Langsung ke konten utama

Menghadapi Realitas: Antara Kehidupan Nyata dan Dunia Idol

Zaman modern membawa perubahan besar dalam cara manusia berinteraksi dan menyikapi dunia di sekitarnya. Salah satu fenomena menarik yang muncul adalah ketidakmampuan sebagian orang untuk menerima fakta yang jelas, terutama terkait dengan obsesi terhadap idol mereka. Meskipun menyadari bahwa menghabiskan waktu berjam-jam dengan idol mungkin tidak memberikan manfaat konkret, banyak pecinta idol yang menolak mengakui kenyataan ini dan malah mencari alasan untuk membenarkan obsesi mereka.

Sebagai contoh, banyak penggemar idol menghabiskan waktu berjam-jam untuk mengikuti kegiatan dan konten yang berkaitan dengan idol mereka di media sosial. Meskipun ada kesadaran bahwa hal ini mungkin tidak produktif atau berguna dalam kehidupan sehari-hari, mereka sering kali mengelak dan menyatakan bahwa ini adalah kegiatan yang biasa dan menyenangkan. Argumen ini sering disertai dengan pernyataan bahwa kesenangan yang diperoleh dari mengikuti idol mereka adalah cukup untuk melebihi kerugian waktu yang diinvestasikan.

Namun, yang perlu dipahami adalah bahwa fenomena ini seringkali merupakan hasil dari kecanduan dopamin. Interaksi dengan idol favorit mereka secara online memicu pelepasan dopamine, zat kimia dalam otak yang terkait dengan sensasi kenikmatan. Seiring waktu, otak menjadi terbiasa dengan rangsangan ini, menciptakan kecanduan yang sulit untuk diatasi. Meskipun pada awalnya itu mungkin terasa menyenangkan, pada akhirnya bisa menjadi suatu bentuk pelarian dari realitas.

Menghadapi orang-orang dengan fakta bahwa mencintai seseorang yang tidak dapat dijangkau adalah sia-sia bisa menjadi tugas yang sulit. Namun, penting untuk mencoba memberikan pemahaman bahwa kebahagiaan sejati tidak hanya tergantung pada hubungan dengan idol atau hal-hal yang sifatnya sementara. Sebagai gantinya, menciptakan hubungan yang nyata dengan orang-orang di sekitarnya, mengejar tujuan pribadi, dan mengembangkan diri secara holistik dapat memberikan kebahagiaan yang lebih berkelanjutan.

Perlu diakui bahwa membantu seseorang menyadari kebenaran tidak selalu mudah. Terkadang, perlu waktu dan proses pengenalan diri untuk memahami bahwa obsesi terhadap idol adalah bentuk pelarian dari tanggung jawab dan realitas. Pendidikan dan dukungan dari lingkungan sosial juga dapat memainkan peran kunci dalam membantu seseorang melepaskan diri dari ketergantungan pada dunia maya dan mendekati kehidupan nyata dengan sikap terbuka.

Sebagai masyarakat, penting bagi kita untuk merangkul keberagaman dan memahami bahwa setiap individu memiliki minat dan obsesi mereka sendiri. Namun, kita juga perlu mengajak refleksi dan pemahaman bahwa terlalu terpaku pada sesuatu yang tidak memberikan nilai nyata dalam kehidupan sehari-hari bisa menjadi penghambat potensi dan kebahagiaan yang sebenarnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...