Peluang hidup itu, katanya, ada untuk semua orang. Si miskin maupun si kaya, katanya, sama-sama diberi kesempatan oleh Tuhan. Ah, betapa indahnya retorika itu terdengar, seperti dongeng lama yang didendangkan ibu sebelum tidur. Tetapi di dunia nyata, di bawah langit yang sama ini, kita tahu ada dua dunia yang hidup berdampingan namun tak pernah benar-benar bersinggungan. Dunia si kaya dan dunia si miskin—dua dunia yang berbeda sejauh langit dan bumi, bahkan terkadang lebih jauh lagi. Di satu sisi, ada si kaya yang hidup dalam pilihan-pilihan yang luas, seperti taman bermain raksasa yang penuh wahana. Hari ini kuliah ke Harvard, besok pelesir ke Swiss, lusa membeli rumah di Bali. Hidup mereka seolah papan permainan dengan ribuan jalan bercabang, semuanya menjanjikan sesuatu yang indah. Mau jadi dokter? Bisa. Mau jadi seniman? Silakan. Bahkan jika tidak mau jadi apa-apa pun, mereka tetap punya jalan pulang—warisan. Lalu, di sisi lain, ada si miskin. Dunia mereka bukan taman bermain, me...