Langsung ke konten utama

Ideologi vs Uang: Pertarungan Abadi Antara Perut dan Prinsip





Ideologi atau uang, pilihan mana yang harus kita ambil? Sebuah dilema klasik yang terus menghantui manusia modern. Lagi-lagi, kita dihadapkan pada kenyataan pahit: ekonomi adalah tembok besar yang tak bisa kita hindari. Kita ingin hidup dengan prinsip, ingin menegakkan idealisme yang katanya lebih mulia daripada harta. Tapi apa daya? Perut berbunyi, tagihan datang, dan dunia kapitalisme dengan kejam mengingatkan bahwa idealisme tidak bisa dimakan.

Benci kapitalisme? Tentu saja. Kapitalisme adalah monster yang rakus, yang menelan tenaga kerja dan memuntahkan lelah tanpa penghargaan yang layak. Tapi ironisnya, kita juga bergantung padanya. Gaji bulanan, makanan di meja, internet yang kita pakai untuk membaca artikel ini—semuanya berasal dari sistem yang sama. Hidup tanpa kapitalisme? Silakan mencoba, tapi jangan kaget jika berakhir menjadi seorang pertapa yang makan daun dan minum air hujan.

Lantas, apa yang mesti dilakukan? Mau berpegang teguh pada ideologi, tapi takut mati kelaparan. Mau menyerah pada kapitalisme, tapi ngeri melihat cerminan diri yang menjilat para penguasa demi sesuap nasi. Pikiran pun terperangkap dalam realitas yang kejam, seperti burung dalam sangkar emas—terlihat berkilau, tapi tetap tak bebas.

Akhirnya, kita mulai bertanya-tanya: hidup ini sebenarnya untuk apa? Apakah hanya sekadar bernapas, bekerja sampai sakit, menonton tontonan favorit, dan membeli barang yang tak benar-benar kita butuhkan? Apakah kebahagiaan hanyalah sebatas momen singkat saat gaji masuk dan langsung lenyap saat tagihan datang?

Menjalankan idealisme terus-menerus pun bukan jaminan kebahagiaan. Terlalu teguh memegang prinsip bisa berujung pada nasib seperti Socrates, yang menenggak racun demi kebenaran. Tapi di sisi lain, menyerah pada sistem dan menjilat para penguasa juga tak menjanjikan kepuasan batin. Hidup dalam kehampaan, tanpa arah, menjadi robot yang hanya bekerja dan mengkonsumsi, tanpa makna yang sesungguhnya.

Jadi, inilah dilema kita: apakah kita terus berjuang mempertahankan prinsip, meskipun risiko kelaparan mengintai? Atau kita memilih jalan yang lebih aman—mengikuti arus kapitalisme, meskipun itu berarti mengorbankan sebagian dari diri kita? Tak ada jawaban yang benar-benar memuaskan. Yang jelas, dunia ini tidak memberi ruang bagi mereka yang terlalu jujur, tetapi juga tidak memberi kebahagiaan sejati bagi mereka yang kehilangan jati diri.

Mungkin, pada akhirnya, kita hanya bisa tertawa pahit. Hidup ini seperti permainan catur di mana setiap langkah adalah kompromi antara idealisme dan realitas. Kita terus berjalan, mencari keseimbangan yang mustahil, berharap suatu hari nanti, dunia bisa lebih adil bagi mereka yang ingin hidup dengan prinsip tanpa harus kelaparan.

Tapi untuk sekarang? Mari lanjutkan kerja, bayar tagihan, dan berpura-pura semuanya baik-baik saja. Sebab, di dunia ini, kenyataan selalu lebih keras dari sekadar omongan tentang idealisme.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Struktural Keorganisasian Kampus

(Dokumen Pribadi) Jika kamu adalah anak kuliah tentu pasti sudah tahu apa itu organisasi kampus. Mungkin ada sedikit perbedaan antara organisasi kampus dengan organisasi lainnya. Jelasnya organisasi kampus tentunya diisi oleh mahasiswa dan tentunya pola pikir keorganisasian dan tujaunnya berbeda dengan organisasi diluar kampus. Organisasi kampus sendiri terdiri dari dua macam, ada organisasi intra kampus kampus dan organisasi ekstra kampus. Organisasi kampus ini seberulnya hampir mirip dengan sistem kenegaraan kita seperti eksekutif, legislatif dan partai politik. Organisasi kampus ini, bisa disebut juga sebagai miniatur negara, untuk lebih jelasnya saya akan jelaskan dibawah ini:  Organisasi Intra Kampus Definisi organisasi intra kampus sendiri ada di dalam aturan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 155/U/1998 tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi (PUOK). Secara singkatnya organisasi intra kampus ini berada di bawah naungan kampus. Orga...

Antara Alam Pikiran dan Alam Realitas

Pernahkan kamu berfikir? Ya tentunya semua orang di dunia ini melakukan segala aktifitas dengan berfikir kecuali pada saat tidur dan pingsan. Hal yang unik dari manusia adalah manusia berbeda dengan fikirannya hewan. Hewan hanya berfikir berdasarkan insting naluri berfikirnya jika ada hewa-hewan cerdas seperti lumba-lumba dan  simpanse, mereka tentunya harus dilati terlebih dahulu. Tanpa dilatih mereka hanya hewan biasa walaupun di katakan hewan cerdas pun pemikiran mereka tetap saja tidak bisa berkembang. (Pixlab.com) Manusia tentunya memiliki kelebihan dibandingkan dengan hewan lain yakni pikiran, dengan pikiran manusia bisa melakukan hal yang sulit menjadi mudah, membuat hal yang kreatif dan inovatif, berimajinasi, berlogika, mempelajari hal baru dan masih banyak yang lainnya. Sejauh ini peradaban diciptakan oleh manusia dari masa-masa, manusia mempelajari hal baru dan ilmi-ilmu baru. Berbicara tentang pemikiram ini tentunya adalah hal yang unik, karena setiap orang memiliki tin...

Buat Apa Kita Belajar

Pertanyaan ini sebetulnya adalah pertanyaan yang kurang kerjaan, tetapi memang perlu kita pikirkan bersama. Memang sudah jelas tujuan belajar adalah menjadi orang yang pintar. Tetapi menurut saya itu bukan jawaban yang tepat. mengapa itu bukan jawaban yang tepat, karena kita harus lihat dulu tujuan dari belajar itu sendiri. Jujur saya orang yang senang belajar tetapi saya kurang suka pelajaran di sekolah, karena orientasinya hanya sekedar nilai. Mungkin ini tidak sesuai dengan stigma masyarakat. (Pixabay.com) Kita tentunya harus mengubah tujuan dari belajar. Jika kita belajar rajin mengerjakan PR, rangking satu, ujian selalu baik tentunya itu adalah anak yang pintar. Padahal itu bukan orang yang pintar, tetapi dia hanya ingin dipandang baik masyarakat (sekolah) makanya harus rajin agar dipuji oleh banyak orang. Jika kamu merasa puas ketika dipuji karena rangking satu tentunya sangat puas. Tetapi puasnya hanya cukup disitu saja. Setelah ia puas maka ya sudah pelajaran yang telah lalu di...