besi dan Emas Hitam

Di tengah hutan yang lebat, seekor anak orangutan bernama Kowi sedang bergelantungan di dahan pohon. Matanya yang tajam tiba-tiba menangkap sesuatu yang aneh di kejauhan. Ada benda besar berwarna hitam yang bergerak perlahan, mengeluarkan suara gemuruh. Benda itu seperti naga, tapi terbuat dari besi. Mulutnya yang besar seperti menggigit tanah, lalu menelannya.

"Bu, lihat! Ada naga besi! Kenapa dia makan tanah?" tanya Kawi penasaran, menunjuk ke arah benda itu.

Ibunya, yang sedang duduk di dahan sebelah, mengikuti arah jari Kowi. "Itu bukan naga, Nak. Itu mesin besar yang digunakan manusia. Tanah yang dimakannya itu sebenarnya emas hitam, atau batu bara."

"Emas hitam? Kenapa mereka memakannya? Apa enak?" Kawi mengernyitkan dahi, tak mengerti.

Ibunya menghela napas. "Mereka tidak memakannya seperti kita makan buah. Batu bara itu diambil untuk keuntungan mereka. Mereka menggunakannya untuk membuat energi, menjualnya, atau membuat barang-barang lain."

"Tapi, Bu, kalau mereka mengambil batu bara, apa untungnya buat kita?" tanya Kawi polos.

Ibunya menggeleng pelan. "Tidak ada untungnya, Nak. Malah merugikan kita. Setiap kali mereka mengambil batu bara, hutan kita semakin habis. Pohon-pohon ditebang, tanah dikeruk, dan kita kehilangan tempat tinggal."

Kowi terdiam sejenak, memikirkan kata-kata ibunya. Tiba-tiba, matanya menangkap sesuatu yang lain. "Bu, lihat! Ada pohon kelapa! Apa itu bisa kita makan?"

Ibunya tertawa kecil. "Bukan, Nak. Itu bukan pohon kelapa. Itu pohon sawit. Buahnya tidak bisa kita makan langsung. Manusia menanamnya untuk diolah menjadi minyak."

"Kenapa mereka menanamnya banyak-banyak kalau tidak bisa dimakan?" tanya Kawi, semakin bingung.

"Entahlah, Nak," jawab ibunya dengan nada sedih. "Manusia memang pemakan segalanya. Batu bara mereka makan, sawit mereka makan, bahkan hutan kita pun mereka makan. Mereka mengambil semuanya untuk kepentingan mereka sendiri."

Kawi mengerutkan kening. "Bu, kenapa perut mereka besar sekali sampai bisa makan segalanya?"

Ibunya mengangguk pelan. "Iya, Nak. Perut mereka memang besar. Mereka tidak pernah puas. Hutan jutaan hektar pun bisa habis dalam sekejap karena keserakahan mereka."

Kowi terdiam lama, memandang jauh ke arah mesin besar yang masih sibuk mengeruk tanah. "Bu, untuk apa mereka diciptakan kalau mereka serakah? Bukankah dunia ini tidak akan pernah cukup untuk mereka?"

Ibunya menarik napas dalam. "Pertanyaan yang sulit, Nak. Mungkin mereka lupa bahwa dunia ini bukan hanya milik mereka. Kita, hewan, pohon, dan semua makhluk hidup lainnya juga punya hak untuk hidup di sini."

Kowi mengangguk pelan, meski masih belum sepenuhnya mengerti. Ia memandang ibunya, lalu kembali ke arah mesin besar itu. "Bu, apa kita bisa menghentikan mereka?"

Ibunya mengusap kepala Kowi dengan lembut. "Kita tidak bisa menghentikan mereka, Nak. Tapi kita bisa berusaha bertahan. Selama kita masih punya hutan ini, kita masih punya rumah."

Kowi mengangguk, meski hatinya masih merasa sedih. Ia memandang ke arah mesin besar itu sekali lagi, lalu memutuskan untuk memanjat lebih tinggi ke atas pohon. Dari sana, ia bisa melihat lebih jauh. Hutan yang dulu hijau dan lebat kini mulai berlubang-lubang, seperti luka yang tak kunjung sembuh.

"Bu, apa nanti kita masih punya tempat tinggal?" tanya Kowi, suaranya kecil.

Ibunya memeluknya erat. "Kita harus berharap, Nak. Tapi yang pasti, selama kita masih bersama, kita akan terus berusaha bertahan."

Kowi mengangguk, mencoba untuk tetap kuat. Tapi di dalam hatinya, ia berharap suatu hari nanti, manusia akan menyadari bahwa dunia ini bukan hanya milik mereka. Bahwa hutan, hewan, dan semua makhluk hidup lainnya juga punya hak untuk hidup damai.

Sementara itu, mesin besar itu terus menggerus tanah, seperti naga yang tak pernah kenyang. Dan di atas pohon, Kawi dan ibunya hanya bisa memandang, berharap suatu hari nanti, keserakahan itu akan berhenti.

Selesai.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Struktural Keorganisasian Kampus

(Dokumen Pribadi) Jika kamu adalah anak kuliah tentu pasti sudah tahu apa itu organisasi kampus. Mungkin ada sedikit perbedaan antara organisasi kampus dengan organisasi lainnya. Jelasnya organisasi kampus tentunya diisi oleh mahasiswa dan tentunya pola pikir keorganisasian dan tujaunnya berbeda dengan organisasi diluar kampus. Organisasi kampus sendiri terdiri dari dua macam, ada organisasi intra kampus kampus dan organisasi ekstra kampus. Organisasi kampus ini seberulnya hampir mirip dengan sistem kenegaraan kita seperti eksekutif, legislatif dan partai politik. Organisasi kampus ini, bisa disebut juga sebagai miniatur negara, untuk lebih jelasnya saya akan jelaskan dibawah ini:  Organisasi Intra Kampus Definisi organisasi intra kampus sendiri ada di dalam aturan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 155/U/1998 tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi (PUOK). Secara singkatnya organisasi intra kampus ini berada di bawah naungan kampus. Orga...

Antara Alam Pikiran dan Alam Realitas

Pernahkan kamu berfikir? Ya tentunya semua orang di dunia ini melakukan segala aktifitas dengan berfikir kecuali pada saat tidur dan pingsan. Hal yang unik dari manusia adalah manusia berbeda dengan fikirannya hewan. Hewan hanya berfikir berdasarkan insting naluri berfikirnya jika ada hewa-hewan cerdas seperti lumba-lumba dan  simpanse, mereka tentunya harus dilati terlebih dahulu. Tanpa dilatih mereka hanya hewan biasa walaupun di katakan hewan cerdas pun pemikiran mereka tetap saja tidak bisa berkembang. (Pixlab.com) Manusia tentunya memiliki kelebihan dibandingkan dengan hewan lain yakni pikiran, dengan pikiran manusia bisa melakukan hal yang sulit menjadi mudah, membuat hal yang kreatif dan inovatif, berimajinasi, berlogika, mempelajari hal baru dan masih banyak yang lainnya. Sejauh ini peradaban diciptakan oleh manusia dari masa-masa, manusia mempelajari hal baru dan ilmi-ilmu baru. Berbicara tentang pemikiram ini tentunya adalah hal yang unik, karena setiap orang memiliki tin...

Buat Apa Kita Belajar

Pertanyaan ini sebetulnya adalah pertanyaan yang kurang kerjaan, tetapi memang perlu kita pikirkan bersama. Memang sudah jelas tujuan belajar adalah menjadi orang yang pintar. Tetapi menurut saya itu bukan jawaban yang tepat. mengapa itu bukan jawaban yang tepat, karena kita harus lihat dulu tujuan dari belajar itu sendiri. Jujur saya orang yang senang belajar tetapi saya kurang suka pelajaran di sekolah, karena orientasinya hanya sekedar nilai. Mungkin ini tidak sesuai dengan stigma masyarakat. (Pixabay.com) Kita tentunya harus mengubah tujuan dari belajar. Jika kita belajar rajin mengerjakan PR, rangking satu, ujian selalu baik tentunya itu adalah anak yang pintar. Padahal itu bukan orang yang pintar, tetapi dia hanya ingin dipandang baik masyarakat (sekolah) makanya harus rajin agar dipuji oleh banyak orang. Jika kamu merasa puas ketika dipuji karena rangking satu tentunya sangat puas. Tetapi puasnya hanya cukup disitu saja. Setelah ia puas maka ya sudah pelajaran yang telah lalu di...